Hukum islam tentang opção de negociação


Hukum islam tentang opção de negociação
Fatwa MUI Jang Beli Mata Uang (AL-SHARF)
Pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh setiap trader di Indonésia:
1. Apakah Trading Forex Haram?
2. Apakah Trading Forex Halal?
3. Apakah Trading Forex dalam Agama Islam?
4. Apakah SWAP itu?
Mari kita bahas dengan artikel yang pertama:
Forex Dalam Hukum Islam.
Dalam Bukunya Prof Drs. Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH; Kapita Selecta Hukum Islã, diperoleh bahwa (Perdagangan Valas) diperbolehkan dalam hukum islam.
Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan / komoditi antar negara yang bersifat saudadesionalional. Perdigangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan to bei kaanai uang yang masing masing-masing-masing-masing-to-masi-diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG também.
Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat nacionalional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara denan lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Por favor, observe que você pode fazer sua reserva em todos os dias. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.
HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.
1. Ada Ijab-Qobul: --- & gt; Ada perjanjian untuk memberi dan menerima.
Penjual menyerahkan barang e pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Você pode estar ciente de que, em caso de perda de tempo, você pode ver o que você está fazendo e, em seguida, ouvir o que você está fazendo.
2. Memanuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu:
Clique aqui para a sua pesquisa Dapat dimanfaatkan Dapat diserahestima kan Jelas barang harganya Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan.
Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa juu beli sahamu diperbolehkan dalam agama.
"Jangan kamu membeli ikan dalam ar, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan".
(Hadis Ahmad bin Hambal e Al Baihaqi dari Ibnu Mas'ud)
Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifatsifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Você já está em Rio de Janeiro Nabi riwayat Al Daraquthni de Abu Hurairah:
“Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, makaha berhak khiyar jika ia telah melihatnya”.
Como você pode ter perdido a vida, seperti ketela, kentang, bawang sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena a mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islã:
Demita juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus / tertutup, seperti makanan kalengan, GPL, dan sebagainya, asalkam diberi rótulo yang menerangkan isinya. Vide Sabiq, op. cit. hal. 135. Mengenai teks kaidah hukum Islão tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal. 55
JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM.
O processo de tradução para a língua é de importância significativa, se você quer entrar em contato conosco através do e-mail ou ligue para o e-mail ou ligue para o e-mail. Apabila antara negara ter per capita per capita negarai yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari eil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa un menukimpor dari luar negeri.
Sobre o autor: Enviar uma cópia do seu pedido de ajuda e / ou endereço de e-mail. setiap negara berwenang penúmen menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandoan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 12.000. Namun kurs uang atua perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan de Bursa Valuta Asing (A. W. J. Tupanno, et. Al. Ekonomi de Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77)
FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS.
Fatwa Dewan Syrian'ah Nasional Majelis Ulama Indonésia.
N º: 28 / DSN-MUI / III / 2002 tentáculo Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
uma. Bahwa dalam sejumlah kegiatan para memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan.
transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradições perdidas) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa.
bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandangan ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebuti dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan adicionou uma nova aldeia a al-Sharf em dijadikan pedoman.
1. "Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 275:". Dan Allah telah menghalalkan jual beli e mengharamkan riba. "
2. "Hadis nabi riwayat al-Baihaqi e Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri: Rasulullah viu bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)" (HR. Albaihaqi e Ibnu Majah) , dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
3. "Hadis Nabi Riwayat Muçulmano, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, e Ibn Majah, dengan te muçulmanos dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi viu bersabda:" (Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu e jika dilakukan secara tunai ".
4. "Hadis Nabi riwayat Muçulmano, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, e Ahmad, Dari Umar bin Khattab, Nabi viu bersabda:" (Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai. "
5. "Hadis Nabi riwayat Muçulmano dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi viu bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
6. "Hadis Nabi riwayat muçulmano dari Bara 'bin' Azib dan Zaid bin Arqam: Rasulullah viu melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
7. "Hadis Nabi riwayat Tirmidzi Amri bin Auf:" Perjanjian dapat dilakukan de antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mera kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram ".
8. "Ijma. Ulama sepakat (ijma ') bahwa akad" al-sharf disyariatkan denar syarat-syarat tertentu.
1. Surat dari pimpinah Unidade Usaha Syariah Bank BNI no. UUS / 2/878.
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H / 28 Maret 2002.
Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan: FATWA TENTANG JUDA BELI MATA UANG (AL-SHARF).
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Clique para obter as respostas (untung-untungan).
2. Ada kebutuhan transaksi atau untiuk berjaga-jaga (simpanan).
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus samá dan secara tunai (at-taqabudh).
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Kedua: Jenis-jenis transaksi Valuta Asing.
1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (sobre o balcão) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedanhão waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi tropicalional.
2. TRANSMISSÃO FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditarapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan de kemudian hari, padahal harga pada waktu pennyerahan tersebut belum tímida sama denil yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward concordar Para kebutuhan yang para o dapat dihindari (lil hajah)
3. Transaksi SWAP está comprando, este é um dos lugares onde você pode encontrar um lugar para outro, onde você pode encontrar um monte de palavras-chave de um lugar para o outro. Hukumnya haram, karena mengandung, unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valing asing pada harga e jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung, unsur maisir (spekulasi).
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di: Jacarta.
Tanggal: 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M.
DEWAN SYARI'AH NASIONAL - MAJELIS ULAMA INDONÉSIA.

Fatwa MUI Forex Halal atau Haram Menurut Síria Islam.
Pembahasan mengenai forex halal atua haram selalu menjadi tópico perbincangan yang cabra setiap tahunnya. Apakah ada hukum forex dalam agama Islã, dan bagaimana kaitannya dengan perjudian? Bagi and yang masih raga atua mash mencari tahu mengenai trading forex karena diargão judiciário bententangan dinamarca agam islam, maka pembahasan kami kali ini bisa menjadi referensi anda dalam mencari tahu apakah negociação forex itu halal atau haram
Pada da negociação forex adalah sebuah bisnis yang online a partir de online dan dapat dilapidou a sama dimana saja, em kana lain trading forex ini adalah sebuah bisnis yang sangat fleksibel. Como você está procurando? Comércio livre forex atua yang biasa é um comerciante de câmbio de moeda estrangeira, você pode ser capaz de negociar o forex sebastian bisnis sampingan, namíbia sedan pula yang menjadikan negociação forex sebagai bisnis utamanya. Mercado yang bazar de sorvete 24 geleia 5 compras semijos de venda não são servidos por ninguém, mas você pode comprar um mercado para vender.
Namun dari sisi agama islamismo ada beberana yang menyamakan negociar forex dengan judi e sama sekali tedak sesuai dengan syariat islam, benarkah? Mari kita kupas semuanya.
APAKAH TRADING FOREX = JUDI?
Anggapan faktor spekulasi dan kemungkinan keuntungan atau kerugian besar yang dapat diterima oleh seorang trader hanya dengan duduk duduk saja membuat banyak orang menyamakannya dengan judi. Namun sebenarnya negociação forex bukanlah judi melainkan murni perdagangan.
Hal Hal inilat yang membuat forex forex berbeda dengan judi.
Judi: Pengambilan keputusan berdasarkan não encontrado untung untungan dan spekulasi.
Forex: Pengambilan keputusan berdasarkan analisa teknikal dan fundamental.
Judi: Hasil yang didapatkan bersifato merugikan salah satu pihak.
Forex: Hasil yang didapatkan bersifat saling menguntungkan.
Judi: O que você está fazendo agora é uma boa idéia, por favor entre em contato conosco.
Forex: Ada é uma empresa que está à procura de uma boa oportunidade para poupar dinheiro.
Judi: Hasil judi sama sekali tidak dapat diprediksikan.
Forex: Ada batasan dan controle keuntungan serta kerugian yang jelas.
Forex: Você pode ganhar uma cotação hoje em dia com uma chance de ganhar dinheiro com você.
Judi: Dilarang oleh hukum dan negara.
Forex: Adoptada a nível mundial para a Indonésia Adopção de moeda em BAPPEBTI, a autoridade reguladora da bawah negara a seperti FCA no Reino Unido, a MFSA, a ASIC, a CFTC / NFA e a semacamnya.
Dari perbedaan nyata diatas cukup terlihat bahwa forex berbeda dengan judi, dan tentunya e juga sudah mulai bisa menyimpulkan apakah forex sama dengan judi atau tidak.
HUKUM HALAL HARAM TRADING FOREX.
Dalam menentukan halal atua haram dalam agam Islã membutuhkan sebuah persuasão yang sangat luas, termasuk juga dalam dunia trading. Apapun itu yang tidak sesuai dengan syariat islam pasti akan menjadi sesuatu yang tidak benar haram hukumnya para dilakukan.
Seorang ahli fikih bernama Prof. Drs. Mascfuk Zuhdi, mening o kalau perdagangan valas dalam agam islam hukumnya adalah halal, karena perdagangan valas adalah sebuah kebutuhan global. Beliau membuat pernyataannya dengan didasarkan dalam hadist yang berbunyi berikut ini:
& # 8220; Jangan kamu membeli ikan dalam ar, karena sesungguhnya jual beli yang demikian eua mengandung penipuan & # 8221 ;.
(Hadis Ahmad bin Hambal e Al Baihaqi dari Ibnu Mas & # 8217; ud)
Dalam aturan jual beli, você também pode ver se há algum tempo atrás, ou seja, se você está procurando um lugar para passar algum tempo, ou seja, um juan termasuk itu baik dan buruknya. Sama seperti negociar forex, saat e berhadapan dengan broker forex legal, maka e akan dijelaskan semuanya mengenai trading forex termasuk juga resikonya. Dan juga dilakukan dengan kedua belah pihak.
& # 8220; & # 8230; Dan Allah pode ser usado como um membro do grupo de homens e mulheres;
Assim você pode adquirir um empréstimo de moeda estrangeira em troca de moeda, ou fazer um pedido de troca de moeda com um membro da comunidade. Entrar em contato com o fornecedor de corretor de banca forex yang menyediakan islamix.
FATWA MUI MENGENAI TRADING FOREX.
Dalam fatwanya, MUI sudah menyatakan kalau trading forex itu halal dan boleh untuk dilakukan. Dalam FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NÃO: 28 / DSN-MUI / III / 2002 Tentang JUDA BELI MATA UANG (AL-SHARF) MUI menyatakan kalau transsexual forex dengan transaksi ponto diperbolehkan, namun dengan jelas menyatakan kalau transaksi swap, opção, binário, propagação de apostas, dan forward tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
Transaksi SPOT: Transaksi juala beli forex yang diharuskan para selosai pada hari yang sama sehingga tidak terjadi SWAP.
SWAP: Biaya yang muncul karena transaksi forex yang lebih dari satu hari. Baik itu & # 8211; ataupun + tetap saja tidak diperbolehkan.
KESIMPULAN:
Dalam agama Islã sudah diatur e ditentukan bahwa trading forex diperbolehkan dengan aturan aturan yang tersebutkan diatas. Semoga pachasan dari kami ini cukup membro gambaran yang jelas kepada e mengenai halal dan haram trading forex untuk kenyamanan transaksi forex anda.
Jangan bertrading menggunakan perushaan broker yang bisa melakukan pengiriman você não sabe metre yang ilegal dan melanggar hukum, sebab hal itu tergolong pencucian uang atau dinheiro lavanderia yang tentunya juga dilarang oleh agama. Pembahasan metodo pengiriman uang yang ilegal bisa dibaca disini.
Jangan mudah terperdaya seminário forex yang berdalih mengajarkan negociação forex syariah, padahal perusahaan broker yang digunakannya adalah tergolong corretor haram, dan ini tentunya bertentangan dengan prinsip halal tersebut.
ARTIKEL TERKAITDARI PENULIS.
Strategi Trading Emas.
Dicas Negociando Emas.
Negociação de estratégias Jangka Panjang.
22 KOMENTAR.
Satu lagi pak, kalau boleh tau bapak nyimpan modal de brp broker? Modal Tradingnya M atau ratusan Juta?
para forex di 1 broker Pak. Negociação de Kami den dana M Pak saat ini.
O que há de novo, por favor, entre em contato conosco, por favor entre em contato conosco por favor entre em contato conosco por favor, ou envie um e-mail para corretor forex / corretor-forex-terbaik-dan-kredibel / conselheiro-corretor-yang-benar /
Para um saham lokal kami beda corretor lagi dan di 1 corretor juga. Dan un sauk luar negeri juga di 1 broker.
O que você está procurando e recomendam para este negócio?
ada juga di reksadana, dll. Kami diversifikasi portefólio Pak.
Assalamu & alaikum pak mestre.
Saya mau bertanya nih.
Kalau negociação pake EA gmn pak?
Apakah halal atau haram?
Halal saja pak kalau pakai EA itu, karena EA itu sebenarnya hanya ferramentas saja (alat bantu).
tetapi bukan berarti pakai EA itu pasti akan lucro loh, itu tergantung e sebagai kaptennya gimana cara mengontrolnya.
kalau e tidak punya habilidade disana dan pakai EA sembarangan maka hasilnya pasti akan tidak bagus loh atau malah merugi.
apalagi pakai EA Martingale yang dimana beresiko sekali bila terseret, Karen martingale itu menggunakan pelipatan lot, e em riskan bila and tidak memahami ressikonya dan mengatur jaraknya dengan terlalu pendek.
saran kami kalau ingin menggunakan EA, teste dulu de demonstração de bebida, um teste mínimo de três bulan.
kalau yg di vip. bitcoin ada ponto marketnya juga haram? jadi kita depo rupiah lalu beli bitcoin pas harga renda, pas harga tinggi kita jual dan kita ulang seperti itu terus & # 8221; um, apa itu haram?
maaf pak mau nanya.
kalo kita bukan transaksi ponto tapi não troca apakah ttep haram pak?
jadi misal kita no hari ini tapi perto minggu depan tapi no swap.
karena saya melihat definisi transaksi foward adalah pake insterest ratenya pak (fonte: ardra. biz/ekonomi/valuta-asing/pengertian-menghitung-transaksi-forward-valuta-asing/)
leia mais Pak, dan halal kok.
jogo de soma zero? jadi opit yg selama ini kita dpt berasal dari trader yang perda?
Mais de 100% dos alunos já compraram este serviço. Você pode ajudar os nossos clientes na intermediação de sua parceria na cidade de Yangon.
Eu acho que pak woncope yang notabene bukan broker bandar.
itu opitnya saya itu uang darimana ya pak? apakah dari trader yg loss juga? bisa tolong di jelaskan scr singkat pak.
Corretor de yang Não é bandar, é melarpar ordernya ke liquiditornya, yang dalam konteks disini liquidador itu adalah para bank2 besar atau lembaga finansial besar seperti Goldman Sachs begitu, yang dimana banco dan lembaga2 itu memang tempat muaranya uang (dan lingkupnya harus nasional).
dan bank2 itu tidak berkepentingan e mau loss atau profit, sebab mereka juga akan mempertemukan dengan pembeli dan penjualnya di perusahaannya, karena di bank kan banyak transaksi keuangannya. Nah dari sanalah ambilnya.
jadi anda jual, maka di sisi lain (banco tersebut) ada juga orang yang beli, para você importar importação de exportação keperluan, beli uang, kliring, comerciante, dan semacamnya.
corretor de sedan hanya menjembatani saja e mermaid mendapatkan keuntungan dari mark up selisih spreadnya saja dari banco tersebut.
(banco dapat untung dari espalhar harga jual beli, corretor juga mendapatkan dari espalhar itu juga dengan di-mark up atau komisi)
na verdade para cada um dos corretores de perusai em Banda, Bapak bisa membaca de brokerforex / broker-forex-terbaik-dan-kredibel / corretor-yang-benar / (itu kriteria cara2 memilih perusahaan broker)
yang salah satunya adalah melihat dari sisi regulador, sebab regulador ini penting dalam mengawasi fluxo de trabalho dari si perusahaan corretor itu apakah dilempar atau dibandarin sendiri, selain itu juga dilihat dari spreadya (fixar atau fluktuatif), alavanca, sisi pembayarannya pakai cara apa, pakai berapa digit angka, dan sebagainya ..
Para Truques yang mempunyai modal minim apa saja?
kebanyakan orang sudah paham maré tetapi dana masih mínima.
Kasih contoh donk, corretor yg direkomendasikan e um syang de melanggar. Saya adalah pemula e ingin tau tentang forex. Makasih.
Salah satunya seperti di Fxdd itu boleh, kami pribadi comércio juga disana melalui Gainscopefx nya, tapi Bapak pedido yang bebas bunganya ya.
kemudian di corretor Fxcm yang bebas bunga itu juga bisa (itu di fxmax. id)
Asalamu, alaikum wr. wb. disni admin membros saran cra memi perushaan broker yg bagus, kira2 admin pnya web khusus alamat2 perushaan yg bagus, jdi sya susah mencari tnggal memi saja yg di kehendaki, soa nya sya mah blajar jdi maaf ,, termas kasih wasalamu, alaikum wr. wb .
Caranya seperti apa mengikuti corretor forex.
memulai trading maksud Bapak?
kalau itu Bapak harus memilih perusahaan corretor yang benar, kemudian mendaftar disana, verifikasi dokumen, dan melakukan penyetoran dana (depósito). Setelah itu Bapak bisa memorando negociando darana dana Bapak tsb melalui media corretor itu.
Corretor para disaran un forex trading forex.
corretor luar lebih baik Pak.
KIRIM KOMENTAR & DISKUSI Batal membalas.
Artigo de categoria.
Beritahukan tee and dengan klik ícone-ícone de bawah ini.

Hukum Tansaksi Valas e Spekulasi Kurs Mata Uang.
Buat saya & amp; teman-teman yg sering diberi ni & # 8217; mat Alloh untuk berkunjung & amp; Tinggal di negara, insyaAlloh kajian tentang Valas & amp; Kurs Mata Uang oleh Al Ustadz Setiawan Budi Utomo ini bermanfaat (Eramuslim quarta-feira, 15/10/2008).
Ustadz, saya ingin menanyakan masalah sekitar transaksi valuta asing (valas). Beberapa waktu yang lalu saya baru kembali ke Jacarta dari tugas belajar di luar negeri, dan alhamdulillah saya masih memiliki sisa uang beasiswa dan fasilitas finansial lainnya serta hasil kerja sampingan dalam mata uang Dolar Amerika. Saat ini saya meyimpan simpanan valuta singa (valas) tersebut karena say ingin menukarnya nanti ketika harga dolar semakin naik, menageat saat ini kondisi trend kurs usdip Estados Unidos terredap IDR sedang nak meskipun kondisi finansial de Amerika sedang krisis. Apakah hal tersebut dibolehkan menurut syari & # 8217; ah Islam. Apakah hal ini termasuk praktik spekulasi valas? Lalu bagaimanakah hukum jual-beli maupun bisnis valas e bagaimanakah syriahnya dalam hal itu sebagaimana dalam transaksi keuangan dan perbankan.
Demikian pertanyaan saya. Jazakumullah atas jawaban dari Ustadz dan terimakasih, e selamat kembali mengasuh rubrik konsultasi fikih kontemporer di media setelah sekian lama saya selalu menantikannya.
Allah SWT pode ser usado para se tornar um membro do grupo de pessoas que estão escondendo o que você precisa para se tornar um membro do grupo de pessoas que gostam de se tornar membros de um grupo de pessoas que gostam de jogos de azar e jogar jogos de azar para jogar em outro lugar. 'ah, dan jahiliyah), você pode mudar para se tornar um membro do grupo de pessoas que vivem em um local diferente, se você estiver viajando de férias para ir para uma viagem de negócios ou se você está negociando um programa de intercâmbio de bens de negócios.
Menorut prinsip mu'amalah syria'ah, jual beli mata uang yang disetarakan dengan emas (dinar) dan perak (dirham) haruslah dilakukan dengan tunai / kontan (naqdan) ágar teri dari transaksi ribawi (riba fadhl), sebaimana dijelaskan hadits mengenai jual beli enam macam barang yang dikategorikan berpotensi ribawi. Rasulullah bersabda: “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, sya'ir dengan sya'ir (jenis gandum), kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, dalam hal sejenis e sama haruslah secara kontan (yadan biyadin / naqdan). Maka apabila berbeda jenisnya, juallah sekehendak kalian dengan syarat secara kontan. ”(HR. Muslim).
Pada














































































































































































































Você está aqui. (Ibnul Mundzir dalam Al-Ijma ': 58). Emas e outros sebastian mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya misalnya Rupiah kepada Rupiah (IDR) atau EUA Dolar (USD) kepada Dolar kecuali sama jumlahnya (contohnya; pecahan kecil ditukarkan pecahan besar asalcan jumlah nominalnya sama).
Hal itu karena dapat menimbulkan Riba Fadhl seperti yang dimaksud dalam larangan hadits di atas. Namíbia jenisnya berbeda, seupti rupia kepada Dolar atau sebaliknya maka dapat ditukarkan (câmbio) sesuai dengan taxa de mercado (harga pasar) dengan catatan harus efektif kontan / spot (taqabudh fi'li) atau yang dikategorikan local (taqabudh hukmi) menurut kelaziman pasar yang berlaku sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Qudamah (Al-Mughni, vol. 4) tentang kriteria 'tunai' atau 'kontan' dalam jual beli yang dikembalikan kepada kelaziman pasar yang berlaku meskipun hal itu melewati beberapa geleia penyelesaian (settelment - nya) karena proses teknis transaksi. Isso significa que você pode usar o método de pagamento de taxas de câmbio e juros de mercado (taxa de mercado).
Nabi bersabda: “Perjualbelikanlah emas dengan perak semao kalian asalkan secara kontan” dan dalam hadits Ibnu Umar Rasulullah membro da comunidade bahwa ketentuan kontan tersebut fleksibel selama dalam toleransi waktu yang lazim, tidak menimbulkan persoalan dan tetap dalam harga yang sama pada hari transaksi (bisi'ri yaumiha).
Dalam praktiknya, menghindari penyimpangan syariah, maka kegiatan transaksi e perdagangan valuta asing (valas) harus terbebas dari unsur riba, maysir (jogos de azar) e gharar (ketidak jelasan, manipulasi dan penipuan). Oleh karena itu jual beli maupun bisnis valas harus dilataram a segunda-feira segunda-feira, 29 de outubro de 2011. Motif pertukaran itupun tchau boleh untuk spekulasi yang dapat menjurus kepada judi / gambling (maysir) melankan untukmemebiayai transaksi transaksi yang dilakukan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah guna memenuhi kebutuhan konsumo, investasi, ekspor-impor atau komersial baik barang maupun jasa (motivo da transação) . Disamping itu perlu dihindari jual-beli valas secara bersyarat dimana pihak penjual mensyaratakan kepada pembeli harus mau menjual kembali kepadanya pada periodo tertentu dimasa mendatang, serta tidado diperkenankan menjual lagi barang yang belum diterima secara definitif (Bai 'Fudhuli) classificação média por itál dilaram dalam hadits riwayat Imam Bukhari.
Demikian halnya, dunia perbankan termasuk banco syariah sebagai lembaga keuangan yang memfasilitasi perdagangan internacional (ekspor-impor) maupun kebutuhan masyarakat terhadap penukaran valuta asing tidak dopat terhindar dari keterlibatannya di pasar valuta asing (divisas estrangeiras). Hukum transaksi yang dilakukan oleh sebagian bank syariah dalam mua'amalah jual beli valuta asing daida dilapaskan dari ketentuan syariah mengenai sharf. Bentuk transaksi penukaran valuta asing yang biasa dilakukan banco syariah dapat dikategorikan sebagai naqdan (spot) mesyipun penyerahan dan penerimaan tersebut tidak tera pada waktu transaksi diputuskan (lidar), melainkan penyelesaiannya (liquidação - nya) baru tuntas dalam 48 geleia (dua hari) kerja. Fenômenos de transaksi ini sudah biasa dikam dalam dunia perdagangan internasional tetap disebut transaksi valas spot antar bank. Bahiana jika kebetulan bertepatan denã libur akhir pekan, sera terima itu baru dapat terlaksana setelah 96 jam kerja. (Dr. As-Saih, Ahkamul "Uqud wal Buyu" Fiqh: 112, Dr. Sami Hamud, Tathwirul A'mal Al-Mashrafiyah, 372, Qardhawi dalam Fatawa Mu'ashirah)
Denik demikian, hukum transaksi troca de dinheiro dalam bentuknya yang sederhana sepanjang dilakukan secara tunai atau dikategorikan tunai (spot) e jual putus (one shot deal) serta bukan un tuque atua memfasilitasi dan mendukung kegiatan spekulasi pada prinsipnya diperbolehkan menurut syariah islam berdasarkan akad sharf selama mengindari pantangan syariah dalam bisnis desmantelamento menghindari praktik perdagangan (negociação) ala konvensional yang dewasa ini biasa dilakukan de pasar valuta asing antara lain (Lihat, Jornal Internacional de Serviços Financeiros Islâmicos, I: 1.1999 dan Kumpulan Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI; 2002) :
Pertama; Perdido tanpa proses penyerahan (futuro non delivery trading) margem de negociação yaitu transaksi jual-beli valas yang tidak diikuti dengan pergerakan dana dengan menggunakan dana (margem de caixa) dalam prosentase tertentu (misalnya 10% sebagai jaminan) dan yang diperhitungkan sebagai keuntungan atau kerugian adalah selisih bersih (margem) antara harga beli / jual suatu jenis valuta pada saat tertentu denga harga jual / beli valuta yang bersangkutan pada akhir masa transaksi. Contohnya dengan margin 10% até transaksi US $ 1 juta, pembeli harus menyerahkan dana US $ 100.000. Dalan perbankan Indonésia, margem de negociação diatur dalam ketentuan BI com margem mínima de caixa de 10%. Dalam sehari revendedor maupun banco dapat melakukan transaksi ini berulang-ulang. Adapun penyelesaian pembayaran perhitungan untung-ruginya dilakukan secara netto saja. Jadi, ji beli valas yang dilakukan bukan untuk memilikinya, melainkan semata-mata menjadikannya sebagai komoditas untuk spekulasi.
Kedua; transaksi futures yaitu transaksi valas dengan perbedaan nilai antara pembelian dan penjualan futuro yang tertuang dalam contratos futuros secara simultan un dukirim dalam waktu yang berbeda. O mês de janeiro de 2008. A partir de US $ 1 por noite Rp 9,350 por US $ pada 30 Juni 2008, 18 de janeiro de 2008 berapa kurs di pasar saat itu. Di satu sisi transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, paling tidak berunsur maysir, meskipun disisi lain para pelaku bisnis pada beberapa kasus menggunakannya sebagai mekanisme cobertura (melindungi nilai transaksi berbasis valas dari risiko gejolak kurs). Ulama kontemporer menolak transiksi ini karena tidak terpenuhinya rukun jual beli yaitu ada uang ada barang (dalam hali ada rupia ada dollar). Oleh karena itu, transaksi futures, dapat ditransfer kepada pihak lain. Alasan kedua penolakannya adalah hampir semua transaksi futures tidak dimaksudkan para memilikinya, hanya nettonya saja sebagaimana transaksi margem de negociação.
Ketiga; Transaksi opção (opção de moeda) yaitu perjanjian yang membrokkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk . Misalnya, A dan B, 1 de janeiro de 2008. A memberikan hak kepada B tem um preço de USD 9,350 por dolar pada tangau atau sebelum 30 Juni 2008, tanpa B berkewajiban membelinya. Uma tradução automática em Inglês é Não, você pode acessar o nosso site para obter mais informações sobre B tanpa ada kewajiban pada pihak e B. Transaksi disaput call option. Sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk menjualnya apenas colocar opção. Ulama kontemporer memandang é uma cidade que se instala para você em melakukan sesuatu (menjual atau membeli) onde se encontra uma comunidade, e você também pode gostar dilarang syariah. Namun jelas saja transaksi ini bukan transaksijual beli melainkan sekedar wa'ad (janji). Yang menjadi persoalan secara fikh adalah adanya sejumlah uang sebagai kompensasi untuk melakukan janji tersebut atua untuk memiliki khiyar (opsi) jual maupun beli.
Transaksi opção dapat menjadi lebih rumit. O mês de maio é um mês atrás A partir de Janeiro de 2008, mais de 1.000 dólares por R $ 9.350 por dolar kepada B. Transaksi ini lunas. Pada saat yang sama A juga é membro da família B untuk menjual kembali Estados Unidos da América 1 ano atrás a partir de 30 de junho de 2008 é de R $ 9.500 por dolar. A mensuração é enviada a partir do diretório sendiria bila kurs melphihi Rp 9.500 por dolar, itu pun bila syarat berikutnya terpenuhi.
Keempat, adalah transaksi swaps (troca de moeda) yaitu perjanjian untuk menu suatu mata uang dengan mata uang lainnya atas dasar nilai tukar yang disepakati dalam rangka mengantisipasi risiko pergerakan nilai tukar pada masa mendatang. Cingapura, troca, troca, troca, pembelian, penjualan, secara, bersamaan, sejumlah, tertentu, mata, uang dengan, dua, tanggal, penyerahan, yang, berbeda Pembelian dan penjualan mata eua tersebut dilakukan oleh bank yang sama dan biasanya dengan cara “spot terhadap forward” Artinya satu banco membeli tunai (local) sementara mitranya membeli secara berjangka (forwad). Salah sã contoh transaksi swaps adalah bila bank Um banco de dados B membuat kontrak untuk bertukar deposito rupiah terhadap dolar pada kurs Rp 9.500 per dolar pada 1 Janeiro de 2008. B menempatkan US $ 1 juta. A menempatkan Rp 9,5 miliar, terlepas dari kurs pasar saat itu. Ulama kontemporer juga menolak transaksi ini karena kedua trasaksi itu terkait (adanya semacam ta'alluq) dan merupakan satu kesatuan sebagaimana difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional-MUI. Sebab, bila yang satu dipisahkan dari yang lain, maka namanya bukan lagi transaksi swaps dalam pengertian konvensional.
Adapun pendapat yang membeolehkan transaksi troca sebagaimana lazim dianut perbankan Islã di Malaysia bahkan menurut mera kebolehannya dianggap telah demikian jela sehingga tucker diperlukan lagi fatwa dengan alasannya bahwa bila local boleh dilakukan dan futuro (sebagian suatu janji) juga boleh, maka tentunya swaps pun boleh dilakukan. Namun paling tidak, masih ada dua hal yang dapat dipertanyakan dalam praktek ini yaitu; pertama, bagaimana dengan keberatan sementara ulama akan adanya kompensasi uang una transaksi futures yang dibayarkan kepada konterpartinya. Kedua transaksi local e futuro dalam transaksi troca itu haruslah terkait satu sama lain. Kontra argumen dari alasan kedua ini adalah dua transaksi dapat saja disyaratkan terkait, selama syaratnya adalah syarat shahih lazim. Bukan hanya troca yang dibolehkan, dinegara jiran ini juga dikembangkan Contrato Futuro Islâmico. Terá que dar o seu nome à sua língua, mas você pode começar a distrair os membros da comunidade e os membros da comunidade, mas você pode começar a fazer parte da comunidade de pessoas de negócios (instrumentos financeiros) e da Turquia.
Kelima; praktik oversold yaitu melakukan penjualan melebihi jumlah yang dimiliki maupun dibeli, karena ulama melarang penjualan sesuatu yang tidak dimiliki sebagaimana pesan hadits “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ingkau kuasai / miliki” (la tabi 'ma laisa' indaka).
Adapun jenis transaksi forward pada perdigangan valas yang sering disebut transaksi berjangka pada prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah mata uang tertentu lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang dan kurs ditetapkan pada waktu kontrak explodir, tetapi pembayaran e penyerahan baru dilakukan pada saat kontrak jatuh tempo. Trans Jen trans in in in in uk uk uk uk fi fi fi fi fi fi fi fi fi fi fi fi pat pat da pat pat pat pat pat pat pat pat da da da da da da da da da da da da da da da forward forward forward forward forward forward forward forward dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan dan nilai) yaitu transaksi yang dilakukan semata-mata para mengatasi risiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs yang timbul karena adanya transaksi ekspor-impor atau untuk mendukung kegiatan trade finance. Disamping itu, transaksi berjangka inipun hanya dilakukan dengan pihak-pihak yang mampu dan dapat menjamin penyediaan valuta asing yang dipertukarkan maka bila tindakan tersebut dikarikan sebagai sebuah bentuk kesepakatan bersama untuk sama-sama melakukan pertukaran dimasa mendatang dengan kurs (nilai tukar) pasti pada saat kontrak dan sebenarnya transaksinya secara efektif dalam perspektif fiqih tetap bersifat tunai pada waktu jatuh tempo maka hal itu tidak menjadi masalah selama tidak ada ta'alluq dan hanya bersifat janjia (o que é) tanpa disertai adanya komitmen kompensasi karena terdapat maslahat bagi kedua belah pihak dan tidak ada dalil satupun yang melarang hal itu. Hal ini sejalan dengan pendapat Imã Asy-Syafi'i (Al-Umm: III / 32) e Ibnu Hazm (Al-Muhalla: VIII / 513)
Ketentuan umum tentegang kegiatan transaksi jual-beli valuta asing sebgaimana yang saudar tanyakan, berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nomenclaturaional Nascimento: 28 / DSN-MUI / III / 2002 Anterior Seguinte Sharf, Transaksi juali beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
Enviar para um amigo Enviar uma mensagem a um amigo Enviar uma queixa Enviar uma mensagem a este Usuário Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Hal itu, disamping atas dases kesepakatan (ijma & # 8217;) para ulama bahwa akad al-sharf disyari & # 8217; at-kan denar syarat-syarat tertentu, ketentuan tersebut juga merujuk kepada dalil-Dalil diantaranya sebagai berikut:
Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 275: & # 8220; ... Dan Allah Purah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…., & # 8221 ;, Hadits Nabi riwayat al-Baihaqi e Ibnu Majah Dari Abu Sa & # 8217; id al-Khudri: Rasulullah viu bersabda, Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas daser kerelaan (antara kedua belah pihak) & # 8221; (HR al-Baihaqi e Ibnu Hibban), Hadits Nabi riwayat Muçulmano, Abu Daud, Tirmizi, Nasa, Ibn Majah, dengan a Muçulmana dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s. a.w. bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya 'ir dengan sya' ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jikika dilakukan secara tunai. ”Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa, Abu Daud, Ibnu Majah, e Ahmad, dari Umar bin Khatthab, Nabi s. a.w. bersabda: “(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai”. Hadits Nabi riwayat Muçulmano dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s. a.w. bersabda: “Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) e janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tsidak tunai dengan yang tunai. ”Hadits Nabi riwayat Muçulmano dari Bara 'bin' Azib dan Zaid bin Arqam:“ Rasulullah viu melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai). ”
Adapunde-se com o meningai Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing, dijelaskan dalam fatwa tersebut sebagai berikut:
Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian e pen-jualan valuta asing (vales) para penyerahan pada saat itu (sobre o balcão) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (ِمَّما لاَ ُبَّد مِنْهُ) dan merupakan transaksi tropicalional. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian e penjualan valas yang nilainya ditarapkan pada saat sekarang e diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang diguna-kan adalah harga yang diperjanjikan (muwa & # 8217; adah) dan penyerahannya dilakukan de kemudian hari, padahal harga pada waktu peniana em tersebut bumuk frente acordo para ejaculação na cara yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian é uma cidade que vale a pena conhecer yang dikombinasi-kan e pachelian antara penais valiosas yang sama denga harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung, unsur maisir (spekulasi). Opção Transaksi, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valing asing pada harga e jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung, unsur maisir (spekulasi).
Adapun sisa uang dinas dan hasil usa hai menjadi hak Saudari adalah halal selama sumler, prosedur, alokasi dan anggarannya benar, halal dan jelas sebab mungkin Saudari telah melakukan penghematan selama dinas dan menjadi hak saudita para ver mais resultados em breve para disfarce sebastiani maupun jaga - jaga (salvando). Dalam ini kapanpun uang yang dalam bentuk valas (mata uang asing) tersebut ditukarkan baik karena kebutuhan atua karena nilai tukarnya tinggi adatah tidak menjadi masalah sekalipun memperoleh ganho (keuntungan) dari espalhar penukarannya dibandingkan nilai perolehannya dahulu, seperti seseorang yang memiliki emas tidak ada ketentuan syariah yang mengharuskan kapan menjual atau tetap menyimpannya.








































































.
Namun begua secara makro ekonomi dan kemalahatan umum (maslahah 'amah) dengu bertambahnya pemasukan devisa di Tanah Air bila saudita melepaskan devisa yang tersimpan tanpa menunggu tingginya nilai kurs Dolar akibat sentimen pasar, meskipun relatif fluktuatif maka hal itu akan mendongkrak nilai rupia yang berdampak sedikit ataupun banyan pada perbaikan kondisi nilai tukar rupiah serta turut menjaga dan mendukung perekonomian nasional, maka sebaiknya Saudita apenas para obter um menempatkannya dalam simpanan dollar pada perbankan syariah, atau menempatkannya pada portofolio investasi syariah lainnya dalam mata valutar asing, atau menukarkannya kepada mata uang rupiah Para ver mais dalam negeri baik idioma maupun tidak langsung dalam rangka menumbuhkembangkan sektor riil dan yakinlah bahwa rezki Deus é o que você acha que pode ajudar você a melhorar a vida.
Demikian jawaban saya mengenai masalah fikih kontemporer yang Saudari tanyakan, semoga bermanfaat. Wallahu A'lam, wa billahit Taufiq wal Hidayah.

M. Fauzi Abu Naim.
Selamat Datang di Blog Kami.
HUKUM PIDANA.
KURNIA HADI, SH, SIK, MH.
KEHIDUPAN INI SUNGGUH SANGAT BERLIKU, LIKU-LIKU ITU HENDKNYA DISAMPAIKAN AGAR MENJADI SUATU PENGALAMAN BERHARGA BAGI DIRI SENDIRI DAN LARANJA LAIN. DENGAN BEGITU PENGALAMAN AKAN BIHBERMANFAAT DALAM KITA MEWASPADAI SUATU HAL YANG KITA PERBUAT.
RESTRUKTURISASI HUKUM PIDANA.
Bangsa ini sudah merdeka deu 60 tahun, tetapi bangsa ini belum mencapai kemerdekaan yang semprna. Dari kaca mata hukum, bangsa ini juga telah mengeluarkan berbagai produk hukum, tetapi apa yang dihasilkan dari produk tersebut belum benar benar mengadopsi dari kepentingan masyarakatnya. Berbagai kebijakan hukum yang dikeluarkan mulai dari hukum yang sifatnya nasional hingga aturan-aturan khusus yang bersifat kedaerahan (seperti halnya PERDA) salaman saling tumpang tara antara satu dengan lainnya. Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa lemah dan “semrawut” nya hukum atau regulasi e yang ada di Negara ini.
Hukum seakan diciptakan hanya untuk mengkedepankan kepentingan orang pribadi atau bahkan kepentingan sekelompok manusia saja. Como você sabe, você pode se inscrever em um grupo de pessoas que se inscreveram em um grupo de pessoas que se inscreveram em um grupo de pessoas que se identificaram como membros de um grupo de pessoas que se identificaram com os membros do grupo de membros da comunidade local, política, política e cidadania. Inilah yang terkadang menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi para legislativo para memmoduksi sebuah aturan maupun regulasi. Banyaknya timbul aturan perundang-undangan, baru terkadang tidak diserai dengan proses pembuatan hukum sebagaimana yang telah ditetapkan oleh system hukum itu sendiri.
Dengan munculnya berbagai produk perundang-undangan baru tersebut e você será responsável por este serviço.
seakan memperlihatkan ketidaktegasan produk hukum itu sendiri. Jangankan masyarakat umum layaknya, para penegak hukum pun sering mendapati permasalahan dalam mempraktekkan produk hukum yang ada. Você gostaria de se divertir na praia? Você não sabe o que fazer ou não, onde você pode encontrar um encontro perfeito com a sua localização exata em Dalma Rumah Tangga. Meia-lua com um ataque de lex sesmaria de lex spesialis dalam menerapkan tersebut de hal, padahal berkaitan den halu banyak aturan yang perlu dikaji seperti halpera Hai, undang-undang pengadilan anak, dan banyak Hai, undang-undang pengadilan anak, dan banyak lagi.
Kendala lain yang dihadapi oleh par penegak hukuk seperti halnya penyidik ​​Polri adalah ketidakadaan pedoman dalam memberlakukan atau pun menerapkan pasal apa saja in berapa lama maksimal suatu ancaman hukum dalam perbuatan tindak pidana. Contohnya adalah bahwa seperti apa yang telah disampaikan dalan Buku Eu KUHP tentai um yang menyatakan dalam pasal “penyertaan” KUHP (pasal 55 s / d 62 KUHP) yang mana ancaman hukumannya sepertiga dari ancaman hukum pidana pokoknya. Jika dikama dalam pasal tersebut maka, para penegak hukum tudu kesulitan dalam menerapkannya karena memang sudah ada panduan e ketentuan tersendiri yang mengatur. Sedangkan dalam aturan yang bersifat khusus dalam undang-undang lain di luar O KUHP foi ada pedoman e dan ketentuan yang mengatur hal tersebut.
Dalam mewujudkan pembangunan nasional maka kita perlu mengadakan sebuah rekronstruksi, dalam pembahasan tulisan ini, rekonstruksi yang dimaksudadalh rekonstruksi hukum pidana. Kia tahu bersama bahwa é uma língua que se chama yang ada saat ini khususnya dalam hal hukum pidana adalah merupakan produk dari penjajahan colonial Belanda. KUHP yang digunakan saat ini adalah KUHP yang dibuat oleh Belanda, sejak tahun 1981 KUHP Belanda tersebut diundangkan dlamlembar Negara yang sifatnya hanya mengubah dari bahasa Belanda menjadi bhasan Indonésia saja. Dlam mengartikannya pun tidak ada keseragaman, artinyaada sebagian yang dirubah e ada pula sebagian yang tidak dirubah.
Dalam tujuan pembangunan nasioanl hendaknya kita harus pula melakukan pembaharuan hukum nasionali, hal ni sering dikenal dengan istilah rekonstruksi. Rekonstruksi memiliki arti bahwa "re" berarti pembaharuan sedangkan "konstruksi" memiliki aarti suatu system atau landasan. Untuk itu, pengertian 'rekonstruksi' adalah pembaharuan system atau landasan. Berhubungan denganstruksi hukum pidana maka yangperlu dibaharui sistema adalah hukum pidana yang lama atauaturan yanglama digantikan dengan aturan yang baru. Dalam hal rekonstruksi tersebut ada dua halang perlu digantikan, yaitu; “Rekonstruksi substansi hukum pidana” dan “rekonstruksi pemikiran hukum”. Dalam rekontruksi subasi hukum pidana yang dikenal dalam istilah asing legal substance contruction reform. Dalam perubhn substansi hukum pidana jika proses tersebut jadi maka akan berdampak pada perubahan secara substansial, hal ini juga berdampak pada perubahan sistema hukum nasional nantinya.
Dalam rekonstruksi pamikiran hukum sedan, ada dua taap dalam melakukannya yaitu; tahap formulasi dan tahap aplikasi. Tahap formulasi adalah tahap dimana pola dan pedoman hukum disiapkan, sedangkan tahap aplikasi adalah dimana formato hukum tau perundang-undangan sudah jadi dan tinggal para penegak hukum menerapkannya. Perubahan dalam hal ini ay menyebabkan perubahan secara konseptual e hald ini akan berdampak pada rekonstruksi Ilmu Hukum Negara. Kedua perubahan yaitu rekonstruksi substansi hukum pidana dan rekonstruksi pemikiran hukum merupakan satu kesatuan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. O Kedua não é um membro da comunidade que está à procura de um sistema completo de kanautan hukum pidana.
Sistem atau kebijakan penegakkan hukum pidana merupakan bagian dari sistem atau kebijakan penegakkan hukum nasional, kedua hal tersebut terkait dalam sistem atau kebijakan pembangunan nasional. Você também pode gostar de digambarkan sebagai berikut di bawah ini:
Walaupun sistem atau kebijakan penegakkan hukum merupakan bagian dari sistem atau kebijakan hukum nasional, dalam hal ini terbagi dua bagian; yaitu: In Abstracto dan In Concreto. Em Abstracto ini berisi formulasi dari suatu aturan hukum atau perundang-undangan, artinya bahwa dalam tahap ini berisi legislasi atau proses pembuatannya, sehingga kita mengenal istilah law making atau reforma da lei. Sedangkan untuk Em Concreta, adalah tahap aplikasi atau disebut dengan penerapan / judisial. Dalam hal ini, kanjangang yang dilaksanakan adalah dalam rangka eksekusi. Hal ini dikenal anegan istilah Aplicação da lei. Sistem atau kebijakan penegakan hukum merupakan wujud dari penegakan hukum pidana, sedangkan penegahan hukum pidana tersebut bagia dari penegakan sistem hukum nasional. Entrar ou sair na sessão de tradução para o rambu-rambu perundang-undangan seperti UUD 1945 e para GBHN dan rambu-rambu lanilla yang tertera dalam undang-undang No. 4 O que é a Tahun 2004? Tata Urut Perundang-undangan.
Penegakan hukum pidana merupakian bagian dari penegakan sistem hukum nasional, sistêm hukum nasional itu sendiri adalah berisi rambu-rambu yang mengacu pada UUD 1945 dan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Tata Urut Perundang-undangan, mas você tem que usar o National Legal Framework. Dalam KUHP kita yang diásilkan oleh colonial O que você acha em Belan a partir de dikenal dengan istilah KUHP (Wvs) terdapat banyak delik-delik yang memang harus diperbaharui, o meningat baha kondisi pembuatan saat itu sudah tidak é de importância significativa para você. Dalam penegakan hukum pidana akan timbul sebuah pertanyaan yang significan, yaitu “apakah sama penegakan tersebut dengan menegakkan hukum pidana positif (yang dimaksudkan adalah KUHP dan UU khusus saja)?”. Dalam hal ini, sebagai statu sistem pembangunan kebijakan nasional, bahwa hal tersebut termasuk dalam penegakan hukum nasional sehingga apa yang menjadi pertanyaan adalah termasuk di dalamnya.
Ada drinkingapa to permasalahan peruran perundang-undangan yang mengacu pada kebijakan penegakan hukum nasi demi tegaknya hukum pidana, yaitu:
Pasal 18 (2) UUD '45 bahwa “negara mengakui masyarakat, hukum adat dan hak hak tradisionalnya”. Pasal 24 (1) UUD '45, bahwa: “kekuasaan kehakiman yaitu menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan”. Pasal 28 huruf D UUD '45, bahwa: “tiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil dan persamaan di hadapan hukum”. Pasal 3 (2) UU No. 24 Tahun 2004, bahwa: “peradilan negara menegakan hukum e keadilan yang berdasarkan Pancasila”. Pasal 4 (1) UU No. 24 Tahun 2004, bahwa: “peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pasal 25 (1) UU No. 24 Tahun 2004, bahwa: “putusan pengadilan harus memuat pasal-pasal tertentu perundang-undangan atau sumba hukum tidak tertulis”. Pasal 28 (1) UU No. 24 Tahun 2004, bahwa: “hakim wajib menggali dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hleup dalam masyarakat”.
Dar uma oportunidade para fazer a diferença entre as datas, a data da mengerti e o tempo de espera para a obtenção de uma nova dose de cocaína na Indonésia. Bahwa sumber hukum yang ada dan diterapkan oleh bangsa ini adalah hukum yang bersifat normatif atau tertulis dan hukum yang tidak tertulis, hukum yang tidak tertulis inilah adalah hukum yang bersumber dari nilai-nilai atau norma yang hídup di lingkungan masyarakat, seperti halnya; hukum adat istiadat, hukum agama, dan norma aturan kesepakatan lainnya. Se você conhece alguém, então o Prof. Soetandyo Wignjosoebroto bahwa hukum temsebut adalah kesepakatan bagi yang melaksanakan.
Kita tahu bahwa KUHP yang digunakan saat ini adalah produk dari pemerintah colonial Belanda, para adu sebuah pertanyaan yang krusial dalam hal ini, yaitu apakah sama penegakan hukum de zaman Belanda dengan estela Indonésia merdeka? Jika dikaji secara bersama, memang ada kesamaan pola penerapan hukum saat masa kepemimpinan coloniais pemerintah Belanda dengan saat Indonésia sudah merdeka. Você pode ter o seu nome mais adequado, em menos de um mínimo, Avaliações legal, como legalmente direito aderir statu asas yang menjadi pedomano penerapan hukum yaitu terdapat dalam pasal 1. Pasal 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Fotos Belanda menerapkan asas legals, sedangkan dalam KUHP kita saat ini pun menagdopsi hal yang sama, yaitu dalam pasal 1 pula. O Ketentuan inilá, você também pode gostar legalitas, yaitu adanya statu kepastian hukum. Seiring berjalan e berkembangnya waktu, pemerintah Indonésia lebih menekankan atau menjelaskan lagi penerapan asas legalitse tersebut dalam undang-undang atau aturan lainnya, yaitu terdapat dalam Pasal 28 huruf D UUD 1945 yaitu menekankan “kepastian hukum yang adil”. Ditambah lagi dengan tercantumnya kepastian hukum dalam undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang tata urut perundang-undangan yaitu “ hakim wajib menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ”. Untuk itu, jelaslah bahwa ada kesamaan penerapan asas legalitas atau kepastian hukum yang diterapkan oleh zaman pemerintah colonial Belanda dengan zaman saat Indonesia sudah merdeka.
Pembaharuan Substancial (pembaharuan hukum pidana material/substantif)
Pembaharuan sistem hukum pidana atau dikenal dengan istilah asingnya penal system reform adalah statu pembaharuan yang berisikan dari tiga hal, yaitu substansial hukum ( criminal substance reform ), budaya hukum ( criminal science reform ) dan struktur hukum ( criminal structure reform ) itu sendiri. Perubahan inilah yang nantinya akan menjadi pedoman atau panduan dalam perencanaan pembuatan aturan hukum lainnya yang berada di luar KUHP. KUHP merupakan suatu panduan bagi perundang-undangan yang bersifat khusus lainnya, walaupun ada sebagian aturan lainnya tetapi KUHP adalah acuan dari lainnya karena apa yang merupakan penegakan hukum adalah bagian dari penegakan hukum nasional, dan hal tersebut merupakan bagian dari sistem kebijakan nasonal sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.
Dalam pembaharuan hukum pidana yang substancial, maka perlu ruang lingkup pembahasan tersendiri. Hal ini dikarenakan bahwa pengakjian tidak melabar dari pokok permasalahan, ruang yang dimaksudkan adalah ruang pembaharuan hukum pidana material atau substantif. Dalam pembaharuan hukum pidana material atau substantif ini terdapat dua hal yang perlu dikaji, yaitu pembaharuan hukum pidana positif ( ius contitutum ) dan pembaharuan hukum yang akan datang ( ius contituendum ). Pembaharuan hukum pidana positif artinya adalah pembaharuan hukum pidana yang berlaku saat ini, seperti contohnya adalah KUHP dan UU khusus di luar KUHP. Sedangkan untuk pembaharuan hukum yang akan datang adalah dengan menciptakan KUHP baru dan tidak menggunakan KUHP (wvs) yang lama.
Pembaharuan KUHP disini ada dua hal yang perlu dikaji, yaitu pembaharuan secara parsial dan pembaharuan total. Pembaharuan secara parsial disini yang dimaksud adalah penyesuaian KUHP (Wvs) dengan perkembangan dan kondisi negara Indonesia estela kemerdekaan. Walaupun pada kenyataannya hal tersebut sudah dilakukan sejal dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1946 hingga saat ini. Untuk pembaharuan secara total adalah proses pembaharuan yang bersifat merubah atau mengganti secara menyeluruh KUHP (Wvs) menjadi KUHP Nasional. Hal tersebut sudah dilakukan sejak dirintisnya pemikiran dan pembicaraan serta menyiapkan konsep rancangan KUHP konsep pertama tahun 1964 hingga sekarang.
Proses pembaharuan parsial KUHP (Wvs) telah pernah dilakukan sejak dikeluarkannya UU No. 1946 dalam pasal VIII yang menyatakan bahwa “ mengubah nama Wvs voor Ne, Indie ” menjadi “ Wvs ” dan disebut dengan nama KUHP. Selain itu dengan menghapuskan pasal 94 Bab IX Buku I KUHP tentang pengertian istilah “Kapal Belanda” ( Nederlandsche schepen ). Tidak itu saja, hal lain yang dilakukan adalah mengubah dan mencabut beberapa pasal atau aturan dalam Buku II (kejahatan) KUHP yang disesuaikan dengan kepentingan pemerintah Indonesia saat itu. Setelah proses tersebut dilanjutkan kembali kepada penetapan UU No. 20 Tahun 1946 dalam pasal 1 yang menambha pidana pokok baru dalam pasal 10 sub a KUHP dengan pidana tutupan. Kemudian terbit pula UU No. 8 Tahun 1951 yang menetapkan untuk menambah pasal 512a dalam KUHP yaitu berisi tentang menjalankan pekerjaan-pekerjaan dokter atau dokter gigi tanpa surat izin. UU No. 73 tahun 1958 dalam pasal II menambahkan pasal 52a KUHP yaitu berisi tentang pemberatan pidana karena melakukan kejahatan dengan menggunakan bendera kebangsaan, menambahkan pasal 142a yaitu tentang menodai bendera kebangsaan negara sahabat, menambahkan pasal 154a yaitu tentang menodai bendera kebangsaan dan lambang negara RI.
Aturan lain yang ditambahkan atau dimasukkan ke dalam KUHP yang dilakukan perubahan secara parsial adalah UU No. 1 Tahun 1960 yang menetapkan bahwa merubah ancaman pidana untuk delik-delik culpa dalam pasal 188, 359 dan 360 KUHP menjadi maksimum lima tahun penjara atau satu tahun kurungan. UU No. 16 Prp 1960 merubah kata “ vijf en twintig gulden ” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407:1 menjadi Rp. 250,-. UU No. 18 Prp 1960 melipatgandakan 15 kali denda dalam KUHP dan ketentuan lainnya sebelum tanggal 17 agustus 1945 dan dibaca dalam rupiah. UU No. 1 Pnps 1965 yang memasukkan pasal 156a tentang delik agama, sedangkan untuk UU No. 7 tahun 1974 merubah encaman pidana delik perjudian dalam pasal 303 dan pasal 542, perubahannya adalah merubah debutan pasal 542 menjadi pasal 303 bis.
Perician perubahan lainnya adalah:
UU No. 4 Tahun 1976 mengubah pasal 3 KUHP (perluasan asas teritorial ke pesawat udara dan pasal 4 IV KUHP yaitu perluasa asas universal kebeberapa kejahatan penerbangan. Tidak itu saja, menambahkan pasal 95a tentang pengertian pesawat udara Indonesia , pasal 95b tentang pengertian dalam penerbangan dan pasal 95c pengertian dalam dinas, serta Bab XXIX A pasal 479 a s/d r tentang kejahatan penerbangan. UU No. 3 Tahun 1997 pasal 67 menyatakan tentang tidak berlakunya kembali pasal 45, 46 dan 47 KUHP. UU No. 27 Tahun 1999 menambahkan pasal 107a s/d f KUHP UU No. 20 Tahun 2001 pada pasal 43b yang menyatakan bahwa tidak berlakunya pasal 209, 210, 387, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 KUHP.
Dari pengkajian di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, kesimpulan tersebut adalah bahwa aturan umum Buku I Kuhp tidak mengalami perubahan yang mendasar, hal tersebut dikarenakan asas-asas atau prinsip umum ( general principle ) hukum pidana dan pemidanaan yang ada dalam KUHP masih seperti Wvs Hindia Belanda. Tidak itu saja, masih sangat relevannya pernyataan 40 tahun yang lalu dari tim Penyusun Konsep Pertama Buku I KUHP baru tahun 1964 yang menyatakan di dalam “ penjelasan umum ”nya bahwa walaupun UU No. 1 Tahun 1946 telah berusaha untuk disesuaikan dengan suasana kemerdekaan, namun pada hakekatnya asas-asas dan dasar-dasar tata hukum pidana dan hukum pidana itu sendiri masih tetap dilandaskan pada ilmu hukum pidana dan praktek hukum pidana kolonial. Pada hakekatnya asas-asas dan dasar-dasar tata hukum pidana dan hukum pidana colonial masih tetap bertahan dengan selimut dan wajah negara Indonesia.
Proses penambahan yang dilakukan secara parcial pun hanya sebatas menambahkan huruf pada bagian pasal pokoknya saja, hal tersebut dapat diidentifikasikan dengan adanya penambahan huruf di belakang pasal yang ditambahkan. Sedangkan pencabutan terhadap pasal-pasal tertentu sifatnya hanya berdasarkan pada relevan atau tidaknya aturan tersebut jika masih diterapkan, hal ini sifatnya hanya penyesuaian saja. Hingga sekarang walaupun sudah ada beberapa konsep KUHP nasional yang baru tetapi kajian atau konsep tersebut masih menjadi suatu “pembahasan” yang alot dan berat di lingkungan para legislatif Indonesia. Sampai kapan pengkajian itu masih berlangsung? Kita akan lihat hasilnya….
Allah menciptakan keseimbangan di alam ini dalam firman-Nya:
”Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak dapat melihat ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. Al Mulk 67;3)
”Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang”. (QS. Al Lafithaar; 82;7)
”Improvement of the criminal law should be a permanent ongoing enterprise and detained records should be kept”.
Navigasi pos.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan.
Oi, isto é um comentário.
Para excluir um comentário, faça o login e veja as postagens & # 8217; comentários, lá você terá a opção de editá-los ou excluí-los.

Catatan Afandi.
tulis saja apapun komentar Anda!…
Pasar Modal Dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Oleh: Ratu Ayu Rahmi.
Aktifitas pasar modal di Indonesia dimulai sejak tahun 1912 di Jakarta. Efek yang diperdagangkan pada saat itu adalah saham milik perusahaan orang Belanda dan obligasi yang diperdagangkan adalah obligasi milik pemerintah Hindia Belanda. Aktifitas pasar modal ini berhenti ketika terjadi perang dunia kedua. Ketika Indonesia merdeka, pemerintah menerbitkan obligasi pada tahun 1950. Pengaktifan pasar modal di Jakarta ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat tentang bursa nomor 13 tahun 1951 yang kemudian ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952 yang berkaitan dengan pasar modal.
Pasar modal (capital market) harus dibedakan dengan pasar uang (money market). Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai insturumen keuangan jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri sedangkan pasar uang (money market) pada sisi yang lain merupakan pasar surat berharga jangka pendek. Baik pasar modal maupun pasar uang merupakan bagian dari pasar keuangan (financial market). Selain dari itu, di pasar modal diperjualbelikan instrumen keuangan seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konventibel dari berbagai produk turunan (derivatif) seperti obsi (pur or call), sedangkan pasar uang yang diperjualbelikan antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SPBU), Commercial Paper Notes, Call Money, Repurchase Agreement, Banker’s Acceptence, Treasury bills, dan sebagainya.
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal dijelaskan lebih spesifik sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal memberikan peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal memberikan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan berfungsi ekonomi karena pada pasar modal disediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana ( investor) dan pihak yang memerlukan dana ( issuer). Dengan adanya pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar masyarakat melalui penjualan Efek Saham melelaui prosedur IPO atau efek utang (obligasi). Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik yang dipilih. Jadi diharapkan dengan adanya pasar modal, aktivitas perekonomian akan meningkat karena pasar modal itu merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat meningkatkan pendapatan perusahaan yang pada akhirnya memberikan kemakmuran bagi masyarakat.
Pemikiran untuk mendirikan pasar modal syari’ah dimulai sejak munculnya insturumen pasar modal yang menggunakan prinsip syari’ah yang berbentuk reksadana syari’ah. Usaha ini baru bisa terlaksana pada tanggal 14 Maret 2003 dengan dibuka secara resmi pasar modal Syari’ah oleh Menteri Keuangan Boediono dan didampingi oleh Ketua Bapepam Herwidayatmo, wakil dari Majelis Ulama Indonesia dan wakil dari Dewan Syari’ah Nasional serta Direksi SRO, Direksi Perusahaan Efek, pengurus organisasi pelaku dan asosiasi profesi di pasar Indonesia. Peresmian pasar modal syari’ah ini menjadi sangat penting sebab Bapepam menetapkan pasar modal syari’ah dijadikan prioritas kerja lima tahun ke depan sebagaimana dituangkan dalam Master Plan Pasar Modal Indonesia tahun 2005-2009. Dengan program ini pengembangan Pasar Modal Syari’ah memiliki arah yang jelas dan semakin membaik.
Ada beberepa alasan yang mendasari pentingnya keberadaan sebuah pasar modal yang berbasis Islam, yakni[1] pertama : Harta yang melimpah jika tidak diinvestasikan pada tempat yang tepat sangat disayangkan . Selama ini harta yang melimpah banyak diinvestasikan di negara-negara non Muslim, kedua: fuqaha dan pakar ekonomi Islam telah mampu membuat surat-surat berharga yang berlandaskan Islam sebagai alternatif bagi surat-surat berharga yang beredar dan tidak sesuai dengan hukum Islam , ketiga : melindungi para penguasa dan pebisnis Muslim dari ulah para spekulan ketika melakukan investasi atau pembiayaan pada surat-surat berharga, keempat : memberikan tempat bagi lembaga keuangan Islam dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teknik perdagangan. Sekaligus melakukan aktivitas yang sesuai dengan syari’ah.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pada tanggal 4 Oktober 2003 Dewan Syari’ah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari’ah di bidang Pasar Modal. Fatwa ini dikeluarkan mengingat Pasar Modal di Indonesia telah lama berlangsung dan perlu mendapat kajian dan perspektif hukum Islam. Beberapa dasar hukum atas pelaksanaan pasar modal ini harus sesuai dengan QS An-Nisa’ ayat 29, Al–Maidah ayat 1 dan Al-Jumu’ah ayat 10 serta beberapa hadist Rasulullah saw.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal menyebutkan ada beberapa lembaga yang terkait dengan operasional pasar modal di Indonesia, diantaranya:
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 503/KMK.01/1997 disebutkan bahwa Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) melaksanakan tugas di bidang pembinaan dan pengawasan kegiatan pasar modal yang berada di bawah pertanggungjawaban langsung kepada Menteri Keuangan dan dipimpin oleh seorang Ketua.
Yang dimaksud dengan Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Berdasarkan ketentuan ini, dapat diketahui bahwa bursa efek adalah lembaga atau perusahaan yang menyelenggarakan atau menyediakan fasilitas sistem pasar untuk mempertemukan penawaran jual beli efek antara berbagai perusahaan atau perorangan yang terlibat dalam tujuan memperdagangkan efek perusahaan-perusahaan yang telah tercatat di bursa efek.
Di Indonesia pada awalnya terdapat dua bursa efek yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang pada tahun 2008 diunifikasikan menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terletak di Jakarta. Yang menjadi pemegang saham bursa efek adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai perantara pedagang efek.
Yang dimaksud dengan perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek dan atau manejer investasi.
Penjamin emisi, yakni perusahaan sekuritas yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten tersebut. Dalam kontrak ini pihak penjamin emisi dapat memilih dua bentuk penjaminan yaitu, bentuk offert (penjamin emisi hanya menjual sebatas yang laku saja), dan full commitment (penjamin emisi menjamin penjualan seluruh saham yang ditawarkan, bila ada yang tidak terjual, maka penjamin emisi harus membelinya). Perantara pedagang efek, yakni perantara pedagang efek (disebut juga broker), istilah ini mengandung dua makna, pertama: perantara dalam jual beli efek, karena investor tidak melakukan kegiatan jual beli secara langsung tanpa melalui perantara atau broker ini, kedua: pedagang efek, disamping bertindak sebagai perantara, maka perusahaan efek juga dapat melakukan aktivitas jual beli saham untuk kepentingan perusahaan efek tersebut. Perusahaan efek dapat dibedakan menjadi (1) Perusahaan Efek Nasioanal, perusahaan yang seluruh efek sahamnya dimiliki orang perseorangan warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. (2) Perusahaan Efek Patungan (joint venture), perusahaan efek yang sahamnya dimilki orang perseorangan warga Indonesia, badan hukum Indonesia atau badan hukum asing yang bergerak dibidang keuangan. Manejer investasi, adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portpolio efek untuk para nasabah atau pengelola portpolio kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di pasar modal. Dana nasabah yang terkumpul itu kemudian diinvestasikan pada macam-macam jenis efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivative dari efek. Lembaga Kliring dan Penjamin (LKP)
Lembaga ini terdiri dari dua macam yaitu lembaga penunjang dan lembaga profesi penunjang terdiri dari beberapa macam lembaga , yakni:
Biro administrasi efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek. Bank Kustodian, adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak lain-lain, menyelasaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Wali Amanat, adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang, dan seluruh kepentingan pemegang obligasi. Selain dari itu, wali amanat juga berperan sebagai peminpin dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO). Kewajiban utama wali amanat mewakili para pemegang obligasi dan surat utang, baik di dalam maupun di luar pengadilan mengenai pelaksanaan hak-hak pemegang obligasi atau sekuritas utang sesuai dengan syarat-syarat emisi, kontrak perwaliamanatan atau berdasarkan perundang-undangan yang berlaku Penasehat investasi adalah pihak yang memberikan nasehat kepada, pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa. Untuk perorangan disebut dengan wali manejer invstasi. Pemeringkat efek, yaitu perusahaan swasta yang melakukan peringkat/rangking atas efek yang bersifat utang (seperti obligasi). Tujuan dari peringkatan ini adalah untuk memberikan pendapat mengenai resiko suatau efek utang.
Selain dari hal tersebut di atas, dalam lembaga kliring dan penjamin, juga terdapat pembagian yang disebut dengan profesi penunjang. Lembaga penunjang ini terdiri dari:
Akuntan. Dalam suatu penawaran umum, akuntan mempunyai tugas utama untuk melaksanakan audit atas laporan keuangan emiten menurut standar audit dan laporan keuangan emiten menurut standar audit yang ditetapkan oleh IAI (Ikatan AKutansi Indonesia). Audit ini diperlukan untuk mendapatkan suatu kelayakan bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari segala masalah akuntan dalam hal ini bertanggung jawab penuh atas pendapat yang diberikan terhadap laporan yang diambil. Konsultan Hukum, dalam suatu penawaran umum, konsultan hukum bertugas untuk memberikan opini dari segi hukum. Konsultan hukum ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas fakta hukum yang ada mengenai emiten. Penilai. Penilai berperan untuk menentukan nilai wajar aktiva perusahaan bersangkutan. Notaris. Dalam emisi saham, notaris berperan dalam membuat akta perubahan anggaran dasar emiten dan apabila diinginkan oleh para pihak, notaris juga berperan dalam pembuatan perjanjian penjamin emisi efek dan perjanjian dengan agen penjual[2]. Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian.
Lembaga ini adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek dan pihak lain. Ada dua macam lembaga ini yaitu perusahaan emiten reksadana.
Perusahaan emiten, adalah pihak yang melakukan kegiatan penawaran umum. Jadi emiten ini mengacu kepada kegiatan yang dilakukan perusahaan yang menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat investor melalui penawaran umum pada pasar perdana. Saham yang telah dijual kepada investor akan diperjualbelikan kembali antara investor melalui Bursa Efek. Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memilki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung atas resiko investasi mereka. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal dan mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, tetapi pemilik modal hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain dari itu reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal[3].
Tabel Struktur Pasar.
Penawaran umum[4] atau go publik adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go publik) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya. Penawaran meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Periode pasar perdana yaitu ketika efek ditawarkan kepada pemodal dan penjamin emisi melalui para agen penjual yang ditunjuk. Penjatahan saham yaitu pengelokasian efek pesanan para pemodal sesuai dengan jumlah efek yang tersedia. Pencatatan efek di bursa, yaitu saat efek tersebut mulai diperdagangkan di Bursa.
Adapun tahapan-tahapan dalam penawaran umum adalah:
Sebelum emisi, yaitu berisi persiapan-persiapan yang dilakukan untuk memenuhi persyaratan penawarann umum. Tahapan emisi, yaitu masa dimana dilakukan penawaran umum hingga saham-saham yang telah ditawarkan dicatat di Bursa Efek. Tahapan sesudah emisi, yaitu tahapan pelaporan sebagai konsekuensi atas penawaran umum tersebut.
Tahapan penawaran umum tersebut selanjutnya dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:
Sebelum Emisi ==> Emisi ==> Setelah Emisi.
Konfirmasi sebagai agen penjual oleh penjamin.
Kontrak pendahuluan dengan bursa efek.
Expose sebatas di BAPEPAM.
Tanggapan atas:- Kelengkapan dokumen.
& # 8211; Kecukupan dan kejelasan informasi.
& # 8211; Keterbukaan (aspek hokum, akutansi, keuangan dan manajemen.
Komentar tertulis dalam waktu 45 hari.
Pernyataan pendaftaran yang efektif.
Penjatahan KepadaOleh sindikasiPenjaminEmisi dan emitenDistribusi efek kepada pemodal secara elektronik.
2. Laporan kejadian penting dan relevan misalnya akuisisi pergantian direksi.
Sebagaimana yang telah diuraikan terdahulu bahwa ada perbedaan yang jelas antara pasar modal dengan pasar uang dalam dunia investasi. Yang dimaksud dengan pasar modal adalah semua kegiatan yang bersangkutan dengan perdagangan surat-surat berharga yang telah ditawarkan kepada publik yang akan/ telah diterbitkan oleh emiten sehubungan dengan penanaman modal atau peminjam uang dalam jangka menengah/panjang termasuk instrumen derivatifnya. Sedangkan pasar uang pada sisi yang lain merupakan pasar surat berharga jangka pendek seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SPBU), Commercial Paper Notes (CPN) dan sebagainya.
Dari pengertian di atas tersebut dapat diketahui bahwa pasar modal syari’ah adalah pasar modal yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syari’ah, setiap transaksi surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. Sedangkan pasar uang syari’ah adalah pasar yang dimana diperdagangkan surat berharga yang diterbitkan sehubungan dengan penempatan atau peminjaman uang dalam jangka pendek dan me manage likuiditas secara efesien, dapat memberikan keuntungan dan sesuai dengan syari’ah. Dana ini bisa dimiliki masyarakat yang hanya ingin menanamkan modalnya dalam jangka pendek serta lembaga keuangan lainnya yang memiliki kelebihan likuiditas sementara yang bersifat jangka pendek, bukan jangka panjang.
Pertama kali lembaga keuangan yang concern didalam mengoperasionalkan portfolio syari’ah di pasar modal adalah Amanah Income Fund yang didirikan pada bulan Juni 1986 oleh para anggota The North American Islamic Trust yang bermarkas di Indiana, Amerika Serikat. Tidak lama kemudian wacana membangun pasar modal yang berbasis syari’ah disambut dengan antusias oleh para pakar ekonomi Muslim di Kawasan Timur Tengah, Eropa, Asia, dan juga wilayah AS yang lain. Beberapa negara yang pro aktif dalam menyambut kedatangan para investor muslim maupun investor yang ingin memanfaatkan pasar modal yang berprinsip syari’ah adalah Bahrain Stock di Bahrain, Amman Financial Market di Amman, Muscat Securities Kuwait Stock Exchange di Kuwait dan KL Stock Exchange di Kuala Lumpur Malaysia[5].
Pasar syari’ah tidak hanya berkembang di negara-negara yang mayoritas muslim, tetapi berkembang juga di negara-negara sekuler yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Bursa Efek dunia New York Stock Exchange meluncurkan produk yang bernama Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) pada bulan Februari 1999. Untuk menjaga agar investasi yang dilakukan oleh pasar modal syari’ah ini aman dari hal-hal yang bertentangan dengan prinsip syari’ah, maka dibentuklah Dewan Pengawas Syari’ah yang disebut dengan nama Syari’ah Supervisory Board. Perkembangan lembaga keuangan syari’ah dalam bentuk investasi di Pasar Modal Syari’ah di berbagai negara disambut baik oleh para pakar ekonomi muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang ditandai dengan Jakarta Islamic Indeks pada tahun 2000. Demikian juga pasar uang yang berbasis syari’ah, di Malayisa dan Sudan sudah mulai dioperasikannnya pasar modal. Segala macam surat berharga dengan prinsip syari’ah dan tidak boleh adanya praktek investasi yang bersifat penipuan, kezaliman, unsur riba, insider trading, window dressing dan segala transaksi yang tidak jujur lainnya. Negara Yordania juga sudah menerapkan pasar uang syari’ah dengan mengeluarkan Mutual Loan Bonds (MLB) untuk membiayai segala kegiatan pemerintah. IDB juga menerbitkan Trusts Invesment Units Funds dan Islamic Bank Portfolio for Trade Finance. Dalam pasar uang syari’ah di Indonesia dikenal dengan Pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip Syari’ah (PUAS). Sedangkan piranti yang dipergunakan dalam pasar uang syari’ah ini adalah dalam bentuk Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Dalam rangka merespon segala hal yang berhubungan dengan investasi syari’ah sebagai akibat pesatnya perkembangan ekonomi syari’ah di seluruh dunia, di Jakarta dibentuk Jakarta Islamic Index (JII) yang dikeluarkan oleh PT Bursa Efek Jakarta pada tanggal 3 Juli 2000. Perusahaan-perusahaan (emiten) yang kegiatan utamanya tidak sesuai dengan syari’ah maka akan dikeluarkan dari kelompok JII. Bagi perusahaan yang telah didaftar di JII paling tidak perusahaan tersebut telah memenuhi filter dari prinsip-prinsip syari’ah dan sudah terpenuhi kriteria untuk indeks yang telah ditetapkan. Sedangkan tolak ukur filter syari’ah adalah usaha emiten bukan usaha perjudian, tidak menggunakan unsur ribawi sebagaimana dalam investasi konvensional, bukan emiten yang mendistribusikan dan memproduksi barang-barang haram, atau barang-barang yang merusak moral bangsa.
Prinsip Pasar Modal Syari’ah[6]
2. Larangan terhadap informasi yang menyesatkan.
Dilihat dari sisi syari’ah Islam, pasar modal adalah salah satu produk muamalah. Transaksi di dalam pasar modal menurut syari’ah tidak dilarang (dibolehkan) sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syari’ah Islam. Diantara yang dilarang oleh syari’ah Islam dalam melakukan transaksi bisnis adalah transaksi yang mengandung riba sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 yang menyatakan bahwa Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Oleh karena itu semua transaksi di pasar modal yang terdapat di dalamnya unsur riba maka transaksi itu dilarang.
Syari’ah Islam juga melarang transaksi yang di dalamnya terdapat spekulasi dan mengandung gharar atau ketidakjelasan yaitu transaksi yang di dalamnya dimungkinkan terjadi penipuan, karena itu gharar termasuk dalam pengertian memakan harta orang lain secara batil atau tidak sah. Termasuk dalam pengertian ini adalah penawaran palsu, karena itu Rasulullah saw melarang transaksi yang dilakukan melalui penawaran palsu. Demikian juga transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling) atau bai’un malaisa bimamluk, demikian juga transaksi atas segala sesuatu yang belum jelas. Juga transaksi yang dilarang adalah transaksi yang didapatkan melalui informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam bentuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena investasi di pasar modal tidak selalu sesuai dengan ketentuan syari’ah Islam, maka berinvestasi di pasar modal harus dilakukan dengan sangat selektif dan dengan sangat hati-hati, sehingga tidak masuk dalam investasi yang bertentangan dengan syari’ah[7].
Menurut Pontjowinoto[8] ada beberapa prinsip dasar transaksi menurut syari’ah dalam melaksanakan investasi keuangan, yakni:
Transaksi dilakukan hendaknya atas harta yang memberikan nilai manfaat dan menghindari setiap transaksi yang dzalim. Setiap transaksi yang memberikan manfaat akan dilakukan bagi hasil atau hasil usaha. Uang sebagai alat pertukaran, bukan komoditas perdagangan dimana fungsinya adalah sebagai alat pertukaan nilai yang menggambarkan daya beli suatu barang atau harta. Sedangkan manfaat atau keuntungan yang ditimbulkannya berdasarkan atas pemakaiaan barang atau harta yang telah dibeli dengan uang tersebut. Setiap transaksi harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau unsur penipuan disalah satu pihak, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Diharamkan prakter insider trading. Resiko yang mungkin timbul harus dikelola secara hati-hati, sehingga tidak menimbulkan resiko yang lebih besar atau melebihi kemampuan menanggung resiko (maysir), Transaksi dalam syari’ah Islam yang mengharapkan hasil, setiap pelaku harus bersedia menanggung resiko. Manajemen yang diharapkan adalah manajemen Islami yang tidak mengandung unsur spekulatif dan menghormati hak asasi manusia serta menjaga lestarinya lingkungan hidup.
Melihat kriteria investasi yang dikemukakan di atas, maka dapat dketahui bahwa tidak semua orang atau perusahaan dapat berinvestasi di pasar uang atau pasar modal syari’ah. Transaksi investasi baru dapat dilaksanakan kalau kriteria sebagaimana tersebut di atas dapat dipenuhi. Kriteria yang dikemukakan oleh fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) untuk melaksanakan investasi syari’ah sebagai berikut: pertama: perusahaan yang bergerak dalam bidang industri yang halal, tidak dibenarkan perusahaan yang bergerak dalam industri yang memproduksi alkohol, jasa keuangan ribawi, judi, perusahaan senjata gelap, pornografi dan sebagainya. Kedua: perusahaan yang mendapatkan dana pembiayaan atau sumber dananya dari utang tidak lebih dari 30% dari rasio modalnya, ketiga: pendapatan bunga yang diperoleh perusahaan tidak lebih dari 15 %, keempat : perusahaan yang memiliki aktiva kas atau piutang yang jumlah piutang dagangnya atau total piutangnya tidak lebih dari 50%.
Pada mulanya fatwa DSN ini disambut dengan penuh ragu oleh perusahaan investasi. Perusahaan yang pertamakali memperaktekkan kriteria DSN adalah Dewan Syari’ah Jones Islamic Index. Perusahaan ini meyakinkan para investor Islam bahwa beberapa kegiatan perusahaannya telah bebas dari unsur ribawi atau hal-hal yang bertentangan denga syari’ah. Kriteria DSN yang dipraktekkan oleh perusahaan ini tidak luput dari serangan kritik pengamat ekonomi Islam yang berpendirian bahwa Islam tidak dapat mentolelir bunga jenis apapun dan dengan alasan apapun. Meskipun demikian, usaha yang dilakukan oleh perusahaan ini disambut baik oleh lembaga keuangan Islam, perusahaan non Islami dan individu-individu yang menginginkan kerjasama atau investasi yang dikelola secara syari’ah. Diharapkan, dalam kurun waktu mendatang dapat menghapus semua praktek bisnis yang tidak Islami.
Tabel Saham yang Masuk Indeks Syari’ah.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa instrumen yan diperdagangkan adalah surat pengakuan utang dan surat berharga komersial seperti saham, obligasi, right, warrant, option dsb. Demikian juga yang berlaku di pasar modal syari’ah, tetapi instrumen tersebut sudah disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah, terutama prinsip bagi hasil.
Instrumen pasar modal syari’ah dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu pertama: sekuritas asset/proyek aset (asset securitisation) yang merupakan bukti penyertaan, baik dalam bentuk penyertaan musyarakah (management share). Penyertaan musyarakah adalah yang mewakili modal tetap (fixed capital) dengan hak pengelola, mengawasi manajemen dan hak suara dalam mengambil keputusan. Sedangkan penyertaan mudharabah (participation share) adalah mewakili modal kerja dengan hak atas modal dan keuangan tersebut, tetapi tanpa hak suara, hak pengawasan atau hak pengelolaan, k edua: sekuritas hutang (debt securation) atau penerbitan surat utang yang timbul atas transaksi jual beli atau merupakan sumber pendanaan bagi perusahaan, ketiga: sekuritas modal, sekuritas ini merupakan emisi surat berharga oleh perusahaan emiten yang telah terdaftar dalam pasar modal syari’ah dalam bentuk saham. Sekuritas modal ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki secara terbatas (non go publik) dengan mengeluarkan saham atau membeli saham.
Sehubungan dengan hal di atas, maka efek-efek yang diperdagangkan dalam pasar modal syari’ah hanya yang memenuhi kriteria syari’ah seperti saham syari’ah, obligasi syari’ah, dan reksadana syari’ah. Untuk menghasilkan instrument yang benar-benar sesuai dengan syari’ah, telah dilakukan upaya-upaya rekonstruksi terhadap surat berharga, diantaranya, pertama: penghapusan bunga yang tetap dan mengalihkannya ke surat investasi yang ikut serta daam keuntungan dan dalam kerugian serta tunduk pada kaidah al-ghummu bi al-ghumm(keuntungan/penghasilan itu berimbang dengan kerugian yang ditanggung), kedua: penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunganya sehingga menjadi seperti saham biasa, ketiga: pengalihan obligasi ke saham biasa. Berdasarkan ketentuan, maka diterbitkanlah instrumen pasar modal syari’ah dengan prinsip muqaradah/mudharab funds dan muraqadhah/mudharabah bonds (obligasi muqaradah/mudharabah)..
Adapun instrumen yang diharamkan dalam pasar modal syari’ah sebagai berikut:
1. Preffered Stock (saham istimewa).
Saham istimewa adalah saham yang memberikan hak lebih besar daripada saham biasa dalam dividen pada waktu perseroan dilikuidasi. Karakteristik saham preference : (a) hak utama atas dividen; (b) hak utama atas aktiva; (c) penghasilan tetap; (d) jangka waktu tidak terbatas, dan (e) tidak punya hak suara.
Alasan diharamkannya saham ini karena[9]:
Adanya keuntungan yang bersifat tetap (pre-determined revenue), hal ini masuk dalam kategori riba. Pemilik saham prefence diperlakukan secara istimewa terutama pada saat likuiditasi, hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan.
2. Forward Contract.
Forward contract merupakan salah satu jenis transaksi yang diharamkan karena bertentangan dengan syari’ah. Forward contract merupakan bentuk jual beli hutang (dayn bi dayn/ debt to debt) yang di dalamnya terdapat unsur riba, sedangkan transaksinya (jual beli) dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo.
Option merupakan transaksi yang tidak disertai dengan underlying asset atau real asset, atau dengan kata lain objek yang ditransaksikan tidak dimiliki oleh penjual. Option termasuk dalam kategori gharar (penipuan/spekulasi) dan maysir (judi). Tetapi jika transaksi option merupakan representasi dari nilai intangible asset, maka dianggap sebagai nilai dari real asset dan dapat dibenarkan menurut syari’ah.
Karakteristik transaksi option adalah:
Akad yang terjadi pada hak memilih saja dan objeknya bukan surat berharga. Pada umumnya kesepakatan jual beli tersebut tidak terlaksana, tapi diselesaikan dengan perolehan pembeli atas optionnya atau penjual atas perbedaan harga. Transaksinya disertai spekulasi atas naiknya harga pada keadaan ia membeli dan spekulasi atas turunnya harga pada saat ia menjual Berlangsungnya peredaran hak memilih/transaksi option kembali dengan mencakup muamalah formalitas. Orang yang menjual surat berharga umumnya tidak memiliki barang tersebut pada waktu akad.
VII. Perkembangan Pasar Modal Syari’ah Indonesia.
Melihat perkembangan pasar Modal Syari’ah di Indonesia sampai pertengahan Juli 2007 ini menunjukkan prospek yang sangat menggembirakan. Pengukuran secara keseluruhan dengan menggunakan sharve index, kinerja saham syari’ah yang beroperasi di pasar modal syari’ah yang konsisten masih lebih baik dibandingkan dengan kinerja saham syari’ah yang tidak konsisten. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa saham-saham yang termasuk dalam kelompok JII memiliki kinerja yang lebih baik dalam hal return yang diberikan dan dari prinsip resiko relatif lebih rendah dibandingkan dengan saham-saham kelompok non JII.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kinerja pasar modal syari’ah yang selama ini cukup baik maka harus dipertahankan, sebab fungsi dan keberadaannya sangat dipelukan. Menurut Metwally[10] fungsi dari keberadaan pasar modal syari’ah yaitu pertama: memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan, kedua: memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas, ketiga: memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya, keempat: memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional, kelima: memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
Menurut Hedi Sudarsono[11] ada sejumlah kendala dalam melaksanakan pengembangan pasar modal syaria’ah antara lain: pertama: belum ada ketentuan yang menjadi ligimitasi pasar modal syari’ah dari BAPEPAM atau pemerintah misalnya undang-undang. Perkembangan keberadaan pasar modal syari’ah saat ini merupakan gambaran bagaimana legalitas yang diberikan Bapepam dan pemerintah lebih tergantung dari “permintaan” pelaku pasar yang menginginkan keberadaan pasar modal syari’ah., kedua: selama ini pasar modal syari’ah lebih populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasar modal disyari’atkan. Dimana selama ini praktek pasar modal tidak bisa dipisahkan dari riba, maysir dan gharar, bagaimana memisahkan dari ketiganya dari pasar modal ketiga: sosialisasi instrumen syari’ah di pasar modal perlu dukungan dari berbagai pihak, khususnya praktisi dan akademisi. Praktisi dapat menjelaskan keberadaan pasar modal secara pragmatis sedangkan akademisi bisa menjelaskan secara ilmiah.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Heri Sudarsono[12] juga menyebutkan beberapa strategi yang diperlukan dalam mengembangkan pasar modal syari’ah, yaitu pertama: Keluarnya Undang-Undang Pasar Modal Syari’ah sangat diperlukan guna mendukung segala investasi yang dilakukan oleh orang Islam agar tidak bercampur dengan riba, maysir dan gharar. Setidak-tidaknya perlu dipikirkan cara untuk mendorong keluarnya legitimasi dari Bapepam dan pemerintah, kedua: perlu keaktifan dari pelaku bisnis muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang Islami. Hal ini guna memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syari’ah, ketiga: diperlukan rencana jangka pendek maupun jangka panjang oleh Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syari’ah dalam pasar modal. Sekaligus merencanakan keberadaan pasar modal syari’ah di tanah air, keempat: diperlukan kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syari’ah.
Transaksi produk maupun industri pasar modal dan pasar uang syari’ah relatif masih sangat baru yang beroperasi di pasar modal Indonesia. Sehingga transaksi dan produknya pun masih terbatas dan masih mencari bentuk dan legalitas dari aparat yang berwenang dan para pakar hukum Islam Indoensia. Oleh karena itu, langkah-langkah sosialisasi perlu dilakukan guna membangun pemahaman akan keberadaan pasar modal syari’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat dewasa ini. Keterlibatan para praktisi, akademisi dan ulama sangat diperlukan dalam usaha membangun pasar modal dan uang yang berbasi syari’ah.
Demikianlah beberapa hal tentang Pasar Modal Syari’ah, oleh karena kurangnya literatur dan terbatas waktu penulisan maka makalah yang sederhana ini tidak luput dari kekurangan. Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Amin yarabbal alamin.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, penerbit Ekonisa, Fak Hukum UII Yogyakarta, 2007.
Habib Nazir dkk, Ensiklopedi Ekenomi dan Perbankan Syari’ah , Kaki Langit, Cibiru Bandung, 2004.
Muhammad Firdaus dkk, Sistem Kerja Pasar Modal Syari’ah , Renaisan, Jakarta 2005.
Sofyan Syafri Harahap, Menuju Perumusan Teori Akutansi Islam, Pustaka Quantum, Jakarta, 2001.
Pontjowinoto, Investasi Keuangan Syari’ah , Makalah Seminar.
Dan beberapa dokumen lain yang ada sangkut pautnya dengan judul makalah ini.
[1] Muhammad Firdaus dkk, Sistem Kerja Pasar Modal Syari’ah , Renaisan, Jakarta 2005, hal. 12-13.
[2] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, penerbit Ekonisa, Fak Hukum UII Yogyakarta, 2007. Hal. 189-191.
[5] Sofyan Syafri Harahap, Menuju Perumusan Teori Akutansi Islam, Pustaka Quantum, Jakarta, 2001. Hal. 287-288.
[7] Habib Nazir dkk, Ensiklopedi Ekenomi dan Perbankan Syari’ah , Kaki LAngit, Cibiru BAndung, 2004.
[8] Pontjowinoto, Investasi Keuangan Syari’ah , Makalah Seminar Investasi Pasar Modal Menurut Syari’ah, Jakarta, 9 Agustus 2001.
[9] Dr. Muhammad firdaus NH, Sistem Kerja Pasar Modal Syari’ah , Renaisan, Oktober 2005.
[11] Heri Sudarsono, Opcit, hal. 196-197.
[12] Ibid, hal. 211-212.
Sukai ini:
Navigasi pos.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan.
The other day, while I was at work, my sister stole my iphone.
and tested to see if it can survive a twenty five foot drop, just so she can be a youtube sensation. My iPad.
is now broken and she has 83 views. I know this is totally off topic but I had.
to share it with someone!
Olá! Would you mind if I share your.
blog with my myspace group? There’s a lot of people that.
I think would really enjoy your content.
Please tell me. Obrigado.
Bom post. I learn something totally new and challenging on websites I stumbleupon everyday.
It’s always exciting to read articles from other authors and use a little something from.
You’ve really written a very good quality article here.
Muito obrigado por compartilhar.
I have been browsing online more than 4 hours today, yet I never found.
any interesting article like yours. It’s pretty worth enough for me. In my view, if all site owners and bloggers made good content as you did, the web will be a lot more useful than ever before.
Nice artikel ndi…
Buat yg di atas, jual-beli tidak riil dalam artian apa nih . karena online kah . kalo gitu ga boleh dunc jual beli online 😀
Kalo menurut gw, itu hanya jual beli kepemilikan modal. Sama saja dengan jual beli motor. Jadi boleh2 saja. Selama tidak ada disyaratkan untuk membeli kembali setelah menjual.
Pasar uang itu diharamkan kan? karena dalam hukum Islam itu termasuk jual-beli tidak riil (maya), tetapi kok bisa ada pasar uang syariah.

BISMAR NASUTION.
Kegiatan Hukum Ekonomi.
Pertanggungjawaban Direksi.
Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban ( standard of duty ) yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil ( trustee ) atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan ( trust and confidence ) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian ( scrupulous ), itikad baik ( good faith ), dan keterusterangan ( candor ). Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian). termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client - nya.[1]
Dalam pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah ( fiduciary ) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.
Di sini direksi memiliki posisi fiducia dalam pengurusan perusahaan dan mekanisme hubungannya harus secara fair. Menurut pengalaman common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori fiduciary duty. [2] Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan ( trust and confidence ) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian ( scrupulous ), itikad baik ( good faith ), dan keterusterangan ( candor ). Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan ( fiduciary relationship ) tersebut, common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan ( fiduciary ) secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi.[3]
Negara-negara common law seperti Amerika Serikat yang telah mempunyai standar yang jelas untuk menentukan apakah seorang direktur dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam tindakan yang diambilnya, yaitu didasarkan pada standar duty of loyality dan duty of care. Kewajiban utama dari direktur adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok.[4],sesuai dengan posisi seorang direktur sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini mengharuskan seorang direktur untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya ( duty of care )[5]. Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan ( duty of loyality). [6] Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya dengan Fiduciary Duty dapat menyebabkan direktur untuk dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya. baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya . [7]
Doktrin atau prinsip fiduciary duty ini dapat kita jumpai dalam Undang-undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Menurut Pasal l79 ayat (1) UUPT pengurusan PT dipercayakan kepada Direksi Lebih jelasnya pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadi. lan. sedangkan Pasal 85 UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.
Dalam konteks direktur, sangat penting untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku ( standart of conduct ) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.[8]
Untuk membebankan pertanggungjawaban terhadap direktur atau pengurus korporasi, maka harus dibuktikan adanya pelanggaran terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang dimilikinya. Pengurus korporasi dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith yang dipercayakan padanya dalam menjalan korporasi atau perusahaan, sebagaimana diatur dalam prinsip fiduciary duty .
Jika kita menghubungkannya dengan identification theory dalam wacana common law sebagaimana telah diuraikan diatas, kesalahan yang dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat korporasi lainnya hanya dapat dibebankan pada korporasi jika memenuhi syarat: i) tindakan yang dilakukan oleh mereka berada dalam batas tugas atau instruksi yang diberikan pada mereka, ii) bukan merupan penipuan yang dilakukan untuk perusahaan, iii) dimaksudkan untuk menghasilkan atau mendatangkan keuntungan bagi korporasi. Dengan kata lain, jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka kesalahan tersebut tidak dapat dipikul oleh korporasi, namun harus dipikul secara pribadi oleh organ korporasi yang melakukan tindakan tersebut.
B. Duty of Care Atas Direksi.
Salah satu cara untuk melihat apakah direksi melakukan pengelolaan perseroan yang salah atau tidak bersalah adalah menilai apakah mereka gagal melakukan tugasnya dalam pengelolaan perseroan tersebut. Di samping itu, bisa pula dilihat dari berbagai kasus yang melibatkan direksi dalam konflik kepentingan ( conflict of interest ).[9]
Dalam konteks itu, harus dipisahkan penilaian berkenaan dengan kelalaian dan incompetence. [10] Hal ini dapat dipahami dari tradisi common law, seperti Amerika Serikat, dimana terdapat pendapat pengadilan dalam Bayer v. Beran , 49 N. Y.S.2d 2, 6 (1944), yang menyatakan, bahwa “ it is unusual for directors to be liable for negligence in the absence of fraud or personal interest .”[11] Tambahan lagi, berbagai kasus menjelaskan bahwa dalam mengkritisi pengelolaan perseroan oleh direksi bukan hanya didasarkan kepada peraturan perundang-undangan, namun dilihat pula bagaimana direksi melakukan bisinis perseroan.[12]
Dipandang secara sekilas hukum perseroan mengisyaratkan bahwa direksi harus mengelola perseroan dengan kehati-hatian ( care ) yang semestinya sebagaimana halnya para pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian.[13]
Hukum perseroan di Indonesia juga telah mengisyaratkan agar direksi dalam mengelola perseroan dengan kehati-hatian. Pasal 85 ayat (1) UUPT menentukan, bahwa “setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.” Namun ketentuan Pasal 85 ayat (1) tersebut tidak menjelaskan batasan kehatian-hatian. Akibatnya, sulit menentukan kapan direksi perseroan masuk pada kategori tidak mengelola perseroan dengan kehati-hatian.
Berbeda dengan The American Law Institute Principles of Corporate Governance yang telah menentukan 3 (tiga) kategori “kehatian-hatian yang semestinya” (“ due care” ) dalam peraturan perundang-undangan. Pertama, “care that an ordinarily prudent person would exercise in like position and under similar circumstance.” Kedua, care exercised by prudent person in this own affairs.” Ketiga,” in a manner he reasonably believes to be in the best interests of the corporation.” [14]
Dalam hal kehatian-hatian direksi mengelola perseroan tersebut perlu pula mengkaji pertimbangan bisnis ( business judgment ). Hakim Shientag dalam perkara Casey v. Woodruff, 49 N. Y.S.2d 625, 643 (1944) berpendapat sebagai berikut:
“ The fundamental concept of negligence does not vary, wheter it is applied to the case of a simple personal injury action or to liability of directors in the managenment of the affairs of their corporation. A pedestrian crossing the street is under a duty to use reasonable care. He is required to look before he crosses, “but the law does not say how often he must look or precisely how far, or when or from where…….. If he has used his eyes , and has miscalculated the danger, he may still be free from fault,”Knapp v. Barret, 216 N. Y,230,110 N. E. 428, 429. The law does not hold him guilty of negligence although if he had looked oftener the accident might have been avoided. He discharges his duty when he has acted with reasonable prudence. So it is with directors. The law requires the use of judgment, the judgment of ordinary prudence, but it does not hold directors liable simply because they might have use better judgment.
The question is frequently asked, how does the operation of the so-called “bussines judgment rule” tie in with the concept of negligence? There is no conflict between the two. When courts say that they will not interfere in matters of bussines judgment, it is presupposed that judgment-reasonable diligence-has in fact been exercised. A director cannot close his eyes to what is going on about him in the conduct of the bussiness of the corporation and have it said that he is exercising bussiness judgment. Courts have properly decided to give directors a widw atitude in the management of the affairs of a corporation provided alwalys that judgment, and that means an honest, unbiased judgment, is reasonably axercised by them. [15]
Dalam sistem hukum perseroan di Indonesia, Komisaris[16] adalah organ atau badan pengawas mandiri PT. Berbeda dengan sistim hukum perseroan Anglo Amerika yang tidak mengenal Komisaris. Tetapi ada kesan bahwa Board of Directors yang dikenal dalam hukum perseroan Anglo Amerika mirip dengan Komisaris. Tetapi jika diperhatikan kemiripan tersebut adalah semu. Karena pada hakekatnya Board Of directors itu adalah organ eksekuttif PT. Hal ini terlihat dari fungsi Board Of Directors sebagai the Power and the duty to manage or direct the corporaton. [17] .
Selanjutnya disebutkan bahwa[18] kewajiban Board Of Directors adalah sebagai. berikut: .
uma. Protect the assets and other interest of the share holder of the corporations.
b. To ensure the continuity of the corporation by inforcing the articless and by laws and by seeing that a sound board of directors Is maintained.
c. To make decisions that are not delegable, such as the payment of dividends.
Komisaris dalam hukum perseroan di Indonesia mirip dengan jabatan Komisaris, yang dikenal dalam hukum perseroan Belanda.[19] Karena baik hukum perseroan Indonesia maupun Hukum Perseroan Belanda menentukan bahwa tidak ada keharusan bagi sebuah PT mempunyai komisaris. Kecuali PT tertentu di Indonesia, seperti PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyara­kat, peseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbatas (Pasal 94 ayat (2) UUPT dan juga PT persero sebagaimana ditentukan pasal 34 ayat (1). Peraturan Pemerintah No.3 tahun 1983. Walaupun demikian sifat fakultatif dari hukum perseroan tersebut, pembuat Undang-Undang mengandaikan bahwa setiap PT yang mempunyai komisaris sebagaimana yang diatur dalam pasal 43, 52 dan 54 ayat 2 K. U.H. D serta Pasal 94 ayat (1) UUPT.
Penerapan prinsip duty of care dapat dipahami dalam Francis v. United Jersey Bank, 392 A.2d. 1233(1978) dimana perkara ini relevan untuk kondisi perusahaan termasuk perbankan di Indonesia. Perkara ini menyangkut Pritchard & Baird Intermediaries Corp . Pritchard & Baird suatu perusahaan yang bergerak dalam bisnis broker reasuransi. Charles Pritchard Sr., pendiri perusahaan yang selama beberapa tahun adalah pemegang saham utama dan sekaligus pengendah perusahaan. Pada tahun 1970 Pritctard Sr. mengajak anak-anaknya Charles Jr. dan William turut mengelola perusahaan dan pada saat Pritchard Sr. meninggal pada 1973 kedua anaknya tersebut mengambil alih kendali perusahaan.
Kedua anaknya tersebut telah menggelapkan uang perusahaan dalam bentuk “pinjaman pemegang saham” dan pembayaran-pembayaran yang tidak pada tempatnya (improper) kepada anggota keluarga. Pengeluaran uang ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan sebagai “pinjaman pemegang saham”. Akibat transaksi ini perusahaan menjadi insolven, dan pada akhir 1975 bangkrut. Francis kemudian ditunjuk sebagai trustee dalam kebangkrutan Pritchard & Baird. Dalam upaya memenuhi kewajiban perusahaan, Francis menggugat: (1) warisan Ri­chard Sr., yang bertindak sebagai administraturnya adalah United Jer­sey; (2) warisan Lilian Pritchard, isteri Richard Sr. dan komisaris perusahaan sejak saat perusahaan berdiri sampai bangkrut. Lilian meninggal dunia pada saat proses kebangkrutan dimulai. Pertanyaan utama dalam kasus ini adalah apakah Lilian Pritchard telah bertindak sembrono (negligently) sebagai komisaris, sehingga tidak mengetahui dan tidak menghentikan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak-anaknya. Apabila jawaban terhadap pertanyaan ini benar, maka warisannya dapat dijadikan sebagai sumber pembayaran kewajiban perusahaan. Dalam kasus ini pendapat pengadilan sebagai berikut.
Komisaris bertanggungjawab atas menajemen perusahaan secara umum, dan bertanggungjawab khusus dalam kaitannya dengan distribusi aset kepada pemegang saham dan pemberian pinjaman kepada staf dan direksi. Benar bahwa Mrs. Pritchard tidak pernah terlibat dalam bisnis perusahaan dan hampir tidak memiliki pengetahuan mengenai kegiatan perusahaan. Tergugat jarang datang ke perusahaan dan tidak pernah membaca dan mendapatkan laporan keuangan perusahaan. Tergugat juga sudah tua dan tidak mengerti seluk-beluk bisnis asuransi. Laporan keuangan Pritchard & Baird disusun setiap tahun. Bentuk laporan keuangan ini sederhana tidak lebih dari tiga atau empat halaman. Laporan keuangan tahunan perusahaan secara jelas memuat tentang pembayaran yang dilakukan kepada keluarga Pritchard dan juga secara jelas mencerminkan kesulitan keuangan perusahaan. Singkatnya, siapa saja yang melihat laporan keuangan tersebut dan mengetahui sedikit tentang kegiatan perusahaan akan mengetahui bahwa Charles Jr. dan William telah mencuri uang perusahaan yang seharusnya dibayarkan kepada klien perusahaan.
Pengadilan menyatakan bahwa secara inheren tugas komisaris adalah yang bersangkutan harus memiliki ide dasar atas bisnis perusahaan. Komisaris harus mengetahui usaha apa yang dilakukan perusahaan dan harus memiliki ide dasar tentang ruang lingkup kegiatan perusahaan. Dalam hubungan ini, Mrs. Pritchard harus mengetahui bahwa Pritchard & Baird melakukan bisnis broker reasuransi dan setiap tahun menangani jutaan dollar yang dimiliki oleh atau harus dipertanggung-jawabkan kepada banyak nasabah. Dengan demikian pengadilan berpendapat bahwa seorang komisaris pada posisi Mrs. Prichard memiliki kewajiban “ bare minimal” untuk meminta dan membaca laporan keuangan tahunan lerusahaan dan bereaksi segera setelah membacanya. Meskipun komisaris tidak diwajibkan mengaudit buku perusahaan, komisaris harus familiar dengan status keuangan perusahaan dengan secara teratur mereview laporan keuangan perusahaan dan bahwa seorang komisaris bukan hiasan tetapi merupakan bagian penting dari corporate governance dan tidak dapat berlindung dibalik motto “ dummy director”.
Pengadilan menyatakan bahwa tergugat mampu mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh anak tergugat. Mendeteksi penyalahgunaan uang tidak memerlukan keahlian khusus atau kepintaran yang luar biasa. Dengan membaca sepintas laporan keuangan akan dapat mengetahui perbuatan tersebut. Dengan demikian apabila Tergugat membaca laporan keuangan, tergugat akan mengetahui bahwa bahwa anaknya telah melakukan penggelapan uang.
Pengadilan berpendapat bahwa Tergugat wajib membaca laporan keuangan dan melakukan usaha-usaha secukupnya untuk mendeteksi dan mencegah perbuatan melanggar hukum pejabat dan komisaris lainnya. Tergugat memiliki kewajiban untuk melindungi nasabah perusahaan terhadap kebijakan dan praktik-praktik yang dapat mengakibatkan penyalahgunaan uang yang dipercayakan kepada perusahaan. Tergugat telah melanggar kewajibaruiya tersebut. Argumentasi bahwa tergugat hanya “ figurehead director” tidak dapat diterima. Dalam kontemplasi hukum tidak dikenal “ figurehead director”, hal ini telah lama dikenal dalam industri perbankan. 3A Fletcher, Cyclopedia of the Law of Private Corporations, # 1090 menyatakan:
It quently happ ens that persons become directors of banking houses for the purp ose o capitalizing the position in the community where the bank does business, without any intention of watching or participating in the conduct of its affairs. It is a danger­ouspracticc for director, since such tgunheads and rubber stamps an universally held liable on the ground that they have not discharged their duty nor exercised the re­quired amount of diligence exacted of them.
Tidak terdapat alasan berdasarkan peraturan bahwa yang dinyatakan oleh Flecher tersebut hanya berlaku terbatas bagi perbankan. Pengadilan berpendapat bahwa Mrs. Pritchard telah lalai dalam melaksanakan tugasnya sebagai komisaris Pritchard & Baird. Apabila yang bersangkutan melakukan tugasnya dengan hati-hati (due care) dia akan mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh Charles Jr. dan William. Kelalaiannya tersebut telah menyebabkan kerugian pada nasabah. Dengan demikian warisannya harus dipergunakan untuk membayar kewajiban perusahaan.[20]
C. Duty of loyality.
Duty of loyalty kepada perusahaan mencegah direksi mengambil kesempatan menguntungkan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Dalam penggunaan properti misalnya komisaris secara tegas dilarang menggunakan aset perusahaan dalam membangun usahanya pribadi. Komisaris juga tidak diperkenankan memanfaatkan properti atau keuntungan lainnya untuk kepentingan pribadi apabila perusahaan berkepentingan atau perusahaan memiliki keinginan ( expectancy ) atas properti tersebut. Sebagai contoh, apabila perusahaan telah menyewa suatu properti maka komisaris tidak boleh membeli properti tersebut untuk dirinya. Suatu perusahaan dikatakan memiliki ekspektansi apabila secara rasional dapat dilihat bahwa perusahaan memiliki kepentingan atas properti tersebut. Dalam hal suatu kesempatan terkait erat dengan bisnis perusahaan maka itu juga berarti suatu ekspektansi.
Dalam perkara Johnston v. Greene .[21] O memiliki kepentingan besar atas perusahaan A, AC dan C dan banyak perusahaan lainnya. Perusahaan A didirikan untuk membiayai atau menyewakan pesawat terbang, akan tetapi tidak pernah melaksanakannya. Perusahaan A likuid dengan banyak uang tunai. Kepada Perusahaan A ditawarkan kesempatan bisnis membeli perusahaan yang memproduksi mur (nut) pesawat terbang. Yang ditawarkan adalah saham dan hak paten yang dimiliki perusahaan. Sejumlah penasehat menyarankan bahwa lebih baik memisahkan kepemilikan saham dengan kepemilikan hak paten. O mempresentasikan tawaran bisnis tersebut kepada 3 komisaris perusahaan A yang O merupakan salah satunya. Perusahaan A kemudian hanya membeli saham dan O kemudian menjual hal paten kepada kelompok 37 orang. Pemegang saham Perusahaan A menggugat O dengan tuduhan telah mengambil corporate opportunity. Pertanyaan yang diajukan ke pengadilan adalah apakah O telah mengambil kesempatan yang seharusnya diberikan kepada Perusahaan A. Pengadilan berpendapat O tidak mengambil kesempatan dengan a pertimbangan. Pertama, O memiliki banyak hubungan dengan perusahaan-perusahaan. Kesempatan bisnis tersebut ditawarkan kepadanya, berarti secara individual. Perusahaan A tidak memiliki ekspektansi atas kesempatan bisnis tersebut, karena tidak memiliki keterkaitan erat dengan bisnis Perusahaan A. adalah benar bahwa A memiliki banyak uang tunai dan sedang mencari peluang investasi. Ketiga, kesempatan telah diberikan kepada Perusahaan A yang kemudian menolak pembelian hak paten. Terdapat alasan yang cukup bagi Perusahaan A menolak pembelian paten atas saran dari penasehat. Keempat, O tidak membeli hak paten untuk dirinya akan tetapi menjualnya kepihak lain. Dengan demikian O telah bertindak adil.
Dalam perkara Lewis v. Fuqua .[22] Pada tanggal 3 Maret, Fuqua Industries membeli 425.365 lembar saham Triton Prefered dari American Financial Corp. (AFC) dengan harga 45 sen per lembar. Triton adalah perusahaan holding dari negara bagian Delaware yang asset miliknya termasuk project real estate dan sedang mengalami kerugian USD 160 juta. Sebulan sebelumnya J. D. Fuqua (komisaris utama dan CEO perusahaan) telah membeli dua juta lembar saham Triton dari AFC. Pada tanggal 7 Maret 14 tergugat membeli sisa saham sejumlah 1.260.450 lembar yang dimiliki AFC. Beberapa waktu kemudian Fuqua Industries membeli saham Triton yang dimiliki Abthony Wals dengan harga 30 sen lebih mahal. Lewis, pemegang saham Fuqua Industris mengajukan gugatan derivatif terhadap Fuqua Industries. Lewis menuduh J. D. Fuqua dan lainnya telah merampas kesempatan bisnis (business opportunity) Fuqua Industries. Fuqua Industries kemudian menunjuk suatu komite yang terdiri dari satu orang untuk mengkaji gugatan dan meminta agar pengadilan menolak gugatan atas dasar rekomendasi komite tersebut. Permasalahannya adalah apakah ada alasan yang tepat (reasonable) untuk menyimpulkan bahwa tidak ada kesempatan bisnis yang dirampas sehingga gugatan harus ditolak. Pengadilan berpendapat tidak ada alasan untuk menolak gugatan dengan pertimbangan. Pertama, tidak masuk akal kesimpulan komite bahwa kesempatan membeli saham Triton bukan corporate opportunity . Komite menggunakan empat elemen sebagai “fairness test” dalam menyimpulkan apakah ada corporate oppotunity. Keempat elemen tersebut adalah kepentingan (interest) atau ekspektansi (harapan), bidang usaha (line of business), keuntungan praktis ( practical advantage ) dan penggunaan sumber daya perusahaan. Kedua, berdasarkan elemen pertama fairness test, komite menyimpulkan tidak ada kepentingan atau harapan karena tergugat tidak memiliki kepentingan atas saham pada saat komisaris melakukan pembelian. Komite seharusnya melihat keadilan transaksi tersebut secara substantif bukan hanya keputusan bisnis (business judgement). Transaksi adalah tidak wajar (reasonable) karena keputusan tidak membeli saham dibuat oleh orang yang kemudian melakukan pembelian. Ketiga, atas dasar test kegiatan usaha, komite menyimpulkan meski Triton berada pada kegiatan usaha yang sama namun kebijakan perusahaan melarang perusahaan mengambil kesempatan. Komite menyimpulkan bahwa Tergugat menjalankan kebijakan keuntungan yang tinggi sedangkan Triton menderita kerugian sehingga tidak konsisten dengan kebijakan perusahaan. Alasan ini juga tidak masuk akal karena perusahaan juga melakukan pembelian sebagian saham. Keempat atas dasar test practical advantage, komite menyimpulkan bahwa saham Triton bukan practical advantage bagi Fuqua Industries karena kerugian Triton akan tercermin pada laporan keuangan Fuqua Industries. Alasan ini juga tidak logis, karena dewan komisaris telah memutuskan kerugian Triton dicatat dalam laporan keuangan Fuqua Industries secara proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki yaitu hanya 1.1%. Kelima , komite telah benar menyimpulkan bahwa tidak ada dana perusahaan yang digunakan, akan tetapi elemen ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan tidak ada corporate opportunity yang dirampas. Terakhir , tidak masuk akal menyimpulkan bahwa komisaris tidak memiliki kepentingan. Gugatan menuduh bahwa komisaris mengalihkan kesempatan perusahaan membeli saham Triton kepada mereka dan untuk keuntungan mereka sendiri. Oleh karena itu, Penggugat berhak mendapatkan ganti rugi.
Beberapa alasan digunakan oleh komisaris sebagai bantahan atas gugatan telah merampas corporate opportunity. Pertama, kapasitas sebagai individu. Komisaris menyatakan bahwa kesempatan bisnis tersebut diberikan kepada dirinya sebagai individu. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kesempatan tersebut datang kepadanya dan mengapa. Apakah merupakan kesempatan bisnis yang secara rasional diminati perusahaan. Kedua, perusahaan tidak mampu melaksanakan kesempatan yang ditawarkan. Secara umum, komisaris dapat mengambil keuntungan atas suatu peluang bisnis yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan. Misalnya perusahaan sedang berada dalam keadaan insolven. Namun demikian, mengingat penilaian apakah perusahaan mampu atau tidak memanfaatkan kesempatan bisnis yang ditawarkan bersifat relatif maka seharusnya komisaris menjelaskan terlebih dahulu kesempatan tersebut kepada dewan komisaris atau pemegang saham. Ketiga, perusahaan menolak peluang yang ditawarkan. Apabila perusahaan, dalam hal ini komisaris independen atau pemegang saham independen, setelah dijelaskan adanya kesempatan bisnis tersebut dan menolaknya maka komisaris dapat memanfaatkan kesempatan bisnis tersebut.
Apabila komisaris telah terbukti merampas peluang bisnis perusahaan maka apabila properti tersebut telah dijual, keuntungan yang diperoleh dari penjualan tersebut harus diserahkan kepada perusahaan. Disamping itu perusahaan dapat memaksa komisaris untuk menyerahkan properti kepada perusahaan.[23]
A. Tugas dan Wewenang Direksi.
Secara legal mandate pengelolaan perseroan “harus dikelola oleh direksi.”[24] Di samping itu, direksi[25] sebagai organ PT adalah mewakili kepentingan PT selaku subyek hukum mandiri. Karena keberadaan PT adalah sebab keberadaannya ( maison di etre ) direksi. Oleh karena apabila tidak ada PT, maka direksi juga tidak akan pernah ada. Hal ini menjadi alasan bahwa direksi harus selamanya mengabdi kepada kepentingan PT. Dengan perkataan lain, direksi wajib mengabdi kepada kepentingan semua pemegang saham, bukan mengabdi kepada kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. Artinya direksi bukan wakil pemegang saham, tetapi merupakan wakil PT selaku persona standi in judicio.
Menurut Pasal l79 ayat 1 UUPT pangurusan PT dipercayakan kepada Direksi[26] Lebih jelasnya pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa ”Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.” Atas pengurusan Direksi ini dapat memberi kesimpulan bahwa Direksi ditugaskan dan berwenang untuk hal-hal sebagai berikut : pertama mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan PT. Kedua , mengurus kekayaan PT. Ketiga, mewakili PT di dalam dan di luar Pengadilan.
Selanjutnya Pasal 85 UUPT menetapkan bahwa :
(1) Setiap anggota Direksi Wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan.
(2) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian kepada Perseroan.
Ketentuan Pasa1 85 ayat 3 UUPT di atas ini secara jelas memberikan hak derivatif ( derivatif right ) kepada pemegang saham minoritas. Dengan perkataan lain UUPT memberikan hak kepada pemegang saham minoritas untuk mewakili kepentingan perseroan mengaju­kan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang merugikan Perseroan. Hukum perseroan di Amerika Seri­kat, telah mengatur 3 (tiga) tipe perangkat hukum pemegang saham. Pertama , para pemegang saham boleh mengadakan tindakan-tindakan atas nama mereka sendiri untuk restrukturisasi perusahaan atau untuk menghalangi terjadinya pengingkaran kontrak pemegang saham mereka. Kedua, mereka diperbolehkan melakukan class action yang mewakili mereka sendiri atau pemegang saham lainnya, yang secara bersama-sama dirugikan sebagai pemegang saham individu. Ketiga, mereka diperbolehkan melakukan derivative suit. [27]
Tugas Direksi dalam mengatur atau mengelola kegiatan­-kegiatan usaha PT dan mengurus kagiatan PT diatas tidak dapat dipisahkan dalam hal PT. Karena pengurusan kekayaan PT harus menunjang terlaksananya kegiatan usaha PT. Dengan ini direksi hanya mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, pengelolaan dan perwaki­lan PT, Untuk pelaksanaan kedua tugas Direksi itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan PT pada hakekatnya adalah tugas dari semua anggota direksi tanpa kecuali ( Collegiale bestur­rsverant woordelijkheid ). Dengan ini tugas dan wewenang untuk mengelola PT adalah tugas dan wewenang setiap anggota Direksi.
Terdapat 2 (dua) alasan mengenai tanggung jawab pribadi direksi secara tanggung renteng itu. Pertama , PT adalah subjek hukum mandiri. Kedua , PT sebagai ciptaan hukum mutlak memerlukan direksi yang ditugaskan untuk mengelola dan mewakilinya. Berarti tanggung jawab direksi dalam mengelola PT adalah akibat dari tugas dan wewenang yang dipercayakan padanya. Jadi selama direksi menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangan dalam menja­lankan tugasnya itu dibebankan kepada PT. Prinsip ini berlaku di berbagai negara, baik negara yang menganut sistim common law maupun sistim civil law.
Jika direksi dalam menjalankan tugasnya berada di luar batas-batas kewenangannya (melanggar ketentuan Anggaran Dasar), maka semua anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dalam hal ini PT tidak ikut bertanggung jawab, oleh karena direksi yang melanggar Anggaran Dasar tidak mengikat PT. Di Indonesia dalam hal ini diatur dalam pasal 85 ayat (2) UUPT.
Tanggung jawab direksi secara pribadi tidaklah terjadi hanya karena kedudu­kannya sebagai direksi, tetapi untuk dibebankan tanggung jawab tersebut, direksi tersebut harus telah melakukan hal-hal terhadap tindakan perusahaan. Pertama, direksi mengizinkan perbuatan tersebut. Kedua, direksi meratifikasi perbuatan tersebut. Ketiga, direksi ikut berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan tersebut.
Hukum perseroan di Indonesia telah menentukan tugas dan wewenang serta tanggung jawab Direksi secara detail antara lain sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 56 UUPT, Pasal_ 59 UUPT, Pasal 79 UUPT, Pasal 82 UUPT, Pasal 85 UUPT, Pasal. 86 UUPT, Pasal. 87 UUPT dan Pasal 88 UUPT.
Pasal 56 UUPT menyatakan, bahwa dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi. menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekur­ang-kurangnya :
uma. Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan Perhitungan laba rugi dan tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen terse­but.
b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, disamping neraca dari masing-masing perseroan terse­but.
c. Laporan mengenai. keadaan dan jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai;
d. Kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku;
e. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mem­pengaruhi kegiatan perseroan;
f. Nama anggota direksi dan. Komisaris; dan.
g. Gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris.
Pasal 57 UUPT menentukan, bahwa :
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditan­datangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris.
(2) Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menan­datangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Pasal 59 UUPT menyatakan, bahwa :
(1) Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila :
uma. bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat.
b. perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang;
c. perseroan merupakan Perseroan Terbuka.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, perhitungan tahunan tidak boleh disahkan.
(3) Laporan hasil pemeriksaan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pengesahan RIIPS diumumkan dalam 7 (dua) surat kabar harian.
Pasa1 60 UUPT menyebutkan, bahwa :
(1) Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambil sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. dan atau Anggaran Dasar.
(3) Dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota Direksi dan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Pasal 79 UUPT menyatakan, bahwa :
(1) Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi.
(2) Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyara­kat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(3) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
Pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan. Dalam ha anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, maka yang berwenang mewakili. perseroan adalah setiap anggota Direksi kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang dan atau Anggaran Dasar. Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi, yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 83 UUPT.
Selanjutnya pasal 84 :
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila :
uma. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau.
b. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepen­tingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.
(2) Dalam Anggaran Dasar ditetapkan yang berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud.
(3) Dalam hal Anggaran Dasar tidak menetapkan ketentuan tersebut RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan.
Pasal 136 UUPT menyatakan, bahwa :
(l) Direksi wajib :
uma. membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi; dan.
b. menyelenggarakan pembukuan perseroan.
(2) Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan tersebut disimpan di tempat kedudukan perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 87 UUPT menyatakan, bahwa Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan terebut dan perseroan lain.
Pasal 88 UUPT mengatur tentang kewajiban Direksi dalam hubungannya dengan peralihan dan penjamin kekayaan perseroan.
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan.
(2) Perbuatan Hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik.
(3) Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling Sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diu­mumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.
Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu. (Pasal 89)
Sedangkan Pasal 90 UUPT mengatur tanggung jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Direksi :
(1) Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit berdasarkan kepu­tusan RUPS.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kela­laian Direksi. dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas kerugian itu.
(3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
Di samping pembahasan Direksi di muka, masih ada isu mengenai perlunya direktur independen dalam sebuah perusahaan telah muncul ketika ada wacana pembaharuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Pasar Modal. Isu ini muncul untuk menjamin perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas (yang bukan Pemegang Saham Pengendali) agar tercermin dengan adanya wakil-wakil mereka yang duduk sebagai Direksi. [28] Selain itu di dunia internasional isu mengenai perlu direktur independen juga muncul karena banyaknya kasus yang terjadi akibat kelemahan kontrol akibat sistem pengelolaan perusahaan yang buruk. Hal ini memicu penerpan sistem direktur independen dalam prinsip-prinsip good corporate governance . Selanjutnya, kajian yang dibuat oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa lemahnya penerapan corporate governance merupakan faktor yang menentukan parahnya krisis di Asia. Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan kinerja keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan, kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh Komisaris dan Auditor, serta kurangnya insentif untuk mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui mekanisme persaingan yang fair. [29]
Di China misalnya, pengaturan mengenai direktur independen dipicu oleh adanya skandal Shenzhen-listed Guangxia (Yinchuan) Industry Co yang telah memanipulasi laporan keuangannya. Skandal ini dianggap telah menambah panjang buruknya penerapan good corporate governance di China. Sehingga pada tahun 2001 untuk mengatasinya China Securities Regulatory Commission (CSRC) mengeluarkan sebuah regulasi tentang kewajiban untuk mempekerjakan minimal 2 direktur independen dalam perusahaan yang terdaftar dalam bursa. Menurut regulasi tersebut direktur independen diberi wewenang mengajukan proposal untuk menyelenggarakan RUPS, menunjuk dan memberhentikan kantor akuntan yang mengaudit perusahaan, mengangkat auditor independen dan menawarkan laporan keuangan independen sebagai tambahan tugas mereka sebagai direksi. Mereka juga dapat memberikan opini independen mengenai transaksi besar perusahaan, mengatur tugas dan pembayaran personil manajemen dan mengajukan keberatan apabila perusahaan mengambil kebijakan yang merugikan kepentingan pemegang saham minoritas.[30]
Secara umum Direksi Independen dapat juga mempunyai tugas dan wewenang untuk hal-hal tertentu. Misalnya, perbuatan-perbuatan di bawah ini hanya dapat dilakukan oleh Direksi dengan persetujuan tertulis dari Direktur Independen: [31]
Melepaskan atau menjaminkan aktiva tetap ( fixed asset ) dan aktiva lancar ( current asset ) perseroan. Mengambil bagian baik sebagian atau seluruhnya atau ikut serta dalam perseroan atau badan-badan lain atau menyelenggarakan perusahaan baru. Melepaskan sebagian atau seluruhnya penyertaan perseroan dalam perseroan atau badan-badan lain. Menerima atau memberikan pinjaman jangka pendek, menengah, panjang baik yang bersifat operasional maupun tidak operasional yang melebihi jumlah tertentu yang ditetapkan oleh anggaran dasar. Mengadakan perjanjian atau kerjasama lisensi, manajemen atau perjanjian sejenisnya dengan badan usaha atau pihak lain. Mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga yang membawa konsekuensi keuangan perseroan secara material pada Perseroan. Mengikat perseroan sebagai penjamin ( borg atau avalist ) yang mempunyai akibat keuangan secara material pada Perseroan. Untuk tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang. Penghapusan persediaan barang yang melebihi jumlah tertentu yang mempunyai akibat keuangan secara material pada Perseroan.
10. Mengeluarkan jumlah uang melebihi suatu jumlah tertentu yang ditentukan dalam anggaran dasar.
11. Mengembangkan proyek baru yang mempunyai akibat keuangan secara material pada Perseroan.
12. Melakukan pengeluaran-pengeluaran non-rutin dan Perseroan.
13. Mengangkat staf manajemen dua tingkat dibawah Direksi.
14. Menentukan gaji staf manajemen dua tingkat dibawah Direksi.
15. Menunjuk konsultan hukum, akuntan dan penilai independen.
16. Menentukan jumlah bonus bagi karyawan.
Dari penjabaran di atas kita dapat melihat pentingnya peran direktur independen untuk menjamin keberlansungan prinsip-prinsip good corporate governance. Oleh karena itu pemilihan direktur independen harus dilakukan secara hati-hati dan seksama. Untuk menjamin independensi direktur independen maka harus memperhatikan beberapa ketentuan berikut ini:[32]
Orang tersebut bukan seorang pemegang saham substansial dari perusahaan tersebut atau pekerja dari pemegang saham substansial. Selama tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitas eksekutif dari perusahaan tersebut atau perusahaan anggota lainnya. Selama tiga tahun terakhir tidak menjadi ketua dari penasihat profesional atau konsultan dari perusahaan tersebut atau perusahaan anggota lainnya atau menjadi pekerja dari perusahaan konsultan tersebut. Tidak menjadi konsumen atau pemasuk hal-hal hal-hal yang material dari perusahaan tersebut atau anggota perusahaan lainnya atau menjadi pekerja dari perusahaan konsumen dan pemasuk tadi. Tidak mempunyai hubungan kontraktual dengan perusahaan atau anggota perusahaan. Tidak mengabdi atau melayani kepada direksi dalam periode tertentu dimana dalam pelayanannya dapat secara material mempengaruhi keputusan direksi tersebut. Bebas dari segala kepentingan dan segala hubungan bisnis yang menurut persepsi yang wajar mengintervensi secara material kemampuan direksi untuk bertindak sesuai dengan kepentingan perusahaan.
Selain hal-hal diatas perlu juga kiranya memperhatikan hubungan antara direktur independen dengan direktur lainnya yang mungkin akan mempengaruhi independensi dari direktur independen tersebut. [33] Perlu juga kiranya diperhatikan hubungan antara direksi independen dengan organ perusahaan lainnya untuk menjamin kelancaran tugas dari direktur independen tersebut.
b. Pembelaan Direksi melalui Business Judgment Rule.
Business Judgment Rule merupakan sebuah doktrin yang telah lama diterapkan untuk melindungi Direksi dalam pertanggungjawaban hukum yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka. Dalam kasus Gries Sports Enterprises, Inc. v. Cleveland Brown Football Co., Inc., 26 Ohio St.3d 15, 496 N. E2D 959 (1986), yang melibatkan pemegang saham yang mengajukan gugatan minoritas dan/atau melawan direksi-direksi perusahaan yang diduga melanggar prinsip-prinsip keadilan dalam pengambilalihan saham kepada perusahaan lain. Pengadilan menerangkan bahwa Business Judgment Rule adalah sebagai berikut:
Business Judgment Rule adalah sebuah prinsip dalam kepemimpinan perusahaan yang menjadi tujuan dari Common Law sejak 150 tahun yang lalu. Business Judgment Rule telah lama diterapkan sebagai awan yang melindungi Direksi dari tanggung jawab yang diambil dari keputusan-keputusan bisnis mereka. Apabila direksi-direksi dalam pelaksanaan tanggung jawab yang dimandati atas perlindungan tersebut, maka pengadilan tidak boleh mencampuri hal tersebut atau memberikan pendapat lain atas keputusan direksi. Sebaliknya jika direksi tidak dimandati atas perlindungan Business Jugdment Rule maka pengadilan wajib memeriksa keputusan-keputusan tersebut apakah perilaku direksi memang untuk kepentingan perusahaan dan dengan itikad baik serta memperhatikan pemegang saham minoritas perusahaan. Prinsip Business Judgment rule merupakan ketentuan yang dapat dikesampingkan jika direktur bertindak lebih baik daripada pengadilan yang akan mendalilkan Business Judgment Rule dan apabila direksi bertindak dalam keputusan bisnis yang bebas dari self-dealing (atau untuk kepentingan pribadi) dan dapat menunjukan tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan alasan yang wajar serta itikad baik. Pihak yang menggugat keputusan dewan direksi menghadapi resiko akan adanya ketentuan akan ditolaknya gugatan jika pada akhirnya dapat dibuktikan bahwa direksi membuat keputusan bisnis yang tepat.
Business Judgment Rule selain melindungi tanggung jawab pribadi seorang direksi apabila terjadi pelanggaran, ia juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis dimana perintah-perintah yang ditujukan kepada Dewan Direksi, atau terhadap keputusan-keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang menitikberatkan kepada keputusan bisnis yang merupakan tanggung jawab dari pembuat keputusan. Business Judgment Rule yang diterapkan terhadap direksi/pembuat keputusan lazim disebut doktrin Business Jugdment Rule , dan Business Jugdment Rule yang diterapkan terhadap keputusannya langsung disebut Business Judgment Rule.
Dalam kasus gugatan derivatif oleh pemegang saham terhadap keadilan dalam transaksi bisnis yang diajukan terhadap mayoritas direktur perusahaan, seorang direksi haruslah memenuhi syarat: (1) tidak terlibat (2) independen (3) mengetahui hal tersebut agar dapat dilindungi Business Judgment Rule. Jika direktur gagal dalam memperoleh dukungan terhadap 3 persyaratan tadi, maka dia tidak akan dilindungi oleh Business Judgment Rule. Hal ini tidaklah berarti semua keputusan bisnis itu salah; hanya untuk mengalihkan perlindungan yang diberikan oleh Business Judgment Rule bila direktur tersebut tidak dapat membuktikannya. Jika ternyata Business Judgment Rule itu memang ternyata tidak dapat diterapkan terhadap seorang direksi maka pengadilan-lah yang akan berperan di dalam menentukan kebenaran keputusan bisnis tersebut. Apabila hal ini terjadi, tidak berarti bahwa direktur tersebut bertanggungjawab secara pribadi. Jika dalam kasus dimana dititikberatkan pada tanggung jawab pribadi direksi yang menimbulkan keputusan bisnis tersebut daripada keputusan bisnis itu sendiri, maka direktur tersebut tidak dapat bertanggungjawab secara pribadi kecuali pengadilan telah membuktikan bahwa keputusan tersebut adalah tidak wajar dan merupakan kegagalan dari direktur tersebut.
Dalam Perkara Smith vs Van Gorkom terlihat fakta sebagai berikut, Trans Union Corporation merupakan perusahaan perdagangan umum yang merupakan induk perusahaan. Pimpinan dan CEO-nya adalah Jerome W. Van Gorkom yang hampir pensiun. Dewan Direksi terdiri dari 5 orang dari 5 perusahaan dan 5 direksi eksternal. Ke-4 direktur eksternal merupakan CEO dari perusahaan publik raksasa; dan yang kelima adalah ketua dari University of Chigago Business School.
Pada saat kasus ini terjadi, Trans Union memiliki cash flow (uang tunai) yang berlimpah dalam operasi perusahaannya. Tetapi Trans Union juga mengahadapi kesulitan dalam menghasilkan pendapatan yang dikenakan pajak untuk menghindari bertambahnya kredit investasi yang dikenakan pajak, hal ini telah menjadi suatu masalah selama beberapa tahun terakhir. Pada bulan Juli tahun 1980, pihak management Trans Union Corporation menyerahkan Rencana Kerja Tahunan 5 tahun ke depan kepada dewan perusahaan. Laporan tersebut berisi solusi-solusi alternatif terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh Trans Union Corporation antara lain perusahaan masih mempunyai waktu yang cukup untuk mengambil tindakan-tindakan dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut tanpa menyebutkan adanya kemungkinan penjualan perusahaan.
Pada tanggal 27 Agustus, Van Gorkom bertemu dengan pihak-pihak senior perusahaan untuk membicarakan masalah kredit investasi, dalam pembicaraan tersebut disebutkan kemungkinan penjualan Trans Union kepada perusahaan besar lain yang memiliki taxable income atau melalui penjualan saham ke publik (yang dibicarakan lebih lanjut pada 5 September). Pada pertemuan tersebut, salah seorang CEO, Donald mempresentasikan perhitungan-perhitungan awal berdasarkan harga jual $50 sampai dengan $60 per lembar saham, tetapi tidak menyatakan bahwa harga tersebut merupakan harga yang wajar bagi perusahaan. Van Gorkom kemudian menolak ide untuk mengadakan leveraged buyout , dia menyatakan bahwa dia akan menjual sahamnya sendiri dengan harga $55 per lembar saham.
Tanpa mengadakan Rapat Konsultasi dengan Dewan Direksi atau pegawai perusahaan lainnya, Gorkom memutuskan untuk bertemu Jay A. Pritzker, seorang ahli pengambilalihan perusahaan yang ia kenal. Sebelum pertemuan tersebut, Van Gorkom memerintahkan Carl Peterson, seorang karyawan Trans Union untuk mempersiapkan perhitungan yang mungkin akan terjadi apabila akan dilakukan leveraged buy out dengan harga jual saham $55 per lembar saham. 2 hari kemudian, Pritzker menasehati Gorkom bahwa ia tertarik untuk membeli dengan harga yang ditawarkan. Tanggal 18 September, setelah lebih dari 2 pertemuan yang melibatkan karyawan Trans Union dan seorang konsultan eksternal, Van Gorkom mengetahui bahwa pritzker lebih setuju untuk melakukan cash-out merger (merger dimana pemegang saham dari perusahaan yang digabungkan akan menerima uang tunai sebagai akibat dari penjualan saham) dengan harga $55 per lembar saham. Pritzker juga dapat memilih opsi untuk membeli satu juta saham, Trans Union Treasury Stock pada harga $38 per lembar saham. (75 sen diatas harga pasar). Pritzker juga meminta dewan Trans Union agar memenuhi permintaaanya dalam 3 hari yaitu tanggal 21 September dan meminta penasehat hukumnya untuk menyusun dokumen-dokumen merger tersebut.
Pada tanggal 19 Sepetember, tanpa melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan bagian legal dari perusahaan Trans Union, Van Gorkom memperkerjakan ahli merger eksternal. Dia juga menyusun pertemuan dengan manajemen senior perusahaaan dan dewan direksi untuk hari selanjutnya, tetapi tidak semua karyawan dan direksi mengetahui kesepakatan Van Gorkom dengan Pritzker tersebut, hanya yang mengetahui pertemuan merekalah yang mengetahui perihal penjualan saham perusahaan. Bagian managemen senior menyatakan bahwa permintaan Pritzker untuk membeli perusahaan Trans Union adalah sepenuhnya tidak wajar. Roman (karyawan senior) keberatan baik terhadap harga saham yang ditawarkan maupun terhadap penjualan saham Treasury Stock yang dinilai tidak wajar. Sesaat setelah pertemuan tersebut, Gorkom menghadap dewan direksi. Dia menyampaikan prensentasi yang menggariskan hal tentang tawaran dari Pritzker tetapi tak menyinggung keinginan merger yang telah diadakan sebelumnya, Gorkom menyatakan bahwa Pritzker akan membeli secara keseluruhan saham Trans Union dengan harga $ 55 per lembar saham, dalam 90 hari Trans Union akan meyetujui hal ini tetapi bukan untuk menolak tawaran ini dan menyampaikan tidak memberikan tawaran lain, apalagi hingga informasi tersebar ke pembeli lain. Dewan-dewan Trans Union bertindak pada malam hari minggu, 21 Spetember dan menyatakan agar Pritzker memperoleh perihal keuangan 10 Oktober dan jika Pritzker setuju, maka Trans Union akan memberi ofsi menjual 1 juta saham baru pada harga $38. Menurut Van Gorkom bahwa isu untuk dewan apakah mereka setuju atas harga $55 per lembar saham atau lebih baik, dengan cara meletakan Trans Union di pasar saham selama 90 hari maka kita akan mengetahui apakah $55 merupakan harga yang wajar atau tidak. Penasehat hukum eksternal meyatakan bahwa dewan direksi akan digugat jika mereka tidak menyetujui penawaran ini dan pendapat-pendapat yang wajar dari seorang bankir investasi tidak diperlukan oleh hukum.
Pada pertemuan dewan, Romans menyatakan bahwa berdasarkan studinya yang berhubungan degan kemungkinan leveraged but out tidak akan mengindikasikan harga saham yang wajar.
Bagaimanapun, ini adalah pendapat dia bahwa $55 merupakan harga wajar hanya pada range pertama.
Pada akhirnya dewan direksi menyetujui merger tersebut dengan 2 syarat:
Trans Union memiliki hak untuk menerima tawaran yang lebih baik selama 90 hari pada saat percobaan harga pasar; Trans Union dapat menginformasikan hal ini kepada pembeli potensial lainnya.
Van Gorkom menandatangani dokumen merger sebelumnya yang tidak diubah, yang juga tidak dibaca oleh dirinya sendiri atau anggota dewan lainnya. 22 September, Trans Union membuat pernyataan publik yang meyatakan merger Trans Union yang telah definif dilakukan dengan Marmon Group, sebagai perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan induk Pritzker. Dalam waktu 10 hari salah seorang karyawan senior perusahaan mengancam untuk mengundurkan diri. Van Gorkom menenmui Pritzker yang setuju untuk mengubah perjanjian merger yang menyetujui bahwa dewan yang tidak sepakat tersebut akan tetap bersama Trans Union untuk setidaknya 6 bulan setelah merger.
Dewan melakukan perubahan tanggal 8 Oktober tanpa memperhatikan teks tersebut dan setuju untuk mengubah hal tentang 90 hari dan permusyarawaratan dengan pembeli potensial yang lain. Dewan direktur juga memberi kuasa pada perusahaan untuk memperkerjakan bankir-bankir investasi guna mempertimbangkan tawaran tersebut.
Walaupun perubahan perjanjian tersebut belum dilakukan, Trans Union kembali mengadakan pertemuan press pada hari berikutnya untuk menyatakan bahwa pencarian terhadap pembeli lain bisa dilanjutkan dan melibatkan bankir investasi untuk hal tersebut. Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa Pritzker telah memperoleh kemitraan keuangan seperti yang dijanjikan dan memperoleh $1 juta saham Trans Union pada harga $38 per lembar saham dan jika Trans Union belum menerima tawaran yang lebih baik hingga Februari 1981, pemegang sahamnya akan rapat untuk memutuskan tawaran Pritzker.
Van Gorkom melaksanakan perubahan-perubahan perjanjian merger pada 10 Oktober, tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dewan direksi dan jelaslah hal ini terjadi tanpa adanya pengetahuan dari pihak perusahaan di dalam memusyawarahakan kesepakatan yang lebih baik.
Trans Union hanya menerima dua tawaran yang lain selama masa market test. Salah satunya ialah berasaal dari General Electric Credit Corporation, tetapi pada saat itu Trans Union tidak akan membatal/mencabut perjanjiannya dengan Pritzker untuk memberi tenggang waktu kepada General Electric Credit Corporation. Tawaran lainnya yaitu Leverages Buyout dari pihak manegemen Trans Union sendiri yang disampikan oleh Kohlberg, (KKR Co) yang diadakan awal Desember dengan harga saham $60 per lembarnya. Terdapat ketidakpastian pihak KKR dalam penyelesaian aset-aset dan keuangan bank sebagaimana pihak KKR sendiri menyatakan bahwa hal tersebut talah selesai 80% dengan kondisi dan prasyarat yang sama dengan persetujuan pihak Pritzker. Van Gorkom tidak memandang tawaran KKR tersebut secara tegas karena ketidakjelasan keuangan mereka, walaupun tawaran Pritzker pun diwarnai keadaan yang sama.
Van Gorkom tetap menolak untuk melakukan press release . Rencana pihak KKR untuk menyampaikan tawarannya terhadap Trans Union ditarik dengan singkat sebelum pertemuan diadakan, dengan alasan bahwa karyawan senior Trans Union telah menarik keputusan pembelian oleh KKR setelah Van Gorkom berbicara kepadanya. Van Gorkom menolak mempengaruhi putusan direksi-direksi dan direksi tidak menyebutkan apa-apa dalam pertemuan dewan setelah hari itu.
Pemegang saham mengajukan gugatannya tanggal 19 Desember 1980. Pernyataan-pernyataan managemen yang dikuasakan penuh dan resmi dikirim tanggal 21 Januari, terhadap pertemuan yang dijadwalkan 10 Februari 1981. Dewan direksi Trans Union bertemu pada tanggal 26 Januari dan memberikan persetujuan terakhir atas merger dengan Pritzker dan tambahan atas kuasa-kuasa resmi. Pada tanggal 10 Februari 1981, pemegang saham setuju mergernya degan Pritzker dengan suara terbanyak.
Pertanggungjawaban Pidana oleh Korporasi.
Korporasi sebagai badan hukum sudah tentu memiliki identitas hukum tersendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi, maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah hukum perdata ( civil law ), jelas ditetapkan bahwa suatu korporasi atau badan hukum merupakan subjek hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut di pengadilan dalam hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus-menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada penambahan anggota-anggota baru atau berhentinya atau meninggalnya anggota-anggota yang ada. Namun sampai saat ini, konsep pertanggungjawaban pidana oleh korporasi sebagai pribadi ( corporate criminal liability ) merupakan hal yang masih mengundang perdebatan. Banyak pihak yang tidak mendukung pandangan bahwa suatu korporsi yang wujudnya semu dapat melakukan suatu tindak kejahatan serta memiliki criminal intent yang melahirkan pertanggungjawaban pidana. Disamping itu, mustahil untuk dapat menghadirkan korporasi dengan fisik yang sebenarnya dalam ruang pengadilan dan duduk di kursi terdakwa guna menjalani proses peradilan.
Baik dalam sistem hukum common law maupun civil law , sangat sulit untuk dapat mengatribusikan suatu bentuk tindakan tertentu ( actus reus ) serta membuktikan unsur mens rea ( criminal intent ) dari suatu entitas abstrak seperti korporasi. Di Indonesia, meskipun undang-undang diatas dapat dijadikan sebagai landasan hukum untuk membebankan criminal liability terhadap korporasi, namun Pengadilan Pidana sampai saat ini terkesan enggan untuk mengakui dan mempergunakan peraturan-peraturan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya kasus-kasus kejahatan korporasi di pengadilan dan tentu saja berdampak pada sangat sedikitnya keputusan pengadilan berkaitan dengan kejahatan korporasi. [34] Akibatnya, tidak ada acuan yang dapat dijadikan sebagai preseden bagi lingkungan peradilan di Indonesia.
Jika kita melihat praktek common law , Pengadilan Inggris sendiri pertama kali memberlakukan pertanggungjawaban pidana korporasi hanya bagi kasus-kasus pelanggaran kewajiban hukum oleh korporasi-korporasi quasi-public [35] yang hanya bersifat pelanggaran ketertiban umum ( puclic nuisance ). Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah dan peranan korporasi, pengadilan memperluas pertanggungjawaban pidana korporasi pada bentuk-bentuk pelanggaran atau kejahatan yang tidak terlalu serius yang tidak memerlukan pembuktian mens rea atau criminal intent ( offenses that did not require criminal intent ), yang didasarkan pada doktrin vicarious liability . [36] Hal ini diikuti oleh pengadilan di Amerika Serikat yang turut memberlakukan ketetapan yang serupa. [37]
Pembebanan pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap kejahatan yang memerlukan pembuktian mens rea baru dilakukan setelah melalui waktu dan perkembangan yang lambat. Di Amerika Serikat, penerapan corporate criminal liability pertama kali diterapkan dalam kasus New York Central & Hudson River Railroad Company v. United States , dimana pemerintah Amerika Serikat mendakwa perusahaan New York Central telah melanggar Elkins Act [38] section I.
Dalam wacana common law , ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Menurut business judgment rule , pertimbangan bisnis (business judgment) dari para anggota Direksi tidak akan ditantang (diganggu gugat) atau ditolak oleh pengadilan atau oleh para pemegang saham, dan para anggota Direksi tersebut tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis ( business judgment ) oleh anggota direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Business judgment rule adalah “ a presumption that in making a business decision, the directors of corporationacted on an informed basis in good faith and in the honest belief that the action was token in the best interest of the company ”[39]
Mengenai perbuatan-perbuatan dan pertimbangan bisnis apa saja yang tidak dilindungi oleh business judgment rule, sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat dan hakim. Apabila kita mempelajari putusan-putusan pengadilan Amerika Serikat, dapat diketahui bahwa ternyata Pengadilan-pengadilan tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian rule tersebut. Beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan ( judgment ) seorang anggota direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila pertimbangan ( judgment ) tersebut didasarkan suatu kecurangan ( fraud ), atau menimbulkan benturan kepentingan ( conflict of interest ), atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum ( illegality ). Sedangkan beberapa pengadilan yang lain berpendapat bahwa seorang direktur, yang dalam mengambil pertimbangan yang telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi oleh business judgment rule apabila kerugian tersebut adalah sebagai akibat kelalaian berat (gross negligence) dari anggota direksi yang bersangkutan.[40]
Ide dasar dari tidak berlakunya perlindungan business judgment rule bagi anggota direksi perseroan dalam hal terdapat kecurangan (fraud) dan terdapat benturan kepentingan ( conflict of interest ) sedangkan para anggota direksi itu ternyata telah berupaya untuk mengedepankan kepentingan pribadinya atau telah terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi yang dilakukannya demi kepentingan pribadinya adalah karena judgment yang telah diambilnya itu tidak dapat dikatakan sebagai ” discretionary exercises of power on behalf of the corporation ” yang ingin dilindungi dengan rule tersebut. Sedangkan ide yang berada dibelakang pengecualian terhadap berlakunya business judgment rule apabila terdapat perbuatan yang melanggar hukum (illegality exception) adalah karena ” shareholders derivative suits can be a useful supplement to the enforcement activities of public prosecutors and regulatory agencies ”[41]
Sepintas tampaknya doktrin business judgment rule menyisihkan kekuatan berlakunya doktrin-doktrin duty of care . Praktis semua pengadilan di Amerika Serikat sepakat bahwa anggota direksi tidak harus bertanggungjawab atas terjadinya kerugian perseroan apabila anggota direksi dalam mengambil suatu pertimbangan ( judgment ) dilakukan dengan itikad baik. Namun kebanyakan dari pengadilan juga berpendapat bahwa tidak seharusnya para anggota direksi itu bertindak sembrono ( act negligently ) atau melakukan kelalaian yang berat ( act in a grossly negligently way ). Bila demikian halnya, maka anggota direksi yang bersangkutan harus bertanggungjawab atas kerugian perseroan yang telah ditimbulkannya.[42]
Menurut Prof. Clark seorang guru besar hukum pada Harvard University Laws School, agar kedua doktrin ini tidak saling berbenturan tetapi dapat sejalan satu dengan lainnya, maka perlu dijadikan pegangan formulasi berikut : ” the directors’ business judgment rule cannot be attacked unless their judgment was arrived at in negligent manner, or was tainted by fraud, conlict of interest, illegality”. [43]
Atau secara lain dirumuskan bahwa “ the business judgment rule presuppoes that resonable deligences lies behind the judgment in question” . Prof. Clark mengakui bahwa untuk membuat kedua konsep tersebut konsisten satu sama lain tidaklah mudah karena memisahkan antara apa yang disebut a honest mistake dan a negligent mistake sangat sulit dilakukan.[44]
Berkaitan dengan tindakan anggota direksi atau pejabat korporasi yang mengambil tindakan untuk kepentingan dan keuntungan bagi korporasi, terdapat pula doktrin dalam hukum korporasi yang melindungi para direktur Direktur yang beritikad baik tersebut sebagaimana terdapat dalam teori Business Judgment Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat popular untuk menjamin keadilan bagi para direktur yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis. [45]
Salah satu tolak ukur untuk memutuskan apakah suatu kerugian tidak disebabkan oleh keputusan bisnis ( business judgment ) yang tidak tepat sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care adalah: pertama, memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar Kedua, tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik. Ketiga, memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.[46] Sehingga, apabila terbukti bahwa tindakan atau keputusan yang diambil oleh direktur untuk memberlakukan suatu kebijakan korporasi yang didasarkan atas business judgment yang tepat dalam rangka meraih keuntungan sebanyak-banyaknya bagi korporasi, maka apabila ternyata tindakan yang diambil tersebut menimbulkan kerugian yang melahirkan pertanggungjawaban pidana, tidak dapat dibebankan pada pribadi pengurus (direksi atau pejabat korporasi lainnya), tetapi dibebankan pada korporasi. Pertanggungjawaban oleh pengurus hanya dimungkinkan apabila terbukti terjadi pelanggaran duty of care dan duty of loyalty.
Jika kita melihat praktek yang diterapkan di Kanada, berdasarkan Undang-undang Hukum Pidana Kanada, direksi dan pejabat korporasi lainnya dapat bertanggung jawab secara pribadi Private Member’s Bill C-284 bahwa penjatuhan pertanggungjawaban pidana terhadap direksi dan pejabat-pejabat korporasi lainnya.
c. Penerapan Doktrin Business Judgment Rule Untuk Pembelaan Direksi.
Penerapan doktrin business judgment rule tersebut dapat dipahami dari berbagai pendapat pengadilan, di negara lain seperti Amerika Serikat. Misalnya dalam perkara Call v. Exxon Corp , United District Court, S. D New York, 1976, 418 F. Supp.508, dimana Hakim Robert L. Carter, menyatakan bahwa para tergugat bertindak, sesuai dengan peraturan Rule 56, F. R.Civ. P, dalam kesimpulan pendapatnya untuk membahas gugatan Penggugat dengan dasar bahwa Special Committee on Litigation (“Special Committee”), mewakili Dewan Direksi dari Exxon Corporation (“Exxon”), yang dengan itikad baiknya telah melaksanakan business judgment mereka yang menyatakan bahwa pelaksanaan gugatan atas dasar apa yang terdapat dalam gugatan Penggugat adalah berlawanan dengan kepentingan Exxon. Mosi Penggugat dengan ini disanggah tanpa prejudice setelah Penggugat menghadirkan penemuan yang berkaitan dengan pokok perkara.
Fakta dari perkara Call v. Exxon Corp adalah Gugatan Penggugat timbul dari alleged pembayaran Exxon Corporation sekitar $ 59 juta yang berasal dari dana perusahaan yang ditujukan untuk penyuapan atau dengan kata lain sebagai pembayaran berkenaan “politik”, yang dengan cara yang tidak selayaknya telah diberikan kepada partai politik Itali dan pihak-pihak lainnya pada periode 1963-1974, dalam rangka untuk memenuhi kepentingan politisnya dan menurut dugaan untuk komitmen politis lainnya.
Penggugat menggugat Exxon dan para pemegang sahamnya. Gugatan ini terdiri dalam empat hal.
masing-masing Tergugat digugat atau bisa digugat berdasarkan SEC Pernyataan Keuangan atau berdasarkan laporan palsu lainnya atau yang menyesatkan, dalam arti mereka tidak mengungkapkan adanya kontribusi politik yang illegal ini, hal ini melanggar Section 13 (a) dari Securities Act 1934 dan Rule 13a-1 . bahwa masing-masing Tergugat telah menggunakan surat menyurat atau perangkat peralatan dari interstate commerce untuk mengajukan atau sebab untuk mengajukan pernyataan mewakili yang palsu dan menyesatkan dan mandat dari pemegang saham Exxon dan hal ini telah melanggar ketentuan Section 14(a) dari Securities Exchange Act 1934 dan Rule 14a-9 dan hal yang diatur dibawahnya, pernyataan-pernyataan ini dapat dijadikan referensi berkaitan dengan kontribusi politik illegal tersebut. masing-masing Tergugat digugat atas tindakan atau tidak bertindak bagi pemegang mandat perusahaan ( waste ), tindakan menghancurkan barang bukti (spoliation) dan mengggunakan asset perusahaan dengan tidak benar. masing-masing Tergugat telah melanggar tugas fiduciarynya terhadap Exxon.
Penggatan menuntut bahwa masing-masing Tergugat bertanggungjawab secara sendiri­sendiri maupun secara bersama-sama atas segala kerugian, termasuk kerugian akan goodwill yang diderita oleh Exxon. Lebih jauh lagi dalam tuntutannya, di atas hal-hal lain, sejak awal penyelidikan yang dilakukan oleh independen auditor bekerjasama dengan penasehat Penggugat, yaitu tentang pemilihan secepatnya atas 4 anggota Direksi yang namanya diajukan oleh Penggugat, dan dalam 12 bulan, pemilihan Chairman dari Dewan Direksi dan President, dan pengaturan kembali komposisi Anggota Direksi dan Eksekutif Komite, setidaknya terdiri dari 55% independent diluar direksi tersebut.
Pada tanggal 24 September 1975, Dewan Direksi Exxon secara bulat memutuskan, sesuai Article III, Section I, dari Exxon-By Law , untuk mendirikan suatu Komite Khusus Litigasi ( Special Committee on Litigation ), terdiri dari komposisi Exxon Direktur: Jack F. Bennet, Richard P Dobson dan Edward G Harness, dan menunjuk Komisi Khusus ini untuk menentukan tindakan atau langkah Exxon berkaitan dengan permasalahan yang timbul dan tindakan-tindakan yang tertunda (pending) sehubungan dengan pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan kepada pihak Italia tersebut.
Pada tanggal 23 Januari 1976, setelah penyelidikan yang diperkirakan berlangsung selama 4 bulan, termasuk wawancara dengan lebih dari 100 saksi, Komite Khusus ini mengeluarkan “ Determination and Report of Special Committee of Litigation” (“Report ”), dokumen yang terdiri dari 82 halaman berisi kesimpulan tentang apa yang ditemukan oleh Komite beserta rekomendasi-rekomendasi lain. Fakta yang ditemukan oleh Komite ini akan dijelaskan secara singkat seperti di bawah ini .
1. Komite melaporkan gambaran pola pembayaran yang dilakukan secara rahasia untuk berbagai tujuan antara tahun 1963 dan 1972 dan kontribusi politik untuk partai politik Italia dalam masa yang sama. Total pembayaran rahasia ini sejumlah 39 juta dolar, dilakukan melalui account rahasia bank yang tidak nampak dalam pembukuan cabang Exxon di Italia, Esso Italiana. Kontribusi politik, berjumlah total 20 juta dolar, disalurkan melalui kantor Koran dan public relation yang berhubungan dari partai politik Itali, pembayaran ini terlihat dari invoice fiktif yang dilaporkan ditujukan untuk jasa service.
2. Beberapa direktur Exxon yang disebut para Penggugat dalam gugatan ini sadar dan mengetahui akan adanya pembayaran politis ini sebelum berhenti bekerja pada tahun 1972. Beberapa dari Tergugat hanya diberitahukan akan adanya pembayaran ini, sedangkan yang lainnya, yang dalam posisi yang bertanggungjawab dalam menejemen perusahaan mendesak agar kontribusi ini dapat dihapuskan secepat mungkin. Beberapa direktur yang juga Tergugat ini, mengetahui bahwa pembayaran dilakukan melalui beberapa account rahasia bank, tetapi nampaknya pengetahuan tentang pembayaran ini hanya terbatas pada pembayaran untuk kontribusi politik.
3. Setelah meneliti kembali secara teliti, menganalisa dan menyelidiki, dan dengan advis dari penasehat Khusus ( Special Counsel ), Komite Khusus secara bulat pada 23 Januari 1976 memutuskan terjadi pertentangan dengan kepentingan Exxon, dan pemegang sahamnya Exxon, atau semua orang atas namanya, dalam hal melangsungkan atau tetap melakukan tindakan hukum ( legal action ) terhadap direktur Exxon baik yang terdahulu maupun yang sekarang masih menjabat atau officer lainnya. Kemudian Komite ini memutuskan untuk segera dan memberi otorisasi kepada officer Exxon dan General Counsel agar mengusahakan untuk tidak dilakukannya tindakan/gugatan derifatif seluruh pemegang saham yang berhubungan dengan pembayaran yang dilakukan atau untuk Esso Italiana S. p A, gugatan ini ditujukan atas direktur Exxon terdahulu maupun yang sekarang masih menjabat.
Bila diamati dari kasus dalam perkara ini tidak perlu dipertanyakan bahwa hak-hak yang sedang diperjuangkan dalam gugatan ini adalah hak mempertahankan dari Exxon, dan bukan kepunyaan Penggugat yang menggugat untuk kepentingan perusahaan. Karena memang kepentingan perusahaan yang sedang dipertaruhkan, hal ini adalah tanggung jawab dari para direktur perusahaan untuk menentukan, pada saat itu, apakah untuk kepentingan perusahaan tindakan ini harus dilakukan. & # 8221; Sepertinya keputusan dari direktur perusahaan ini disandarkan kepada business judgment of the management.[47]
Prinsip ini, yang kemudian diketahui sebagai business judgment rule, telah diucapkan oleh Mr. Justice Brandeis di Pengadilan di United Copper Securities Co. v. Amalgamated Copper Co. supra, 244 US. Pada 263-64, 37 Sct. Pada 510. Dalam hal ini para direktur dari perusahaan memilih untuk tidak membawa tindakan yang menentang penggabungan industri-industri (antitrust) terhadap pihak ketiga.
Mr. Justice Brandeis mengatakan bahwa ia atau setidaknya sebuah perusahaan akan mencari dan menjalankan tidakan mengenai sebab-sebab dari kerugian melalui jalur pengadilan, seperti pertanyaan bisnis lainnya, persoalaan biasa internal menejemen, hal ini diserahkan kepada kebijaksanaan dari direksi, apabila tidak ada instruksi yang diambil melalui suara dari para pemegang saham. Campur tangan pengadilan jarang untuk mengkontrol apakah kebijaksanaan itu intra vires bagi perusahaan, kecuali direksi bersalah dalam hal pelaksanaannya yang kemudian dapat disamakan dengan pelanggaran kepercayaan, atau hal ini berdiri di hubungan dua pihak yang melindungi dari pelaksanaan pendapat yang tidak prejudice. [48]
Dapat dilihat bahwa jelas tidak adanya pernyataan tidak benar, kolusi, kepentingan pribadi, ketidak jujuran atau pelaksanaan pelanggaran atas kepercayaan lainnya, dan tidak adanya pernyataan dari business judgment yang dilaksanakan, tidak pernah terdengar, pengadilan tidak boleh dorongan/anjuran dari pemegang saham yang mencampuri dengan judgment dari officer dari perusahaan.
Pertanyaan yang tetap muncul adalah apakah itikad baik yang ditunjukkan dari pihak direktur perusahaan sudah dapat menjamin dismissal yang dilakukan berdasarkan alasan business judgment rule .
Dalam hal ini, Penggugat mempertanyakan independensi dari penilai Komite Khusus, mempersoalkan bahwa penilaian dari Komite Khusus, sepertinya, putusan dari yang digugat atau yang berbuat salah, atau putusan dari badan yang berada dibawah kontrol dari pihak yang dituduh dan telah berbuat salah. Makanya, Penggugat berkeras bahwa adalah putusan dari seluruh Dewan Direksi yang membuat dan menetapkan putusan dari Komite Khusus ini, yang memimpin gambaran yang, diambil Exxon dalam gugatan ini.
Argumentasi tersebut jelas kehilangan arah. Fokus dari business judgment rule adalah penyelidikan atas siapa yang sebenarnya bermuslihat dalam putusannya ­ membuat otoritas, bukan atas mereka yang mungkin memliki otoritas semacam itu pada waktu yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda pula. Yang kurang dapat diterima akal adalah keputusan dari Komite Khusus yang memutuskan untuk tidak menggugat hanya karena sebuah advis. Memang, dalam melakukan penyelidikan dan mencapai konklusinya, Komite Khusus melaksanakan kuasa sepenuhnya dari Dewan.
Argumentasi Penggugat selanjutnya adalah menyatakan bahwa pembayaran politis yang dilakukan tersebut adalah illegal dan ketidaklegal tersebut menghapuskan kasus ini dari wilayah business judgment rule . Namun, walau asumsi yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan di Itali telah dilakukan, namun business judgment rule meskipun demikian dapat diaplikasikan. Keputusan untuk tidak menggugat dengan pertimbangan untuk hal ini telah berlalu yang bisa jadi illegal adalah tidak sendiri dalam pelanggaran atas hukum dan tidak berakibat dalam kelanjutan dari yang dinyatakan pelanggaran dari hukum.
Lagi pula, hal ini adalah keputusan dari direksi perusahaan bahwa pencarian penyebab dari tindakan berdasarkan dari peraturan yang sudah sempurna adalah bukan hal yang terbaik bagi perusahaan. Pendapat ini, seperti putusan bisnis yang lainnya, harus dibuat oleh direktur perusahaan sebagai pelaksanaan business judgmentnya. Efek dari konklusi businessnya ini, tidak dapat dipengaruhi oleh pernyataan yang illegal dari tindakan awal yang timbul pada penyebab tindakan tersebut.[49]
Selanjutnya, konklusi adalah semua pandangan yang lebih appropriate dari fakta bahwa tidak ada petunjuk ( scintilla ) bukti pada catatan sebelumnya yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan di Itali itu adalah illegal baik bila dipandang dari sudut hukum Amerika Serikat mau pun hukum Itali. Sebaliknya, Komite Khusus dalam basis investigasinya yang intensif, dan dengan persetujuan dari Penasehat Khususnya ( Special Counsel ) memutuskan bahwa tidak ada dasar yang menyimpulkan bahwa pembayaran di Itali itu illegal.
Pada bulan belakangan ini, legalitas dan moralitas dari kontribusi politik asing, penyuapan dan pembayaran-pembayaran lain yang dilakukan oleh perusahaan Amerika telah diperdebatkan. Contohnya issue yang ini, namun demikian, bukan karena apakah pembayaran dilakukan oleh Esso Italiana kepada Partai Politik Italia atau pembayaran-pembayaran tanpa otorisasi lain adalah proper atau improper. Apakah pengadilan berpola pikir seperti ini juga dalam menilai isu ini, sangatlah diperlukan untuk melibatkan diri dalam hal bagaimana setiap perusahaan mengambil keputusan bisnisnya dan menghubungkan antara putusan dari direktur dan putusan dari pemegang saham sehubungan dengan tindakan yang diambil oleh perusahaan. Seperti dikatakan oleh Mr. Justice Brandeis dalam menyimpulkan opini dalam Ashwander v. Tennesee Valley Authority,297 U. S (288), pada 343,56 S. Ct (466), pada 481, ” bila pemegang saham dapat memaksa para officer untuk melaksanakan setiap hak hukum, pengadilan dari memilih officer , lebih kepada arbiter dari yang ditentukan perusahaan “Lagi pula, isu apakah Komite Khusus, mewakili Dewan Direksi Exxon, dan dalam hal melaksanakan business judgmentnya menetapkan bahwa gugatan yang diajukan kepadadirektur terdahulu maupun yang sekarang adalah bertentangan dengan kepentingan terbaik dari perusahaan.
Sekali lagi, mengutip Mr. Justice Brandeisyang berpendapat “Adanya kepercayaan bahwa tindakan perusahaan, yang diambil ataupun di contemplated, yang illegal memberikan hak bagi para pemegang saham untuk mencampuri dan ini dimiliki oleh warga negara lainnya. Pemegang saham bukanlah sebagai guardian dari publik. Fungsi untuk menjaga (guardian) publik yang melawan undang-undang diserahkaepada public officials.”[50]
Penggugat juga mempertanyakan ketidakberkepentingan dan kebonafidan dari Komite Khusus, menyatakan bahwa anggota dari Komite Khusus mungkin saja terlibat secara pribadi dengan transaksi yang dipertanyakan ini., atau setidaknya tertarik untuk menyatakan tindakan yang salah ” dalam cara yang diperhitungkan untuk merusak pelaksanaan business judgment atas nama perusahaan.”[51]
Dengan hal ini didalam pikiran, saya cenderung untuk menyimpulkan bahwa pada tahap gugatan ini adalah premature untuk menyimpulkan summary judgment. Penggugat harus memberikan kesempatan untuk test bona fides dan indenpendensi dari Komite Khusus melalui penemuan, dan bila perlu pada saat sidang plenary. Masalah dari niat, motivasi dan itikad baik tidak diperlukan untuk kesimpulan disposisi ini ( summary disposition.)
Selanjutnya, mosi Para Tergugat untuk summary judgment ditolak tanpa prejudice setelah Penggugat menemukan penemuan yang relevan. Dari hal itu terdapat catatan sebagai berikut :
Gall melibatkan putusan oleh direksi indenpenden yang diperkirakan untuk tidak melaksanakan gugatan derivative kepada para direktur lainnya. Dalam meminta business judgment rule , Hakim Carter bertumpu pada United Copper Securities Co., kasus yang juga melibatkan putusan direktur untuk tidak menggugat pihak ketiga yang tidak terkait. Apakah situasi ini benar­-benar dapat diperbandingkan ? Alat yang diadapsi oleh Exxon untuk mengusahakan dismissal dari gugatan Gall telah secara luas diketahui oleh Dewan Direksi sejak 1976, dalam usahanya untuk mendapatkan dismissal atas gugatan derivative yang tidak mereka kehendaki untuk dilanjutkan. Hal ini merupakan akibat dari diskusi yang dilakukan untuk memenuhi gugatan Penggugat tentang kebonafidan dari business judgment dari dewan ( atau, seperti Gall, komite khusus dari Dewan) untuk tidak melanjutkan litigasi yang tidak dikehendaki ini. Bagaimana dengan argumen bahwa Penggugat berhak untuk menyidangkan gugatan mereka dan pendekatan Gall dapat menyebabkan pelaksanaan yang salah tersebut tidak dihukum? Apakah problem ini memang semudah itu? Haruskan direksi yang benar-benar independen dan tidak mempunyai kepentingan untuk dapat menetapkan litigasi apa yang dapat dilakukan? Perkembangan dari independent litigation committee telah menghasilkan berbagai komentar pandangan hukum. Pertimbangkan argumen policy seperti berikut ini:
a) Cox. Searching for the Corporation’s Voice in Derivative Suit Litigation : A Critique of Zapata and the ALI Project, 1982 Duke L. J 959,960-961 (1982): Sebagai point awal, bahwa perusahaan mempunyai legitimasi kepentingan untuk membangkitkan alasan pada setiap tahapan litigasi bahwa gugatan apabila dilaksanakan akan merupakan hal yang lebih merugikan daripada menguntungkan. Gugatan derivative yang dilakukan atas para menejer dan direktur akhirnya akan berakhir pada charges pada perusahaan untuk biaya litigasi para Tergugat, biaya litigasi dari perusahaan sendiri dalam partisipasti atas para Tergugat tidak mempunyai angka yang pasti, seperti kehilangan moral, waktu yang terbuang bagi para pekerja, dan rusaknya nama baik dari perusahaan. Walau pun para Tergugat mengakui kesalahannya, jumlah yang diperoleh setelah dipotong biaya pengacara, bagi Penggugat mungkin tidak memadai untuk menutupi biaya gugatan ini, bila gugatan malah tidak selesai, biaya yang diperlukan bisa lebih tinggi.
Gugatan derivatif dari Penggugat ini adalah self-selected; tanpa menentukan atau perjanjian ia menunjuk dirinya sendiri untuk menjadi pembicara atas nama kepentingan perusahaan. Karena Penggugat biasanya tidak mempunyai suatu kepentingan finansil yang nyata atas perusahaan, kemungkinan akan berakibat merugikan secara ekonomi dalam pelaksanaannya tidak dapat diekspektasi dalam mengarahkan niatnya untuk menjalankan litigasi.
b) Komentar, The Propriety of Judicial Deference to Corporate Boards of Directors,96 Harv. L. Rev. 1894,1896-1897,1905­1908(1983):Dewan perusahaan adalah suatu kelompok, yang lebih menunjukkan tingkah laku tertentu yang cenderung untuk diidentifikasikan oleh para periset dalam bidang sosial pisikologi sebagai suatu kelompok yang dinamik.
Setiap konstruksi yang dapat mempengaruhi pendapat kolektif yang diputuskan oleh dewan mungkin mempunyai solusi untuk masalah tertentu akan dipertimbangkan akibat destruktifnya, diketahui sebagai “penyesuaian” ( conformity ) atau “ groupthink “, kelompok yang secara dinamik memikirkan dan menunjukkan hal yang memang perlu dihasilkan.
Conformity ini bisa saja ke arah luar ( outward ): masing ­ masing mungkin secara umum setuju namun sebenarnya mereka tahu bahwa keputusan tersebut tidak benar. Lalu mungkin saja kelompok ini kemudian membentuk suatu pandangan masing-masing individu untuk suatu pendapat yang benar: individual dapat menyandarkan pada persepsi kelompok dan mengevaluasinya dan mencapai suatu konklusi.
Hal yang timbul baik dari inward (ke dalam) maupun outward (keluar) dari confirmity ini dalam suatu ruang rapat Dewan akan menimbulkan keragu-raguan tentang arti sepenuhnya dari persetujuan Dewan tersebut. Malah sebenarnya keduanya, baik inward atau outward adalah hampir sama, seperti yang akan ditunjukkan dari pernyataan; Dewan direksi mempunyai karakterisasi dari jenis faktor, pandangan social psikologi, yang ditambah dengan tingkatan conformity dalam kelompok tersebut.
Ketika Dewan telah memutus untuk mencari dismissal atau menuntut, implikasinya terhadap kelompok dinamik ini jelas mempertanyakan apakah dalam hal peraturan hukum telah sesuai dengan putusan yang mempunyai disposisi dari mosi untuk menghentikan (gugatan) ini. Para direksi sadar suara yang diberikan untuk melanjutkan gugatan dapat mengakibatkan kerugian besar bagi menejemen, dengan pihak mana para direktur harus berasosiasi, baik secara profesional maupun dengan cara sosialisasi dan kepada siapa para direktur ini wajib berhutang jabatan prestisiusnya. Pada saat bersamaan, kelompok Dewan ini, akan menjadi faktor yang menimbulkan setidaknya outward conformity.
Direksi maka dengan ini akan memberikan suara seperti bagaimana menejemen manginginkan mereka bertindak : mereka akan secara rutin memutus untuk mencari cara untuk menghentikan (dismissal) gugatan. Peradilan yang menghormati putusan Dewan yang mana hal ini berarti juga menghormati putusan perlawanan dari menejemen dan hal ini serius dapat merusak kemampuan para pemegang saham untuk melindungi kepentingannya.
Ketika putusan untuk tidak melanjutkan gugatan dibuat dengan penunjukan khusus, oleh komite yang tidak mempunyai kepentingan sama sekali, argumentasi bahwa persetujuan yang anggota Dewan adalah tidak relevan secara hukum mungkin kelihatan tidak persuasif.
Tergugat menejemen tidak hadir ketika komite meninjau ulang fakta-­fakta yang ada dan ketika pencapaian putusan tentang gugatan itu, lebih jauh lagi, komite selalu terdiri dari direktur-direktur baru yang ditunjuk untuk tujuan awal membentuk staff dari komite. Komite ini makanya bukan subjek dari tekanan yang timbul dari hubungan yang ada antara anggota Dewan dan menejer. Namun meskipun demikian, anggota komite mengetahui bahwa mereka akan tetap berkerjasama,- baik secara profesional maupun secara sosial ­ dengan Para Tergugat Direksi setelah mereka memutuskan sesuatu tentang gugatan itu.
Sebagai tambahan, direktur yang baru ditunjuk mungkin merasa segan dengan mereka yang baru menunjuk mereka. Makanya, tekanan atas anggota member dalam memutuskan pendapat mereka sesuai dengan keinginan dari Tergugat menejemen tidak akan lebih ringan dari tekanan yang ada pada Dewan. Seperti putusan dari Dewan, putusan dari Komite Khusus adalah esensial yang dibuat oleh perlawanan menejemen dan tidak boleh ada konsekwensi legalnya.
Untuk suatu pernyatan yang lebih keras lagi bahwa direksi mempunyai ” struktural yang berat sebelah” (structural bias) dalam hal menghentikan derivative litigasi, lihat Cox and Munsinger, Bias ini Boardroom: Psychological Foundations and Legal Implications of Corporations Cohesion, 48 Law & Contem. Prob 83 (1985). Banyak pengacara perusahaan yang menolak apa yang menjadi pokok dasar dari argumen ini, yang mana juga tidak diterima oleh beberapa analis yang familiar dengan riset ilmu pengetahuan. Lihat Haft, Business Decisions by the New Board: Behavioral Science and Corporate Law, 80 Mich. K.rev. 1 (1981).
4. Beberapa kasus pra-1981 menerima tanpa reservasi alasan-alasan yang dikemukakan Gall. Auerbach v. Bennet, 47 N. Y 2d 619,419 N. Y @d 920,393 N. E 2d 994 (1979) ( New York Law sudah jelas dibentuk oleh New York Court of Appeals); Abbey v. Control Data Corp, 603 F.2d 724 (8th Cir.1979) (Delaware law): Lewis v. Anderson, 615 F 2d 778 (9th Cir.1979) (California Law), Burks v. Lasker, 441 U. S 471,99 S Ct. 1831,60L. Ed 404 (1979), menyangkut dismissal dari gugatan perusahaan investasi, isu major dalam hal ini apakah kontrol dari state atau federal law (represented oleh Investment company Act 1940). Pengadilan beranggapan bahwa state law yang mengontrol, tetapi komentar yang berjalan adalah ” mungkin ada suatu situasi yang membuat direktur independen secara masuk akal percaya bahwa hal yang terbaik bagi kepentingan pemegang saham adalah mengurungkan niatnya untuk menggugat, dan pada beberapa kasus tertentu” akan konsisten dengan peraturan yang memperbolehkan direktur yang independen untuk menghentikan gugatan, walaupun tidak frivolous.” 441 US pada 483-485, 99 S. Ct pada 1841. Opini yang timbul menunjuk kepada “this generally accepted principle” dan pernyataan yang menyatakan bahwa keputusan untuk tidak mnggugat pelaku kesalahan (wrongdoer) ” adalah tidak berbeda” dengan putusan bersama direktur. Galef v. Alexander, 615 F 2d 51 ( 2d. Cir 1980). Di lain pihak, melakukan business judgment rule dengan pendekatan seperti yang dilakukan oleh Gall dalam mengajukan gugatannya berdasarkan section 14(a) adalah ” komunikasi dari menejemen adalah akurat dan lengkap selayaknya seluruh fakta material” dan pencapaian tujuan “akan benar-benar membuat putus asa jika direktur yang dijadikan Tergugat dalam suatu tindakan gugatan derivative karena melakukan informasi yang tidak layak sehubungan dengan proxy solicitation diperboleh untuk melakukan dismissal atas suatu tindakan dengan hanya berdasarkan alasan pendapatnya bahwa gugatan tersebut bukan yang terbaik bagi kepentingan perusahaan.” 615 F2d PADA 63.
5. Satu pertanyaan praktis yang melibatkan prosedur yang diikuti oleh Gall adalah sejauh mana keharusan independensi dari komite litigasi” (litigation committee)? Kalau anda adalah pengacara dari penggugat yang menghadapi prospek dari tipe pembelaan Gall, apakah anda tidak menyebut nama seluruh direksi sebagai Tergugat di setiap kasus. Dapatkah seorang direktur yang tidak mempunyai hubungan langsung dapat dikatakan independen untuk memuaskan prinsip Gall, jika disebut (nominal defendant)? Akhirnya bagaimana jika menggugat bahwa putusan komite komite independen itu sendiri merupakan pelanggaran dari tugas fiduciary: walau prospek dari gugatan semacam itu sangat tipis, dapatkah hal itu digunakan untuk mendiskualifikasi direksi dari serving atas “ litigation committee ”
Dari pendapat pengadilan di muka dapat dipahami berbagai unsur untuk menerapkan business judgment rule.
Dalam perkara lain, Zapata Corp. vs. Maldonado Supreme Court of Delaware, 1981, 430 A.2d 779 dimana Pengadilan Delaware Chancery menggambarkan kontroversi hal-hal pokok mendasar menyangkut kasus ini sebagai berikut: “Fakta-fakta yang relevan, ditafsirkan dengan sangat menguntungkan bagi Maldonado, yang menunjukkan bahwa pada tahun 1970 Dewan Direksi Zapata mengadopsi stock option plan dengan memberi kebebasan pada beberapa officer tertentu dan direksi untuk membeli Saham umum Zapata pada $ 12.1S per saham. Rencana ini disediakan untuk melaksanakan pilihan (options) dalam five angsuran yang terpisah satu sama lain, yang mana yang terakhir terjadi pada tanggal 14 July 1974. Pada tahun 1971, rencana ini diratifikasi oleh para pemegang saham dari Zapata. Pada saat tanggal pelaksanaan final dari kehendak ini semakin dekat, Zapata merencanakan untuk penawaran tender sejumlah 2.300.000 dari sahamnya sendiri. Pengumuman dari penawaran tender diharapkan akan dilaksanakan sebelum tanggal 14 July 1974, dan diprediksikan bahwa akibat dari pengumuman ini akan meningkatkan harga pasar saham Zapata dari $ 18 – $ 19 per saham mendekati harga penawaran tender sebesar $25 per saham.
“Direksi Zapata, kebanyakan diantaranya adalah yang mempunyai opsi (optionees) dalam pelaksanaan hal ini berdasarkan rencana tahun 1970, menyadari bahwa dari optionees ini akan mendatangkan penambahan pertanggungjawaban yang substansial atas federal income tax (pajak pendapatan federal) bila dilaksanakan setelah tanggal pengumuman penawaran tender dan bahwa penambahan tanggung jawab ini dapat dihindari bila pelaksanaan dilaksanakan sebelum pengumuman. Hal ini disebabkan karena jumlah modal yang diperoleh untuk pajak pendapatan federal bagi yang para optionees ini akan sama jumlahnya dengan perbedaan antara pilihan harga $ 12,15 dan pilihan harga pada tanggal pelaksanaan : $18 -$19 bila dilaksanakan lebih awal dari pengumuman penawaran tender, atau hampir mendekati $ 25 apabila dilaksanakan secepatnya setelah pengumuman. “Dalam rangka untuk mengurangi tanggung jawab atas pajak pendapatan federal tersebut, optionees ini akan mengadakan pelaksanaannya dengan cara: direksi Zapata mempercepat tanggal pelaksanaannya yaitu pada tanggal 2 July 1974. Pada hari itu dilaksananakanlah rencana ini dan direksi meminta agar New York Stock Exchange untuk menangguhkan perdagangan saham Zapata dengan alasan pending karena “akan adanya pengumuman yang penting”. Pada tanggal 8 July 1974, Zapata mengumumkan penawaran tender. Harga pasar saham Zapata naik ke $ 24.50″ 413 A 2d. 1251, 1254-5.)
Hakim Quillen menyatakan bahwa, hal ini adalah banding yang didasarkan karena permasalahan yang tidak dapat ditentukan atau kontroversial dari perintah pengadilan Chancery yang dibuat pada 9 April 1980, oleh yang menolak usul alternatif dari Pembanding-Tergugat Zapata Corporation ( Zapata) untuk menolak gugatan atau untuk summary Judgment. Isu ini yang dimaksud ini sampai ke pengadilan dengan jalan yang agak berbelit-belit.
Pada bulan Juni 1975, Willian Maldonado, pemegang saham dari Zapata, melaksanakan gugatan derivative di pengadilan Chancery atas nama Zapata melawan 10 (ten) officerss dan/atau direktur dari Zapata, dan menyatakan, secara esensial bahwa mereka ini telah melanggar tugas-tugas fiduciarynya. Tuntutan Maldonado yang pertama tidak menuntut bahwa Dewan yang mengakibatkan tindakan ini, malah menyatakan bahwa tuntutan tersebut adalah sia-sia karena seluruh direktur disebut sebagai Tertgugat dan dinyatakan berpartisipasi dalam tindakan-tindakan yang telah disebutkan.[52]
Pada bulan Juni 1979, empat dari Tergugat-direktur tidak lagi duduk di Dewan, dari direktur yang masih tetap menjabat menunjuk 2 direktur baru dari pihak luar untuk duduk di Dewan. Kemudian Dewan membentuk “Komite penyelidik Independen” (Independent Investigation Comimee (Committee/ Komite), terdiri dari 2 direktur, untuk menyelidiki tindakan dari Maldonado, begitu juga dengan gugatan derivative yang sama yang kemudian sedang di-pending di Texas, dan untuk menentukan apakah perusahaan akan melanjutkan atau tidak litigasi ini. Tujuan Komite dinyatakan sebagai “final tidak hal yang akan ditinjau ulang oleh Dewan Direksi dan dengan segala pertimbangan tunduk kepada perusahaan.”
Penyelidikan berikutnya, pada bulan September 1979 Komite memutuskan, bahwa setiap tindakan harus“ melakukan penolakan dengan segera karena hal ini bertentangan dengan kepentingan terbaik dari perusahaan”. Sebagai akibatnya, Zapata bergerak ke tindakan penolakan atau ke summary judgment.
Pada tanggal 18 Maret 1980, Pengadilan Chancerry, dalam laporan opini, basis dari perintah tanggal 9 April 1980 menolak mosi Zapata, berpegang pada hal bahwa hukum Delaware tidak mendukung penolakan seperti ini.
Lebih khusus lagi, berpegang pada peraturan “business judgment” tidak merupakan suatu penjaminan bagi penguasa untuk menolak tindakan derivative dan bahwa para pemegang saham mempunyai hak individu untuk tetap memelihara gugatan derivative dalam beberapa contoh tertentu.[53]
Kami membatasi pandangan kami atas permohonan banding tentang permasalahan yang kontroversial ini kepada, apakah Komite mempunyai kekuasaan yang dapat mengakibatkan gugatan ini dapat dihentikan. Kami mulai dari mempelajari secara teliti dengan menimbang pernyataan dari Vice Chancellor yang menyatakan, dalam bagian, bahwa peraturan “business judgment” tidak memberi kekuasaan kepada dewan direksi perusahaan untuk mengakhiri gugatan derivative”. 413 A.2d pada 1257. Konklusinya ini secara tertentu berhubungan dengan beberapa pengadilan federal, menerapkan hukum Delaware, berpegang pada hal bahwa peraturan business judgment memungkinkan dewan (atau Komite mereka) untuk mengakhiri gugatan derivative.
Seperti syarat yang paling banyak digunakan, dan seperti disposisi yang diberikan di bawah ini, kami dapat mengerti bahwa komentar Vice Chancellor bahwa ” peraturan Business judgment tidak relevan dengan pertanyaan apakah Komite mempunyai otoritas/kekuasaan untuk memaksa untuk menghentikan gugatan “.413 A.2d pada 257. Sebuah Perusahaan berdiri karena dimungkinkan oleh legislative, dan mempunyai otoritas karena diberikan oleh badan pembuat undang-undang. Direksi dari perusahaan Delaware (Directors of Delaware Corporation) mendapatkan kekuasaan pengambilan keputusan menejerial mereka yang meliputi putusan: apakah inisiatif, atau supaya jangan ikut campur, litigasi, [54]dari 8 Del. C # 141 (a). [55]
Undang-undang ini bersumber dari kekuasaan direktorial. Peraturan “ business judgment ” adalah peraturan tentang kebaikan yang dibentuk dari hal yang berhubungan dengan pengadilan, dalam suatu situasi tertentu, dalam keputusan Dewan.[56]
Apabila dipandang secara defensif, hal ini bukan membuat suatu otoritas. Dalam pengertian ini peraturan “business judgment” tidak relevan dengan pembuatan putusan oleh perusahaan, sampai pada saat putusan dibuat. Secara umum digunakan sebagai pembelaan secara diam-diam untuk menyerang keputusan yang ada. Kekuasaan pengambilan keputusan menejerial Dewan, bagaimana pun, datang dari # 141 (a).
Apa yang diberikan oleh kreasi judicial (Judicial creation) dan legislatif berhubungan karena peraturan “business judgment” dikembangkan untuk memberikan pengenalan dan rasa hormat kepada keahlian bisnis direksi ketika mereka melaksanakan kekuasaan menejerialnya berdasarkan #141 (a).
Dalam kasus-kasus sebelumnya, walaupun keputusan perusahaan untuk menghentikan atau ke arah summer judgment, secara harafiah, putusan yang dihasilkan dari pelaksanaan tugas direksi (sebagaimana didelegasikan oleh Komite dalam business judgment, pertanyaan dari “business judgment”, dalam pengertian defensif, tidak akan menjadi relevan sampai dengan dan kecuali keputusan untuk mengakhiri gugatan derivative dianggap sebagai tidak patut. Pertanyaan ini tidak sampai diutarakan oleh Vice Chancellor karena ia berketetapan bahwa pemegang saham mempunyai hak individual untuk tetap memelihara/mempunyai hak atau gugatan derivative.
Maka oleh karena itu, fokus dari kasus ini adalah kekuasaan untuk mengutarakan bagi perusahaan dalam hal apakah gugatan akan dilanjutkan atau diakhiri/dihentikan. Seperti dapat kita lihat, masalah pada bentuk banding sekarang ini mempunyai 3 aspek: konklusi dari pengadilan dalam hal yang berkaitan dengan hak para pemegang saham atas gugatan derivative; Kekuasaan perusahaan berdasarkan hukum Delaware oleh Komite Dewan yang menyebabkan dihentikannya pelaksanaan litigasi untuk kepentingan perusahaan; dan peranan dari pengadilan Chancerry dalam menyelesaikan konflik antara pemegang saham dan Komite.
Sesuai dengan hal ini, kita baik kembali kepada konklusi dari pengadilan Chancerry menyangkut hak penggugat Pemegang Saham dalam gugatan derivative. Kami mendapatkan bahwa adalah ketetapannya bahwa pemegang saham, begitu tuntutan dibuat dan ditolak, memiliki suatu indenpendensi, hak individual untuk melanjutkan gugatan derivativenya atas pelanggaran tugas fiduciary di atas keberatan yang diajukan oleh perusahaan, sebagai sebuah peraturan absolut, adalah salah.
Mckee v. Rogers. Del Ch. 156 A.191 (1931)., yang menyatakan “sebagai peraturan yang umum bahwa pemegang saham tidak diizinkan” untuk mencampuri wilayah keputusan untuk memilih kebijaksanaan yang terkait dengan keputusan direktur dan menuntut atas nama perusahaan ketika badan menejemen menolak 156 A pada 193.
Ketentuan Mckee, tentu saja, tidak boleh dibaca secara luas bahwa penolakan Dewan akan menjadi ketetapan pada setiap contoh. Anggota Dewan, berkewajiban kepada perusahaan untuk pelaksanaan terbaik atas tugasnya sebagai fiduciary, tidak akan memperbolehkan penghentian akan gugatan derivative, karena hal ini akan merupakan pelanggaran dari tugas fiduciary mereka. Perselisihan pada umumnya menyangkut kontrol akan timbulkan gugatan dalam dua konteks. Konsisten dengan tujuan dari tuntutan, putusan Dewan yang menyebabkan gugatan dihentikan yang merupakan gangguan bagi perusahaan, setelah tuntutan dibuat dan ditolak, akan tetap dihormati dindahkan kecuali hal ini salah.[57]­
Lihat e. g United Copper Securities Co. v Amalgamated Copper Co. 244 U. S.261, 263 -64, 37 S. Ct 509, 510, 61 L. Ed. 1119, 1124 (1917). Klaim yang dilakukan atas suatu keputusan yang salah untuk tidak menuntut adalah eksepsi yang pertama dan konteks pertama dari perselisihan (dispute). Ketidakadaan penolakan yang salah, pemegang saham dalam situasi seperti itu adalah hanya karena kurangnya kekuasaan menejerial hukum.
Tetapi tidak dapat dinyatakan secara langsung bahwa, tidak adanya penolakan yang salah dari Dewan, pemegang saham jadi tidak akan pernah mempunyai hak individual untuk mengadakan gugatan. Seperti yang dinyatakan oleh Mckee,” well settled ” kecualian ada dalam ketentuan yang umum.
Pemegang saham dapat menuntut dalam kapasitas dan hak derivativenya untuk menuntut dasar gugatan atas nama perusahaan, tanpa tuntutan pendahuluan kepada direksi, ketika kelihatannya bahwa tuntutan ini akan sia-sia, bahwa para officer dibawah pengaruh yang mensterilisasi diskresi dan juga bukan orang yang layak untuk melaksanalan litigasi.”
156 A pada 193 (penekanan ditambahkan). Kekecualian ini, konteks kedua dari perselisihan, konsisten dengan pernyataan di bawah ini bahwa ” hak individual pemegang saham untuk menggugat tidak matang, walaupun, kecuali dia dapat menunjukkan tuntutan akan sia-sia.”
Tuntutan, ketika diperlukan dan ditolak (kalau tuntutan tidak salah), menghilangkan kemampuan hukum pemegang saham untuk mengadakan gugatan derivative.[58]
Tetapi dalam hal tuntutan ini beralasan patut, pemegang saham mempunyai kemampuan untuk melakukan gugatan atas nama perusahaannya. Konklusi ini, bagaimana pun, tidak menjelaskan pertanyaan sebelumnya. Hal ini lebih membawa kita kepada pertanyaan untuk diputuskan. Disinilah kita membagi perusahaan dengan pengadilan di bawah ini, Derivative merupakan pelaksanaan dari hak-hak perusahaan dan hal yang diperoleh akan kembali ke perusahaan. “hak dari pemegang saham untuk memenuhi hak litigasi perusahaan, karenanya, hanya semata-mata bertujuan melindungi dari ketidak adilan dimana yang kelihatannya bahwa hal material perusahaan tidak terlindungi “.
Kami tidak melihat ada alasan yang melekat dari “dua phase” gugatan derivative, pemegang saham menggugat untuk memaksa perusahaan untuk menuntut, dan tuntutan perusahaan akan berakibat secara otomatis berada sepenuhnya dalam kontrol di tangan pemegang saham yang berlitigasi dari hak-hak perusahaan dalam litigasi. Sebaliknya, bagi kita kelihatannya ketentuan yang tidak fleksibel itu akan mengenali hak seseorang atau kelompok, diluar yang lain di dalam perusahaan. Makanya, kami menolak pandangan dari Vice Chancellor yang menyatakannya sebagai aspek pertama dari masalah banding.
Pertanyaan yang hendak diputus menjadi: Kapan, jika sekiranya, apakah dewan komite yang diotorisasi diperbolehkan untuk mengadakan litigasi, dilaksanakan secara patut oleh pemegang saham derivatif dalam kapasitas haknya sendiri, dapat dihentikan?
Seperti telah dicatat di atas, Dewan mempunyai kekuasaan untuk memilih untuk tidak melakukan litigasi ketika ada tuntutan untuk melakukannya, sepanjang bila putusan tersebut tidak salah.
Bila Dewan menetapkan bahwa gugatan akan merugikan perusahaan, ketetapan Dewan akan berlaku. Walau pun gugatan tersebut dapat diterima situasi akan timbul bila kelanjutan dari litigasi tidak sesuai dengan kepentingan perusahaan. Penyelidikan kami adalah, dalam situasi seperti itu, ada prosedur yang diperbolehkan berdasarkan # 141 (a), dimana perusahaan dapat melepaskan dirinya sendiri dari litigasi yang merugikan. Jika tidak ada, maka seorang pemegang saham dalam suatu masalah yang ekstrem dapat mengontrol nasib dari seluruh perusahaan. Pemikiran ini secara tegas dinyatakan oleh Ninth Circuit in Lewis v. Anderson, 9th Cir., 615 F 2d.778, 786 (1979) cert. menolak,_______U. S._______101 C. St. 206, 66 L Ed.2d 89 (1980): ”
Memperoleh seorang pemegang saham untuk mengantisipasi keseluruhan Dewan direksi dengan menuntut terhadap mereka yang memberikan terlalu banyak pengaruh kepada pemegang saham yang tidak setuju ini. “Tetapi, ketika mempelajari apa yang maksudnya, termasuk mempelajari mekanisme dari Komite dalam kasus ini, potensial dari penyalahgunaan harus dapat segera dikenali. Hal ini membawa kita kepada aspek kedua dan ketiga dari masalah banding ini.
Sebelum kita melalui pertimbangan yang wajar atas mekanisma dari permasalahan ini harus jelas bahwa Komite Independen mempunyai otoritas kekuasaan dari perusahaan untuk menghentikan gugatan derivative tersebut. Bagian 141 (c) memperbolehkan Dewan mendelegasikan seluruh otoritasnya kepada Komite. Menurutnya, komite yang mempunyai otoritas yang telah secara patut didelegasikan kepadanya mempunyai kekuasaan untuk menghentikan atau summary judgement apabila seluruh dewan menghendakinya.
Walaupun tuntutan tidak dilakukan dalam kasus ini, dan putusan yang menetapkan apakah litigasi tidak sesuai dengan Dewan, Dewan Zapata, kelihatannya bagi kami, menahan seluruh kekuasaan perusahaan yang menyangkut putusan litigasi. Jika Maldonado melakukan tuntutannya kepada Dewan dalam masalah ini, dapat saja hal menggugat tersebut akan ditolak. Maldonado kemudian dapat menyatakan dengan tegas bahwa keputusan untuk tidak menggugat adalah salah dan, jika benar, akan dapat diperbolehkan untuk menggugat. Dewan, bagaimana pun, tidak akan pernah untuk kehilangan otoritas peraturan menejerial-nya. Tuntutan itu sendiri memerlukan bukti-buti bahwa kekuasaan menejerial berada di tangan Dewan. Ketika penggugat gugatan derivative diperbolehkan untuk menggugat setelah adannya penolakan yang salah, otoritas Dewan untuk memilih apakah meneruskan litigasi ini tidak konklusinya telah tercapai melalui pelaksanaan dari otoritas tersebut. Tidak dihiraukan karena salah.
Hampir sama dengan, peraturan 23.1, dengan memperbolehkan tuntutan pada beberapa contoh, tidaklah melucuti Dewan dari kekuasaannya akan menyelamatkan penggugat dari biaya dan penundaan atas gugatan sia-sia yang dihasilkan dari kemungkinan pelaksanaan kekuasaan Dewan dalam hal penolakan atau dalam kebalikannya untuk memberikan kontrol litigasi. Tetapi Dewan benar-benar memberikan kekuasaannya berdasarkan #141 (a) untuk membuat putusan yang menyangkut litigasi perusahaan. Masalahnya adalah satu dari diskualifikasi, bukan karena tidak adanya kekuasaan dalam Dewan.
Penelitian atas kekuasaan perusahaan menyelidiki kemudian fokus kepada apakah Dewan, diwarnai oleh kepentingan diri sendiri dari sebagian besar pemegang sahamnya, dapat secara hukum sah untuk mendelegasikan kekuasaannya kepada Komite yang terdiri dari 2 orang direktur yang tidak mempunyai kepentingal sama sekali dalam hal ini. Kami mendapati bahwa ketentuan ini memerlukan suatu jawaban yang meyakinkan atas pernyataan ini. Seperti telah dinyatakan, di bawah ketentuan yang telah dijelaskan pada peraturan #141 (c), Komite dapat melaksanakan seluruh kekuasaan Dewan untuk melanjutkan resolusi dari Dewan. Lebih lagi, setidaknya, secara analogi, pada peraturan kami mengenai kepentingan para direktur pada, 8 Del. C # 141, kelihatannya jelas bahwa hukum Delaware dibentuk untuk membolehkan direktur yang tidak mempunyai kepentingan untuk bertindak untuk kepentingan Dewan.
Kami tidak berfikir bahwa kepentingan yang mewarnai sebagian besar pemegang saham diwarnai halangan hukum bagi pendelegasian kekuasaan dari Dewan kepada independen Komite yang memang terdiri dari anggota-anggotanya yang tidak mempunyai kepentingan sama sekali di dalamnya. Komite dapat benar-benar bertindak secara patut untuk perusahaan untuk menghentikan derivative litigasi yang dipercaya akan merugikan kepentingan terbaik dari perusahaan.
Fokus kami sekarang berpindah kepada Pengadilan Chancerry yang menghadapi pernyataan tegas dari pemegang saham bahwa gugatan derivative, yang dilaksanakan secara patut, harus dilanjutkan demi kepentingan perusahaan dan pernyataan tegas dari perusahaan, telah dilakukan secara patut oleh Komite yang bertindak dalam otoritas dari perusahaan, bahwa hal gugatan derivative yang sama tersebut harus dihentikan untuk kepentingan terbaik perusahaan.
Dengan resiko dari pernyataan yang nyata ini, problemnya sebenarnya relatif mudah. Jika, dilain pihak, perusahaan dapat secara konsisten merebut itikad baik gugatan derivative yang bermaksud baik melalui mekanisme yang digunakan oleh Komite, gugatan derivative ini akan kehilangan banyak, jika tidak semuanya, yang secara umum efektifitasnya dikenal sebagai intra-corporate yang berarti kebijaksanaan Dewan Direksi. Jika sebaliknya perusahaan tidak dapat melucuti diri mereka sendiri dari ketidak bergunaan atau litigasi yang merugikan dan menghentikan gugatan, gugatan derivative, yang dikreasikan untuk kepentingan dari perusahaan, akan berakibat kebalikannya, akibat yang tidak dikehendaki Makanya kepada kami berkeinginan untuk mendapatkan hal (point) yang menyeimbangkan dimana niat baik dari pemegang saham untuk membawa penyebab dari tindakan perusahaan tidak bisa secara tidak adil diinjak-injak oleh Dewan Direksi, tetapi perusahaan dapat menghindarkan dirinya dari hal litigasi yang merugikannya.
Pengadilan berpendapat bahwa Direktur yang mempunyai kepentingan: kuorumnya :
(a) Tidak kontrak atau transaksi antara perusahaan dan satu atau lebih direkturnya atau officernya, atau antara perusahaan dan perusahaan lain, partnership, association, atau organisasi lain dimana satu atau lebih direkturnya atau officernya, atau mempunyai kepentingan keuangan ( financial interest), akan tidak berlaku atau dapat tidak berlaku hanya karena alasan ini, atau hanya semata-matanya karena direktur atau officer hadir atau berpartisipasi dalam pertemuan Dewan atau Komite yang memberikan otoritas kontrak atau transaksi, atau hanya karena dia atau mereka memberi suara yang sudah dihitung untuk tujuan tersebut, jika:
1) Fakta material dalam hubungannya atau kepentingan dan seperti pada kontrak atau transaksi yang diungkapkan atau telah diketahui pada Dewan Diresksi atau Komite, dan Dewan atau Komite dengan itikad baiknya meng-otorisasi kontrak atau transaksi dengan pemungutan suara yang meyakinkan dari mayoritas direktur yang tidak ada mempunyai kepentingan samasekali, walaupuh jumlah direktur yang tidak mempunyai kepentingan tersebut kutang dari kuorumnya;
2) Fakta material dalam hubungannya atau kepentingan dan seperti pada kontrak dan transaksi yang diungkapkan atau telah diketahui oleh pemegang saham yang berhak untuk diadakan pemungutan suara, dan kontrak atau transaksi yang dalam pemungutan suara berdasarkan pemegang saham; atau.
3) Kontrak atau transaksi fair bagi perusahaan sesuai waktu diotorisasi, disetujui atau diratifikasi, oleh Dewan Direksi, Komite, atau pemegang saham;
4) Direktur pada umumnya atau yang berkepentingan dapat diperhitungkan dalam penentuan kehadiran dalam suatu forum di meeting dari Dewan Direksi atau Komite yang meng-otorisasi kontrak atau transaksi”
Seperti telah kita catat, pertanyaan tersebut telah diperlakukan oleh pengadilan lain sebagai suatu ” business judgment” dari Dewan Komite. Jika “Komite, terdiri dari independen dan para direktur yang tidak mempunyai kepentingan”, dalam melaksanakan tinjauan yang patut atas masalah sebelumnya, dengan mempertimbangkan banyaknya faktor variasi dan tercapainya, dalam itikad baik, business judgment yang menetapkan bahwa gugatan bukanlah suatu hal yang terbaik bagi perusahaan”, gugatan ini harus dihentikan. Isu yang ada menjadi semata-mata independen, beritikad baik, dan investigasi yang rasional. Konklusi yang terutama dari Komite, berdasarkan pandangan itu, adalah bukan subjek dari judicial review.
Kami tidak puas, bagaimana pun, penerimaan dari rasionalisasi ” business judgment” pada tingkat gugatan derivative ini adalah point yang patut dan seimbang. Sementara kami mengakui analogi dengan kasus normal menyangkut judgment dari Dewan, sepertinya bagi kami ada resiko yang wajar dalam situasi realitas seperti yang diperlihatkan dalam kasus ini untuk men - justify penyebabnya di bawah kesetiaan dan ketaatan teori dari Business Judgment.
Konteks dalam hal ini adalah gugatan terhadap direktur dimana tuntutan atas Dewan dimaafkan. Kami merasa beberapa penghargaan harus diberikan pada fakta bahwa engan sebaik-baiknya. Hal itu bukan kasus penolakan Dewan. Lebih lagi, gugatan ini diajukan pada bulan Juni 1975, dan, sementara para pihak tidak diragukan lagi akan mengambil pandangan yang berbeda dalam tingkatan aktifitas litigasi, kita harus memikirkan tentang kreasi dari “Komisi Investigasi Independen” empat tahun kemudian, setelah pemilihan dua direktur baru dari luar tersebut. Situasi dapat berkembang dimana mosi tersebut dapat diajukan setelah beberapa tahun dari litigasi yang kuat berdasarkan alasan yang tidak ada hubungannya dengan tuntutan hukum.
Lebih lagi, meskipun konfiksi kami bahwa hukum Delaware memberikan kekuasaan perusahaan kepada Komite yang telah diotorisasi dengan patut, kami harus berhati­-hati dan sadar bahwa direktur hanya memberikan judgment pada rekan direkturnya dalam suatu perusahaan yang sama dan rekan direktur lain, dan pada contoh ini, yang dirancang untuk melayani baik direktur dan anggota Komite. pertanyaan yang sudah dengan sewajarnya timbul adalah apakah ” hanya untuk kemuliaan Tuhan kulakuan empati mungkin tidak memainkan peranannya. Dan lebih pertanyaan lebih jauh lagi muncul, apakah penyelidikan tentang independen, itikad baik, dan investigasi yang masuk akal cukup untuk menjaga dari tindakan penyalahgunaan, atau mungkin penyalahgunaan yang di bawah sadar.
Ada jalur lain untuk ekplorasi disamping konteks faktual dari litigasi yang kami anggap berguna. Sifat dari mosi ini tidak terdapat adanya sesuatu yang tersimpan, seperti misalnya diillustrasikan selanjutnya dalam alternatif. Mungkin lebih baik dipertimbangkan sebagai dasar dari mosi summary judgment untuk penghentian karena pemegang saham yang gagal. Tetapi hal ini tidak secara pas masuk ke dalam kategory yang digambarkan dalam Rule 12 (b) dari peraturan pengadilan Chancerry atau pun apakah hal itu berhubungan langsung dengan Rule 56 karena pertanyaan dari isu yang asli dari fakta yang terdapat pada klaim pemegang saham tidak dapat dicapai.
Apakah pengadilan Chancerry akan terbujuk dengan pelaksanaan dari kekuasaan Komite sebagai hasil dari mosi summary untuk penghentian dari gugatan derivative, dimana tuntutan dari sejak awal tidak dibuat, harus diletakkan, dalam judgment kita, dalam diskresi yang independen dari Pengadilan Chancerry. Kami kemudian mengarahkan jalan tengah antara kasus yang mengandung indenpenden business judgment dari Dewan Komite dan kasus ini sebagaimana ditetapkan di bawah akan mengandung kontrol yang terkendali dari pemegang saham. Dalam melaksanakan jalan tersebut, kami mengenali bahwa “substantif final dari judgment dimana tuntutan hukum tertentu harus mempunyai keseimbangan dari banyak faktor etika, komersial, promosi lation, employee relation, fiskal dan juga legal”.
Tapi kami yakin bahwa faktor tersebut tidak ” melebihi jangkauan judicial (hal-hal yang menyangkut pengadilan)” dari pengadilan Chancerry yang secara teratur dan kompeten berhubungan dengan fiduciary relationship, disposisi dari trust property, persetujuan dari settlements, dan tujuan dari permasalahan-permasalahan yang hampir sama. kami mengenali bahayanya darai suatu judicial yang melampaui tujuan yang dicapai tetapi alternatif lain yang kelihatannya bagi kami akan lebih berat adalah pandangan baru dari judicial diluar itu. Lebih lagi, kami gagal untuk menyeimbangkan seluruh kepentingan yang terlibat, kami akan berada dalam nama praktek dan ekonomi judicial yang menutup putusan judicial yang dipenuhi. Pada point ini, kami tidak yakin bahwa hal tersebut memang diperlukan atau memang diinginkan.
Setelah tujuan dan melalui lestigasi dari gugatan derivative, sebuah indenpenden Komite dapat menyebabkan perusahaannya mengajukan mosi pre-trial untuk menghentikan pengadilan Chancerry. Dasar dari mosi ini adalah kepentingan terbaik dari perusahaan, sebagaimana ditetapkan oleh Komite. Mosi ini harus menyangkut catatan tertulis yang menyeluruh dari investigasi dan hal-hal yang ditemukan dan juga rekomendasi.
Dibawah supervisi yang baik dari pengadilan, berhubungan dengan kelanjutan pada summery judgment, setiap sisinya harus mempunyai kesempatan untuk dibuat sebagai catatan. Sebagaimana pada isu terbatas yang diperlihatkan oleh mosi yang dicatat di bawah, pihak yang mengambil tindakan harus dipersiapkan untuk menghadapi beban normal berdasarkan Rule 56 yang tidak mempunyai isu yang mendasar sebagai fakta material dan pihak yang bertindak itu berhak untuk menghentikannya sebagai hal dari hukum.[59] Pengadilan harus menerapkan dua langkah percobaan atas mosi tersebut.
Pertama , pengadilan harus menyelidiki hal independensi dan itikad baik dari Komite dan dasar yang mendukung konklusi tersebut. penemuan yang terbatas akan diperlukan untuk mem-fasilitasi penyelidikan tersebut. Perusahaanlah yang harus terbebani untuk membuktikan keindependen-annya, itikad baik dan investigasi yang dapat diterima akal, daripada menduga keindependen-an, itikad baik dan tanpa hal yang masuk akal sama sekali. Jika pengadilan menetapkan baik Komite tidak indenpenden atau tidak menunjukkan dasar dari konklusinya, atau, jika pengadilan tidak puas dengan alasan lain yang berhubungan dengan process, termasuk tapi tidak terbatas kepada itikad baik dari Komite, pengadilan harus menolak mosi dari perusahaan. Jika, walaupun, pengadilan puas dan menunjukkan penemuan akan dasar itikad baik yang dapat diterima akal dan juga rekomendasi-rekomendasi, pengadilan dapat dilanjutkan, untuk langkah selanjutnya.
Langkah kedua mempersiapkan, kami percaya kunci yang esensial dalam menggaris bawahi keseimbangan antara klaim perusahaan yang sesuai hukum yang berlaku seperti terlihat dalam gugatan derivative pemegang saham dan kepentingan terbaik dari perusahaan seperti terlihat oleh Komite investigasi Independen. Pengadilan harus menetapkan, independen business judgmentnya sendiri, apakah mosi tersebut harus dijamin.[60]
Hal ini berarti, tentu saja, hal tersebut dapat timbul dimana Komite dapat mendirikan independensinya dan suaranya berdasarkan dari putusan yang beritikad baik dan tetap menolak mosi dari perusahaan. Langkah kedua ini dimaksudkan untuk merintangi hal ini dimana tindakan perusahaan memenuhi kriteria dari langkah pertama, tetapi akibatnya kelihatan tidak memuaskan semangat (spirit) yang ada di dalamnya, atau di mana tindakan perusahaan secara sederhana akan mengakhiri secara prematur keluhan pemegang saham yang berhak untuk mendapat pertimbangan lebih jauh lagi dalam kepentingan perusahaan. Pengadilan Chancerry tentunya mesti berhati-hati mempertimbangkan dan menimbang sejauh mana pemaksaan kepentingan perusahaan ketika berhadapan dengan tuntutan hukum yang semberono tersebut. Pengadilan Chancerry harus, ketika diperlukan, memberikan pertimbangan yang khusus kepada masalah hukum tersebut dan juga hal kebijaksanaan publik sebagai tambahan kepada kepentingan perusahaan.
Jika independen business judgment dari pengadilan terpuaskan, pengadilan dapat berlanjut untuk mengabulkan mosi, subjek, tentu saja, atas persyaratan atau kondisi judgment yang dipandang oleh pengadilan perlu atau diinginkan. Perintah pengadilan Chancerry yang tidak dapat ditentukan atau kontroversial ini kebalikan dan penyebab diserahkan kembali kepada kelanjutan konsistensi lebih jauh dengan opini ini.
Dari pendapat pengadilan sebagaimana diuraikan dimuka dapat pula diamati sebagai berikut ini :
Beberapa pengadilan menolak untuk memberikan pendapat oleh Komite Litigasi yang bersifat final yang kelihatannya memang diperlukan dalam pra-putusan Zapata. Antaranya adalah kasus Joy v. North, 692 F.2d 880 (2d Cir.1982), cert. Menolak sub no. Ci.
ytrust v. Joy, 460 U. D.1051, 103 S Ct.1498 (1983) (nominal diputus berdasarkan Connecticut law); Hasan v. Cleve Trust Realty Investor, 729 F.2d 372 (6th Cir.1984) (tidak ada presumption dari kebiasaan atau itikad baik untuk mendukung putusan Komite Litigasi); In Matter of Continental lilinois Securities Kitigation, 732 F.2d 1302 (7th Cir.1984). Sementara dimana ada ketidak sepakatan dalam kasus-kasus ini, mayoritas opini merefleksikan skeptisme tentang kebijaksanaan dari penerimaan tanpa kritik atas prinsip yang dituduhkan Penggugat atas transaksi perusahaan yang harus dibatalkan hanya untuk menyerang independensi dan itikad baik dari Komite Litigasi. Secara mendasar menerima pendapat “structural bias”. Pengadilan dalam Miller v. Register & Tribune Syndicate, Inc,336 N. W.2d (Iowa 1983), berpegang pada bahwa Dewan Direksi tidak dapat untuk mendelegasikan kekuasaannya untuk mengikat perusahaan kepada Komite independen Litigasi bila Dewan Direksi sendiri tidak dapat bertindak karena mayoritas sudah tertarik dalam transaksi; dalam situasi seperti ini pengadilan menyarankan bahwa Komite ditunjuk oleh perintah pengadilan ( judicial order ).
Menjadi penting pula disini memahami kasus, duty of care and the business judgement rule, dalam perkara litwin v. allen Supreme Court of New York,1940 25 N. Y.S 2d 667, dimana Hakim Shientang berpendapat bahwa ini adalah gugatan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai 36 shares saham dari Guaranty Trust Company (“Trust Company”) diluar dari 900.000 outstanding melawan Direksi Guaranty Trust, anggota dari firma banking J. P Morgan & Co, dan direktur-direktur dari Cabang dari Trust Company dengan nama Guaranty Company of New York C’Guaranty Company. Gugatan dimaksudkan untuk menjatuhkan pertanggungjawaban pada Tergugat atas kerugian yang ditimbulkan dari 4 buah transaksi. Opini yang dinyatakan di bawah ini berhubungan dengan diskusi umum di peradilan and transaksi ke empat dimana pertanggungjawaban dipermasalahkan.
Faktanya sebagai berikut ini, 16 Oktober 1930, transaksi melibatkanTrust Company dan atau Guaranty Company senilai $ 3.000.000 untuk membeli Surat Hutang convertible Missouri Pacific melalui J. P Morgan & Co, dengan harga sama, dengan opsi pada penjual, Alleghany Corporation dapat membeli kembali dengan harga yang sama dalam waktu 6 bulan.
Musim gugur,1930 pertama kali muncul keperluan Alleghany Corporation akan dana sebesar $10.500.000. Alleghany telah membeli aset di Kansas City dan St. Joseph, Missouri dan saldo harga sejumlah $ 10.000.000 tambah bunga harus dibayar tanggal16 Oktober. Karena ada keterbatasan pihak Alleghany dalam meminjam uang maka, tidaklah dapat dilakukan peminjaman uang sedangkan uang diperlukan untuk memenuhi pembayaran aset-aset yang dibeli tersebut. Pembicaraan bagaimana cara mendapatkan uang pun dimulai. Keadaan ini penting untuk dicatat dalam pikiran, untuk dapat melihat pola transaksi sebagaimananya sehingga dapat sepenuhnya dimengerti.
Karena tidak dapat meminjam, maka cara Alleghany untuk mendapatkan uang adalah dengan cara melepas beberapa surat berharganya. Diantaranya adalah Surat Hutang convertible 5V2 % Missouri Pacific senilai $23.500.000. Surat-surat ini tidak dijamin dan berhubungan dengan surat obligasi Missouri Pacific lainnya. Semua convertible dan di saham umum seharga 10 saham senilai $1.000 obligasi. Pada tahun 1929, Guaranty Company berpartisipasi untuk penambahan $1.500.000 dengan menanggung obligasi ini pada 97 1/2 . Pada suatu ketika pada tahun 1929, obligasi terjual setinggi 124 dan tidak pernah turun dari itu kecuali pada November 1929 dimana mereka dijual pada 97. Antara 1 Oktober dan 10 Oktober 1930 saham umum Missouri Pacific turun menjadi 53 sampai dengan 44. Ada penurunan pada obligasi yaitu 107 pada April 1930 lalu ke 107 pada 1 Oktober 1930 dan seterusnya menurun sekitar 2 point sehingga menjadi 105’/2 pada tanggal pelaksanaan transaksi pada 16 Oktober 1930.
Van Sweringens mengusulkan $10.000.000 dari obligasi ini dijual pada J. P Morgan & Co secara tunai dan pada harga yang sama, hal yang terakhir ini akan memberi opsi kepada Alleghany untuk membelinya kembali dalam waktu 6 bulan sejumlah yang dibayarkan. Bila Transaksi dilaksanakan dengan cara ini, maka sama halnya seperti Alleghany mendapatkan pinjaman juga.
Tergugat menyatakan bahwa mereka diberitahukan bahwa Van Sweringens berkeras atas opsi membeli kembali dalam waktu 6 bulan berkaitan dengan tidak ada kemungkinan bahwa mereka akan kehilangan kontrol atas obligasi ini karena obligasi ini convertible dan privilige untuk melakukan itu mungkin dilakukan oleh pihak ketiga dalam kesempatan beredarnya saham ini di pasar, hal ini lepas dari kenyataan bahwa saham umum Missouri Pacific mengutip disekitar 44, sementara harga konversi adalah 100.
Kenyataan adalah tujuan satu-satunya dari opsi ini adalah untuk menjadikan transaksi jadi secepatnya menjadi pinjaman tanpa mesti melalui jalur pinjaman biasa.
Seketika sebelum Trust Company memberikan komitmen tertulisnya kepada J. P Morgan & Co untuk ikut dalam pembelian obligasi tersebut, Guaranty Company mengikatkan dirinya kepada Trust Company untuk mengambil obligasi terse but dari Trust Company pada akhir dari jangka waktu 6 bulan, yaitu pada 16 April 1931, dengan harga yang sama dengan yang telah dibayar oleh Trust Company dan hal ini sudah termasuk pada harga yang sama ditambah bunga, jika Alleghany gagal untuk melaksanakan opsinya untuk membeli kembali.
Penurunan di pasar terus berlanjut. pada 23 Oktober 1930, Executive Committee dari Trust Company menyetujui transaksi obligasi Missouri Pacific pada 103 ½. Pada 5 November 1930 ketika Board of Director dari Trust Company memberikan persetujuannya obligasi, terjual 102 7/8 dan pada 18 November 1930 ketika Board of Director dari Guaranty Company setuju atas komitmen ini, obligasi telah turun ke 98 5/8. Dan pada akhir dari jangka waktu 6 bulan yaitu pada tanggal16 April 1931 obligasi terjual pada harga atas 86 dan terendah81 (perkiraan pada minggu akhir 18 April), dan Guaranty Company mengambil alih obligasi ini dari Trust Company pada harga yang sama dengan bunga accrued dan membukukannya sebagai investasi.
Transaksi utama muncul dalam perkara ini terjadi pada Oktober 1930. Terjadi crash di pasar saham pada Oktober 1929. Dan pada April 1930 terjadi kemajuan di pasar saham. Tak lama kemudian secara perlahan mulai terjadi penurunan di pasar saham pada Oktober 1930, yang kemudian diikuti lagi dengan pukulan yang lebih berat lagi. Halluar biasa yang terjadi, dapat dikatakan, tidak dapat dipastikan waktu itu, tapi jelas berhubungan dengan masa sebelumnya. Orang-orang yang menilai keadaan pada Oktober 1930 dan telah mengalami keadaan sebelumnya pada berfikir panik dan mengira bahwa depresi keadaan pasar telah mencapai dasarnya dan semuanya akan selesai dan akan ada suatu perubahan yang lebih baik. Namun ternyata pengalaman dan perkiraan berubah menjadi kekeliruan , tetapi hal tersebut tetap tidak jelas hingga tahun 1931. Untuk menilai gugatan transaksi ini, kita tidak hanya perlu melakukan pemeriksaan tentang latar belakang terjadinya, namun yang lebih penting lasi kita harus menempatkan diri kita dalam situasi terjadinya permasalahan pada waktu itu dan mencoba menempatkan diri kita dalam posisi yang mengikat mereka.
Dalam perkara ini tidak ada bukti yang jelas mengenai pengaruh yang tidak selayaknya atau dominasi dari directors atau officers dari Trust Company atau Guaranty Company dari J. P Morgan & Co. Ketika J. P Morgan disarankan oleh Shriver bahwa akan ada keikutsertaan dalam pembelian dengan peningkatan $5.000,000 Shriver diberitahukan bahwa komitmen itu hanya bisa diterima bila penambahan hanya sebesar $ 3.000.000 karena First National Bank of New York akan memberikan jumlah yang sama sementara Morgan & Co akan ikut dalam penambahan dengan saldo sejumlah $4.500.000. Lebih lanjut, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa para Tergugat officers atau directors ini berlaku secara bad faith atau ingin mengambil keuntungan atau diuntungkan atau mendapatkan sesuatu untuk pribadinya dari transaksi ini.
Saya akan melanjutkan untuk mempertimbangkan secara umum peraturan-peraturan untuk menentukan tanggung jawab dari directors. Kadang dikatakan directors itu adalah trustees. Kalau hal ini berarti bahwa directors dalam melaksanakan tugas­-tugasnya bertindak dalam hubungannya sebagai fiduciary (trustee yang bertindak dengan good faith, kepercayaan dan keyakinan yang kuat serta terus terang) perusahaan, maka pernyataan ini dapat dikatakan benar.
Bosworth V. Allen 168,N. Y 157,61 N. E 163, 55 L. R.A 751, 85 Am St. Rep.667 ” Directors terikat oleh segala peraturan yang mengandung keadilan, moral, dan kejujuran dengan tujuan sesuai dengan yang ketentuan yang diatur dan dibebankan oleh hukum kepada mereka yang berada dalam kewajiban sebagai fiduaciary dan tanggung jawab. Mereka terikat, dalam tindakan-tindakan jabatannya, dengan suatu ukuran keterbukaan keterusterangan yang tinggi, tidak memikirkan diri sendiri, dan beritikad baik. Prinsip ini adalah tidak dapat ditawar, esential dan dijunjung tinggi.” Kavanaugh v. Kavanaugh Knitting CO.226.N. Y 185,193,123 N. E 148,151.
Telah jelas bahwa director harus loyal dan setia (allegiance) terhadap perusahaannya-Ioyalitas yang tidak terbagi dan kesetiaan yang mempengaruh setiap tindakannya sehingga setiap tindakan ini dimaksudkan tidak lain untuk kebaikan perusahaan. Setiap kepentingan director selain daripada itu akan menjadi suatu penelitian yang ketat dan tidak ada kompromi. Dia tidak akan mengambil keuntungan dengan menggunakan perusahaan dan tidak akan berbenturan dengan hak-hak perusahaan; dia tidak akan mengambil kesempatan untuk kepentingan dirinya sendiri atas hal-hal yang jelas memang menjadi milik dari perusahaan. Dia diperlukan untuk menggunakan pendapatnya yang indenpenden. Dalam pelaksanaan tugasnya sebagai director, tentunya dia harus bertindak jujur dan beritikad baik, tapi hal ini tidak cukup. Namun dia juga harus melaksanakan dengan suatu tingkat keahlian dan kebijaksanaan dan ketelitian.
Dalam kasus utama di Pengadilan Banding, sehubungan dengan tugas dari director dikatakan Mereka harus mengetahui dan memberikan arahan kepada general affairs dari institusi tersebut, dan kebijaksanaan bisnisnya, dan mempunyai pengetahuan umum tentang tatacara pelaksanaan bisnisnya, karakterisasi inventasinya, dan sumberdaya karyawannya. Tidak ada kebiasaan dan praktek yang menjadikan jabatan director hanya sebagai kehormatan namun tanpa tanggungjawab, atau hanya nama yang menjadi penarik perhatian. Sosok seorang director harus memberikan kepercayaan dan mempunyai tingkah laku yang menarik, namun juga harus mampu memberikan perlindungan.” Kavanaugh v. Commonwealth Trust Co. 223 N. Y 103, 106, 119 N. E 237, 238.
Dengan kata lain, directors bertanggungjawab atas kelalaian dalam pelaksanaan tugasnya. Tidak menjamin, director tidak bertanggung jawab atas kekeliruan pendapat atau kesalahan kalau melakukannya dengan keahlian dan kebijaksanaan yang masuk akal. Dikatakan director dalam melaksanakan tugas bisnis perusahaannya harus melaksanakannya pada tingkat yang kesetiaan dan ketelitian selayaknya seorang yang bijaksana yang akan melaksanakan kepentingannyan dengan cara serius dan penting. Walaupun demikian, peraturan umum ini tidak begitu membantu. Dalam analisa terakhir, apakah seorang director tidak melaksanakan tugasnya, apakah seorang director telah lalai, tergantung atas fakta, dan keadaan situasi masing-masing kasus, bentuk perusahaan yang terlibat, besarnya, dan sumber keuangannya, jenis transaksinya dan urgensi dari problem tersebut. Director disebut sebagai memberikan ketelitian dan keahlian” tergantung pada tuntutan situasi. New York Cent. Railroad Company v. Lockwood, 17 Wall 357,382,383,21 L. Ed.627.
Tidak dapat diragukan, director bank lebih terikat ketat dengan pertanggungjawaban daripada director dari suatu perusahaan bisnis biasa. Director dari bank dipercayakan untuk mengelola deposito, dan saham-saham yang memerlukan perlindungannya dari pembebanan pertanggungjawaban pribadi. Gause v. Commonwealth Trust Co.,196. N. Y 134,153-155,89 N. E 476,24 L. R.A, N.5 967.
Tetapi kewaskitaan tidak perlu bagi director, walaupun bagi director bank. Hukum mengenal bahwa director yang paling konservatif pun tidak akan tidak pernah membuat kesalahan, dan dia kan berbuat suatu kesalahan, tapi bila ia menggunakan prinsip ketelitian dan kehati-hatian yang biasa digunakan oleh seorang banker yang bijaksana, maka ia akan dibebaskan dari tanggung jawab walaupun opininya kemudian dapat dikatakan sebuah kesalahan dan pendapatnya salah.
Akhirnya, untuk menentukan apakah transaksi yang disetujui oleh director adalah dapat menjadikannya bertanggungjawab atas kelalaian, kita harus melihat dari fakta bahwa mereka yang ada pada saat timbulnya masalah, bukan setelah atau dijelaskan oleh mereka yang ada sesudah kejadian “ Purdy v. Lynch 145 N. Y 462,475.40 N. E 232,236.
“Kearifan yang berkembang setelah kejadian, serta mendapatnya dan konsekwensinya sebagai suatu sumber, adalah suatu standar menilai seorang lelaki” Costello v. Costello, 209 N. Y 252,262,103, N. E 148,152.
Walaupun tidak ada kasus yang tepat sebagai intinya, sepertinya apabila bank bertentangan dengan kebijaksanaan publik, ingin membeli beberapa surat berharga, setuju untuk membelinya kembali dengan harga yang sama, lebih jauh lagi dimana bank membeli surat berharga dan memberi kesempatan pada penjualnya untuk membelinya kembali, dengan demikian menimbulkan resiko untuk rugi dengan tidak ada kemungkinan untuk mendapat apapun kecuali bunga yang didapat bank dalam tenggang waktu tersebut. Di sini, apabila harga pasar saham naik, maka pemegang hak untuk memberi kembali saham tersebut akan menggunakan haknya untuk memperoleh saham tersebut kembali dari bank pada harga terendah penjualannya pada bank. Sedangkan kalau harga pasar turun, maka pemegang hak untuk membeli kembali tidak akan menggunakan haknya, dan bank akan tetap merugi. Jadi, setiap keuntungan yang didapat dari kenaikan tajam dari harga surat berharga tersebut dipastikan untuk penjual, sedangkan setiap resiko untuk mengalami kerugian yang besar adalah hal yang tidak dapat ditolak oleh bank. Apabila perjanjian seperti ini dibiarkan berlarut-Iarut, maka akan memaksa bank untuk menyisihkan surat berharga yang dibelinya ini selama 6 bulan. Bank tentunya tidak dapat melepaskan dirinya dari kewajibannya untuk terikat dengan “penjualan cepat” tersebut. Dengan perkataan lain, sementara ketika opsi untuk penjualan kembali akan memaksa bank untuk menahan sejumlah dana cash sejumlah harga yang diterima dari surat berharga yang dijualnya, dilain pihak pembelian kembali akan memaksa bank untuk menahan surat berharga tersebut dalam jangka waktu 6 bulan juga. Dalam hal kedua situasi ini, kondisi keuangan bank yang sebenarnya tidak dapat ditentukan secara keseluruhan berdasarkan buku dan literatur. Hal ini akan bergantung kepada fluktuasi dari pasar. Dalam kedua peristiwa ini kesatuan tanggung jawab yang tidak nampak di laporan neraca.
Directors tidak berposisi sebagai pengawas atas kepercayaan yang diberikan orang lain, tanpa ia menghiraukan itikad baik, secara pribadi maka ia akan bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan dari pelanggaran atas perjanjian yang dibuatnya. Matter of Smoth,279 N. Y 479,489,18 N. E 2d 666: lihat Fletcher Cyc. Corp,.Perm. Ed, #847. Jika pertanggungjawabah dibebankan pada directors ini maka harus didasarkan kepada alasan yang lebih kuat.
Saya berpendapat tanggung jawab dalam transaksi ini karena seluruh pengaturannya sangat tidak hati-hati, sangat beresiko, sangat tidak biasa dan tidak perlu jika dibandingkan dengan konsep praktek dari prinsip kehati-hatian bank. Seorang direktur bank ketika ditunjuk datau dipilih akan mengambil arahan bahwa dia akan, sejauh dalam hal-hal yang melibatkan tgasnya akan bertindak sebagai “pengatur administrasi yang teliti dan jujur untuk segala hal yang berhubungan dengan bank atau perseroan yang mengelola harta benda”. Banking Law, #117. Prinsip ini hanyalah untuk menambahkan pada hal-hal yang memang telah dibebankan oleh hukum pada mereka. Kejujuran saja tidaklah cukup; kejujuran dari direksi dalam hal ini tidak usah dipertanyakan lagi. Tapi harus ada hal-hal yang lebih daripada kejujuran harus ada juga ketelitian, dan hal ini berarti kebijaksanaan dan kehati-hatian. Transaksi ini, seperti telah dikatakan, sangat tidak biasa; sangat unik, tetapi memang sejauh ini tidak ada dalam catatan yang menunjukkan adanya usaha unutk mendapatkan advis dari seorang penasehat. Maka sangat tidak mengejutkan tidak ada suatu contoh yang dapat ditemukan untuk dipergunakan dalam situasi seperti itu.
Yang memang bisa diterima akal dari tindakan bank ini, ingin membuat suatu investasi, dalam jangka watu pendek atau sebaliknya, untuk pembeli surat berharga dibawah pengaturan dimana apresiasi akan diberikan kepada penjual dan dilain pihak kerugian yang timbul akan dibebankan kepada bank? Perbedaan point lima setengah tidak menjawabnya. Itu tidak dapat menjadi dasar dari keberatan bahwa apapun kerugian harus dibebankan kepada bank dan setiap keuntungan yang diperoleh akan menjadi hak dari customer.
Dalam hal ini ada hal yang lebih dari sekedar pendapat bisnis yang bagi orang-orang pasti tidak akan setuju. Para direktur jelas telah gagal untuk memberi ketelitian yang memang dituntut dalam situasi seperti itu. Kecuali kita memang mengabaikan sepenuhnya doktrin bahwa direktur dapat lalai dalam menjalankan tugas administrasinya, maka dalam transaksi ini maka tanggungjawab akan dibebankan pada direktur.
Akibat yang sama dapat dicapai jika kita mengadopsi versi dari tergugat dari transaksi ini, sebut saja, pembelian ini pertamakali oleh Guaranty Company, dengan opsi untuk membeli kembali ada pada Alleghany Corporation, dan transaksi ini dibiayai oleh bank, maka bunga seketika yang diperoleh bank dalam jangka pendek ini adalah investasi 5 V2.
Darimana pun kita meninjau transaksi ini, maka karena itu, hal ini sungguh tidak berhati-hati, sangat berbahaya, sangat tidak biasa dan dan sangat berlawanan dengan prinsip kehati-hatian bank sehubungan tanggungjawab direksi dalam menyetujui transaksi derivatif saham.
Dengan menetapkan bahwa transaksi ini dalam litigasi adalah berkaitan dengan pembebanan tanggung jawab atas partisipasi Tergugat, pertanyaan selanjutnya adalah bagian dari kerugian apa yang dapat dikenakan pada transaksi yang tidak perlu ini? Para Argumentasi para Tergugat adalah opsi dari perjanjian ini adalah Ultra vires, bank berhak untuk menjual surat berharga ini kapan saja karena penjualan ke Alleghany Corporation ini tidak berada dalam suatu kewajiban hukum yang dapat dijalankan. Maka karena itu para Tergugat menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada tanggungjawab yang dapat dikenakan pada mereka karena tidak ada suatu causa langsung yang menghubungkan antara opsi dan kerugian yang timbul. Lebih jauh lagi, telah disarankan oleh seorang saksi dengan apa yang disebutnya “ Forward sale ” dari koresponden surat berharga yang dapat dipergunakan sebagai perlindungan, apabila ada perkiraan bahwa akan ada kerugian yang timbul. Transaksi ini tidak dapat dikatakan suatu transaksi yang biasa dijalankan oleh Trust Company atau seluruh cabang daripadanya. Berdasarkan ini sudah jelas bahwa Tergugat memang tidak pernah mempertimbangkan untuk menjual surat berharga ini dlam jangka waktu 6 bulan, sebaliknya mereka tetap menyimpannya berdasarkan dari opsi pembelian kembali tersebut. Apabila hal ini tidak demikian, bagaimana dapat perjanjian Guaranty Company untuk mentake over surat berharga itu dari Trust Company pada akhir dari jangka waktu 6 bulan itu bila company gagal untuk melaksanakan opsinya? Dapat dijelaskan Perusahaan ini pada kenyataannya memang kemudian telah mentake over surat berharga ini dari bank pada April 1931, sesuai dengan perjanjiannya. Para Tergugat sekarang tidak dapat menyatakan bahwa bank menahan surat berharga tersebut selama 6 bulan, tidak ada hubungannya dengan opsi pembelian kembali dan perjanjian antara perusahaan dan bank. Jelas, apapun kerugian yang timbul dalam jangka waktu 6 bulan tersebut langsung terkait pada opsi dari perjanjian tersebut, apakah para Tergugat dapat dikenakan oleh karenanya.
Isu yang sebenarnya dalam kerugian ini adalah berkaitan dengan apakah direksi dapat dibebankan dengan total loss yang ditimbulkan ketika surat berharga tersebut dijual, dengan kerugian paling tinggi 81 %, atau hanya pada porsi kerugian yang terkumpul dalam jangka waktu 6 bulan tersebut, mengadalan suatu pinjaman dalam jangka waktu itu, padahal sebenarnya dalam waktu itu para Tergugat dapat mengadakan penilaian ulang untuk menjual surat berharga tersebut. Catatan menunjukan bahwa tidak ada satu pun dari surat berharga itu terjual sampai dengan tanggal 8 Oktober 1931, kira-kira 6 bulan sesudah jatuh tempo kesempatan Alleghany untuk membeli kembali surat berharganya. Missouri Pacific Railroad pergi ke receivership April 1933 dan antara 2 August dan 25 September 1933, $ 126.000 lebih surat berharga telah dibeli perusahaan ini dalam rangka untuk menutupi kerugian Total loss diperkirakan $2.250;000.
Saya percaya bahwa penurunan harga surat berharga pada 16 April 1931 tidak mempunyai hubungan causa dengan opsi yang mempunyai batas waktu tersebut. Director tidak bertanggungjawab atas kerugian lebih dari pada yang ditimbulkannya ketika melakukan pelanggaran atas tugas-tugasnya. Porsi dalam transaksi ini yang diwarnai dengan ketidak hati-hatian dan kelalaian adalah dalam opsi membeli kembali. Begitu opsi membeli kembali telah jatuh tempo, tidak ada alasan apapun bagi direktur untuk tidak berusaha untuk menjualnya kembali. Seluruh kerugian yang ada pada saat telah jatuh tempo yaitu pada 16 April 1930 adalah kerugian yang timbul dari hasil pendapat bisnis direktur yang memutuskan untuk tetap menyimpan surat berharga itu. Kerugian yang lebih lanjut tidak dapt dikatakan dari ketidakhati­-hatian namun berdasarkan dari telah jatuh temponya opsi pembelian kembali.
Makanya para Tergugat hanya bertanggungjawab pada hal-hal yang berkaitan dengan ketidakhati-hatian pada opsi pembelian kembali, opsi inilah yang menjadi motivasi dari kerugian yang timbul dalam jangka waktu sesudah 16 April 1931.
Dengan demikian pengadilan berpendapat tergugat diputuskan bertanggung jawab.
Berbagai pendapat pengadilan dimuka dapat dipahami sebagai presedent bagi penentuan perlindungan direksi melalui business judgment rule di Indonesia.
Berdasarkan uraian bab-bab di muka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Regulasi seperti dalam UUPT yang mengatur laporan direksi dikategorikan melakukan pengaturan perseroan yang salah dan harus mempertanggungjawabkan belum memadai dan cukup. UUPT belum dapat menentukan “ standar direksi ” seperti presiden di negara lain yang menetapkan standar duty of care dan duty of loyality dalam penetuan pengelolaan perseroan yang salah. Apabila direksi di dalam mejalankan kewenangannya harusnya tidak melanggar prinsip fiduliary duty sesuai standar pelanggaran duty of care dan duty of loyality , maka direksi dapat memanfaatkan business judgement rule untuk pembelaan dirinya bila ia dipertanggungjawabkan dalam pengelolaan perseroan. B. Saran Perlu memperbaharui UUPT berkenaan dengan ketentuan pertanggungjawaban direksi. Membuat standar duty of care dan duty of loyality dalam ketentuan UUPT. Memasukkan secara khusus prinsip fiduciary dalam kurikulum perkuliahan hukum perusahaan di Fakultas Hukum di Indonesia.
Anderson, Ronald A. Ivan Fox dan David P. Twoney. Busineess Law & The Regulatory Environment. Cincinnamati, Ohio : South-Western Publishing, 1995.
Asser’s, C. Pengkajian Hukum Perdata Belanda ( Haandeeiding toot de Beofening Van Het Nederlands Burgelijk Recht ). Diterjemahkan oleh Sulaiman Binol. Jakarta : Dian Rakyat, 1991.
Bapepam, Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004 , Jakarta: Bapepem, 1999.
Barry E. Shapiro, “The Future of Labour Relations in the Federal Sector,” Labour Law Journal, (Vol. 6 August 1992).
Black, Henry Champbell. Balcks Laws Dictionary. ST. Paul, Minn : West Publshing Co., 1990.
Block Dennis J., Nancy R. Barton dan Stephen A. Radin, The Business judgement Rule Fiduciary Duties of Corporate Directors, Prentice Hall law & Business, Third edition, 1990.
Buxbaum, Ricard M. “A Comperative View of Modern Company Law.” Makalah disampaikan pada seminar On The Impact of Company and Capital Markets Law in Economic Development, Major Prodecural and Subtantive Issues. BPHN-ELIPS Project. Jakarta. Tanggal 11 Agustus 1994.
Charity Scott, “Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act,” Securities Regulation Law Journal , (Vol. 17, 1989).
Clark Robert Charles, Corporate Law , Boston & Toronto: little, Brown and Company, 1986.
David Milmann & Durrant Christoper, Corporate Insolvency : Law and Pratice, London: Sweet & Maxwell, 1987.
Davies Paul L., Gower and Davies’ Principles of Modern Company Law , Thomson Sweet &Maxwell, 2003.
Denis & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students , Financial Times, Pitman Publishing, 1998.
­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­Denis Keenan & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students , Financial Times, Pitman Publishing, 1999.
Dennis J. Block, Nancy E. Barton dan Stephen A. Radin, The Business Judgement Rule: Fiduciary Duties of Corporate Directors , Prentice Hall Law & Business, 1990.
Detlev F. Vagts, Basic Corporation Law Materials.
aftd Cases, The Foundation Press Inc. New York, 1989.
Detlev F. Vagt s, Basic Corporation Law Materials-Cases Text, (New York: The Foundation Press Inc. 1989) .
Dine Janet, Company Law – Sweet &Maxwell’s Textbook Series , Sweet & Maxwell, 2001.
Emerson, Thomas T. “Laws as A Force Social Progres.” 18. Connecticut. Law Review 1. 1985.
Faulk, Martha & Irving M. Mehler. The Elements of Legal Writing, New York : Macmillan Publishing Company, 1994.
Friedman, Wolfgang. Legal Theory. London.: Steven & Sons. 1953.
Fuady Munir, Hukum Bisnis , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994.
—————-, Perseroan Terbatas - Paradigma Baru , Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
George R. G. Clarke dan Robert Cull, Political and Economics Determinants of The Likelihood of Privatizing Argentina Public Bank, Jurnal of Law and economics , (Vol. XLV, April 2002), The University of Chicago.
Hartono, Sunaryati. Hukum ekonomi Pembangunan. Bandung : Inti Indayu, 1987.
Herwidayatmo, Implementasi Good Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik Indonesia, tulisan utama yang dimuat dalam Usahawan, No. 10 TH XXIX Oktober 2000.
Himawan, Charles. The Foreign Invesment In Indonesia . Singapore : Gunung Agung, 1980.
———————–, “Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum Sebagai Sarana Pengembalian Wibawa Hukum”. Disampaikan Pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Pada Fakultas Hukum UI, Jakarta, Tanggal 24 April 1991.
Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, “Pengelolaan Perusahaan ( Corporate Governance ): Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting,” makalah disampaikan pada “Lokakarya Pengelolaan Perusahaan ( Corporate Governance ), kerjasama, Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan University of South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000.
Ihromi, T. O. Antropologi & Hukum . Jakarta : Yayasan Obor, 1993.
Iver, Mac. The Web of Goverment. New York : Macmillan Company, 1958.
J Neville., dalam Re Brazillian Rubber Plantation &Estates Ltd [1911] 1 Ch. 425, sebagaimana dikutip dalam Lipton.
Janet Dine, Company Law – Sweet &Maxwell’s Textbook Series , Sweet & Maxwell, 2001.
Joel Seligman, Corporations Cases and Materials , Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.
Julian, Simon & Faul Burstin. Basic research Methode In Social Science, New York,78.
Kantaatmadja, Komar. “Undang-undang Perseroan Terbatas 1995 dan Implikasinya Terhadap Modal Asing.” Era Hukum 6 / th .2. (Oktober 1995)
Keriekhoff, Valerine J. L. “Analisis Konten Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal. “ Era Hukum 6 / th.2. (Oktober 1995)
Kerlinger, Fred N. Foundation of Behavior Research. London: Hult International 1977.
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT. Garmedia. 1977
Lewis D. Salomon Donald E. Schwartz, Jeffrey D. Bauman & Etliot J. Weiss, Corporation Law and Policy Materials and Problems, Third Edition, West Publishing CQ., St. Paul, Minn, 1994.
Lipton dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992.
Lipton Philip dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992.
Lubis, T. Mulya. Hukum dan Ekonomi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1987.
——————-. Hak Asasi Manusia dan Pembangunan. Jakarta : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 1987.
Manan, Bagir. “ Undang-undang Perseroan Terbatas Menghadapi Pasar Bebas.” Makalah Disampaikan Pada Seminar Sehari Penerapan UUPM dan UUPT serta Kaitannya Dengan Aspek Manajemen, Investor dan Profesi Akuntan. Bandung, Tanggal 16 Desember 1995.
Metzger, Michael B, Jane F Mallor., A. James Barnes. Bussiness Law and Regulatory Environment. Homewood, Illinois Co, 1986.
Musselman, Vernon A dan John H. Jackson. Ekonomi Perusahaan Konsp-konsep dan praktek-praktek sezaman (Business : Contemporary Concepts and Practices). Diterjemahkan oleh Wilhelmus W. Bakowatun. Jakarta : Intermedia, 1989.
Nasution Bismar dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, Bandung: 2005.
Nasution Bismar dan Zulkarnain Sitompul, Pengelolaan Perseroan Terbatas , Medan : BooksTerrace & Library : 2006.
Nasution Irma Hani, Analisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab Direktur Dalam Perseroart-Terhatas, Naskah Publikasi Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003.
Nasution, Bismar, Keterbukaan Dalam PasarModal, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001.
_______________, “Indonesia Pasca IMF: Perlu Memerankan Hukum Dalam Pemulihan Ekonomi”, Disampaikan pada Diskusi dengan Tema “Indonesia Pasca IMF”, Ikatan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan 20 Oktober 2003.
______________. Diktat Hukum Perusahaan , Program Magíster Ilmu Hukum USU, 2003.
_____________. Metode Penelitian hukum Normatif dan Perbandingan Hukum , Makalah, Disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003.
Nonet, Philippe and Philip Zelnick. New York : Happers & Row, Publishers, 1978.
Pennington Robert R., Directors’ Personal Liability, Collin Professional Books, 1997.
People’s Daily, “Independent Director System to Improve Corporate Governance”, 22 Agustus 2001, english. peopledaily. cn.
Peursen, C. A. Van. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu ( De Opbouw van de Wetensleer ). Diterjemahkan oleh J. Drust. Jakarta. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Pound, Roscoe. Interpretations of Legal History. Florida : WM. W. Gaunt & Sons. Inc. 1968.
Pramono, Rudhi. Pelaksanaan Pidana Perkara Dengan Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta : Liberty, 1988.
Priest Margot, R. Mecredy-Williams, Barbara R. C Doherty dan James W. O’reilly, Directors’ Duties in Canada , CCH Canadian Limited, 1995.
Privat Sector development Department-the Wold Bank, International Corporate Governance , 1998, dalam Sofyan A. Djalil.
Purbacaraka, Purnadi dan Soeyono Soekamto. Perihal Kaedah Hukum. Bandung : Alumni, 1982.
Rahardjo Satjipto. Ilmu Hukum . Bandung : Alumni, 1982.
Rajagukguk, Erman. “Pembaharuan Hukum Perusahaan Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.” Makalah disampaikan pada Lokakarya Pembaharuan Hukum Perusahaan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sekolah Tinggi Hukum Swadaya. Medan. Tanggal 25 Juli 1995.
Revised Model Business Corporation Act Section$ . (3) dalam Charles R. O’kelley, Jr & Robert B. Thompson, Corporations and Others Business Associations Cases and Materials, Little Brown and Company, United States of America, 1992.
Rido, Ali. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakap. Bandung : Alumni, 1986.
Robert Charles Clark, Corporate Law , Boston &Toronto: little, Brown and Company, 1986.
Ryan Christopher L., Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990.
Sarantakos. Social Research, , 1993.
Schooter Heidi Mandanis, Fiduciary Duties Demanding Cousin : Bank Director Liability for Unsafe or Unsound Banking Practices, George Washington Law Review, Januari, 1995.
Seligman Joel, Corporations Cases and Materials , Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.
Singgih, Kejahatan Korporasi yang Mengerikan , Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, 2005.
Sitompul Asril, Pasar Modal : Penawaran Umum & Permasalahannya, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 136-139. bandingkan pula dengan Bismar Nasution, Diktat Hukum Pasar Modal : Good Corporate Governance, Perlindungan Lingkungan Hidup dan Insider Trading, Universitas Sumatera Utara, 2002.
Sjahdeini Sutan Remy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit Jurnal Hukum Bisnis.
Soekamto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , Peneribit Rajawali Press, Jakarta, 1990.
________________________________. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : CV. Rajawali, 1985.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Hukum . Jakarta : UI Press, 1986.
Soemitro Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum , Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.
Steven H. Giffis, Law Dictionary , New York, USA : Baron’s Educational Series, Inc., 1984.
Suad Husnan, Laporan Ketua Tim Kerja Statement of Corporate Intent (SCI) BUMN tahun 2003-2005.
Subekti. R dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Jakarta : Praduya Paraminta, 1977.
Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar) , Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Sunita Kikeri, Jhon Nellis, Mary Shirley, Privatization : The Lessons of Experience , (Washington D. C : The World Bank, 1997).
Sutan Reny Sjahdeini , Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Ju1i 2001.
Sutanto, Retnowulan. Kapita Selekta Hukum Ekonomi. Tanpa Penerbit. 1995.
_____________. Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Hukum Kepailitan ( Wetboek van Koophandel en failissements verondening), Jakarta : Praduya Paramita, 1976.
SX Corporate Governance Council, Principles of Good Governance and Best Practice Recommendations, Australian Stock Exchange, 2003.
Tumbuan Fred BG, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris serta RUPS Perseroan Terbatas menrurut Undang-undang No. l Tahun 1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002.
_____________. “Keberadaan dan Kemandirian Perseroan Terbatas Sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai Anggota Group”. Makalah disampaikan tanpa Tempat Penyajian, Jakarta, Tanggal 23 Januari 1991.
_____________ “Perseroan Terbatas dan Organ-organnya.” Makalah disampaikan pada Kursus Ikatan Notaris Indonesia. INI. Surabaya, Tanggal 30 Mei 1988.
——————. “Mergers and Other Forms of Corporate Cooperation.” Makalah disampaikan Pada Seminar On The Impact of Company and Capital Markets Law in Economic Development, Major Procedural and Subtantive Issues. BPHN-ELIPS Project. Jakarta. Tanggal 11 Agustus 1994.
Undang-undang tentang Perseroan Terbatas . Undang-undang Nomor.1 Tahun 1995. L. N. No.13. T. L.N. No.3587.
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU. No.1 Tahun 1995, L. N. 13, T. L.N. No.3587.
V. V Ramanadham, Privatization : A Global Perspective, (London and New York : Routledge, 1993)
Vernon A. Messelman dan John H. Jackson, Introduction To Modern Bussiness , diterjemahkan oleh Kusma Wiriadisastra, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1992).
Vagts, Detlev F. Basic Corporate Law. Westbury , New York : The Foundation Press, Inc, 1989.
Weyner, Miron, ed. “Modernisasi dan Perkembangan Kesadaran Hukum Masyarakat”. Hukum 6 (Tahun Kelima 1979)
Yani Ahmad & Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, .
Zulkarnain Sitompul, “Pembatasan Kepemilikan Bank : Gagasan Untuk Memperkuat Sistem Perbankan,” Jurnal Hukum Bisnis , (Volume 22, No. 6, Tahun 2003).
* Disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN ” Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan Bumn Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.
** Mendapat Sarjana Hukum dari USU (1983), Magister Hukum dari Universitas Indonesia (1994), Doktor dari Universitas Indonesia (2001), Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU (2004), Dosen Fakultas Hukum USU Medan, tahun 1987– sekarang, Dosen Pascasarjana Hukum USU Medan, tahun 1999–sekarang, Dosen Magister Manajemen Pascasarjana USU Medan, tahun 2002, Dosen Magister Kenotariatan Pascasarjana USU Medan, tahun 2002-sekarang, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ. Pancasila Jakarta, tahun 2001–sekarang, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ. Krisnadwipayana Jakarta, tahun 2001–2002, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Jakarta, tahun 2003-sekarang. Magister Hukum Pascasarjana Universitas Islam, Jakarta, tahun 2004-sekarang. Dosen Magister Hukum Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta, 2005. Dosen Penguji dan Pembimbing Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia, tahun 2002-sekarang. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2006-sekarang.
[1] Henry Campbell Black , Black’s Law Dictionary, hal. 625.
[2] 375 U. S. 180, 195-196 (1965).
[3] Charity Scott, “Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act,” Securities Regulation Law Journal , (Vol. 17, 1989), hal. 291.
[4] Lihat, Janet Dine, Company Law – Sweet &Maxwell’s Textbook Series , Sweet & Maxwell, 2001, hal 217.
[5] Denis Keenan & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students , Financial Times, Pitman Publishing, 199, hal 317.
[6] Joel Seligman, Corporations Cases and Materials , Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.
[7] Philip Lipton dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992, hal 342.
[8] Janet Dine, Company Law , Macmillan Press Ltd., 1998, hal 179.
[11] Bayer v. Beran , 49 N. Y.S.2d 2, 6 (1944)
[12] Detlev F. Vagts, Op. Cit, hal. 210
[15] Casey v. Woodruff, 49 N. Y.S.2d 625, 643 (1944)
[16] Komisaris adalah organ/badan pengawas dalam pelaksanaan tugas pengelolaan dan pengurusan Direksi terhadap kepentingan PT. Dalam hal. ini Komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi ekseku­tif.
[17] Metzger, Mallory dan Barnes al. Business law and the Regulatory Enviroment Concepts and Cases , (Home wood, Illinois, 1986), hal 550.
[19] Kemiripan jabatan komisaris dalam hukum perseroan Indonesia dan Belanda tidak terlepas dari hukum perseroan Indonesia yang berasal dari hukum perseroan Belanda.
[20] Zulkarnain Sitompul, “ Perlindungan Dana Nasabah Bank ,”(Jakarta : Fakultas Hukum UI, 2002), hal. 36-38.
[21] Johnston v. Greene, 35 Del. Ch.479 (1956)
[22] Lewis v. Fuqua, 502 A. 2d 962 (Del. 1985)
[23] Zulkarnain Sitompul dan Bismar Nasution, “Pengelolaan Perseroan Terbatas”, (Medan : BooksTerrace & Library, 2006) hal, 17.
[24] Lihat, Detlev F. Vagts, Op. Cit, hal. 196.
[25] Direksi adalah organ/badan yang mewakili kepentingan perseroan dengan menjalankan pe. rseroan untuk memimpin dan menge­mudikan perseroan dalam melakukan usaha-usahanya sesuai dengan kehendak RUPS.
[26] Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD )Pengumu­man PT oleh Direksi diatur dalam pasal 44 ayat 1 yang menyatakan bahwa tiap-tiap Perseroan Terbatas harus diurus oleh beberapa pengur. us, kawan-kawan peserta atau lain-lainnya yang semua itu harus diangkat oleh para pesero, dengan atau tidak dengan menda­pat upah dan dengan atau tidak dengan diawasi oleh beberapa komisaris.
[27] Michael B. Metzger, Jane P. Ma11or, A. James Barnes,: Business Law and The Regulatory Environment , (Homewood, Illinois: Irwin, 9.986), hal, 629.
[28] Bismar Nasution, “Indonesia Pasca IMF: Perlu Memerankan Hukum Dalam Pemulihan Ekonomi”, Disampaikan pada Diskusi dengan Tema “Indonesia Pasca IMF”, Ikatan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan 20 Oktober 2003. Hal 8.
[29] Privat Sector development Department-the Wold Bank, International Corporate Governance , 1998, dalam Sofyan A. Djalil, Loc. Cit .
[30] Lihat People’s Daily, “Independent Director System to Improve Corporate Governance”, 22 Agustus 2001, english. peopledaily. cn.
[31] Bismar Nasution, Op. Cit, hal 9.
[32] ASX Corporate Governance Council, Op. Cit, hal 20.
[33] Lihat Council of Institutional Investors, Independent Director Definition, cii.
[35] Quasi-public corporations adalah korporasi-korporasi yang tidak seutuhnya bersifat publik, dalam arti berkerja untuk tujuan pemerintahan, tetapi operasi atau aktivitas dari korporasi tersebut turut memberikan kenyamanan, kemudahan, atau kesejahteraan khalayak umum, seperti perusahaan telepon, gas, air, listerik, dan perusahaan. (Black’s Law Dictionary)
[36] Vicarious Liability adalah pembebanan pertanggungjawaban pada seseorang atas tindakan yang dilakukan oleh orang lain, semata-mata berdasarkan hubungan antara kedua orang tersebut.
[37] Khanna, Corporate Criminal Liability: What Purpose Does It Serve? , 109 Harv. L. Rev. 1477, The Harvard Law Review Association, 1996, hal.2.
[38] Elkins Act adalah Undang-undang federal Amerika Serikat (1903) yang mendukung pelaksanaan Interstate Commerce Act (undang-undang perdagangan antara negara bagian) dengan melarang pemotongan harga dan bentuk-bentuk perlakuan istimewa lainnya terhadap jasa pengangkut ( shipper ) yang besar ( Black’s Law Dictionary ).
[39] Robert Charles Clark dalam Sutan Remy Syahdeni, “ Hukum Kepailitan (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002) hal. 429.
[45] Teori Business judgment rule mengalami perkembangannya sebagai yurisprudensi dalam Prinsip Common Law di Amerika dimulai dengan keputusan Lousianna Supreme Court, dalam kasus Percy V Millaudon pada tahun 1829. Lihat Dennis J. Block, Nancy R. Barton dan Stephen A. Radin, The Business judgment Rule Fiduciary Duties of Corporate Directors, Prentice Hall law & Business, Third edition, 1990, hal 4.
[46] Detlev F. Vagt s, Basic Corporation Law Materials-Cases Text, (New York: The Foundation Press Inc. 1989) hal 212. , lihat juga Robert Charles Clark, Corporate Law , Boston &Toronto: little, Brown and Company, 1986, hal 123 yang menyatakan bahwa Business Judgement Rule adalah “ a presumption that in making a business decision, the director of corporation acted on an informed basis in good faith and in the the honest belief that the action was taken in the best interest of the company”.
[47] Lihat United Copper Securities Co. v. Amalgamated Copper Co.,244 U. S 261, 263-4, 37 S. Ct.509,61 Led. 1119 (1917).
[48] United Copper Securities Co. v. Amalgamated Copper Co. supra, 244 US. Pada 263-64, 37 Sct. Pada 510.
[49] Cf. Miller v. American Telephone &Telegraph Co. 507, F.2d 759 (3d Cir.1974).
[50] Ashwander v. Tennesse Valley Authority, supra 297 U. S pada 343, 56 S. Ct. pada 481.
[51] Klotz v. Consolidated Edison of New York, Inc. supra , 386 F. Supp. pada 581.
[52] (Oleh Pengadilan) Peraturan Pengadilan Chancerry menyatakan dalam bagian 23.1 : “Penggugat harus menyatakan secara khusus dan tertentu usaha-usaha, jika ada, yang dibuat oleh Penggugat untuk mendapatkan tindakan yang diinginkan dari direksi atau penguasa yang sebanding dan juga alasan-alasan dari kegagalannya untuk mendaptkan tindakan tersebut atau dengan tidak melakukan usaha tersebut”
[53] Maldonado v. Flynn, Del. Ch, 413 A.2d 1251 (1980).
[54] (Oleh Pengadilan) Lihat Dent, The Power of Directors to Terminate Shareholder Litigation: The Death of Derivatif Suit? 75 Nw, U.L./Rev,96,98 & n. 14 (1980); Komentar, The Deman and Standing Requirements in Stockholder Derivative Actiona, 44 U. Chi L. Rev; 168, 192 & nn. 153-54 (1976) (herein Stockholder Derivative Action).
[55] ( Oleh Pengadilan) 8 del C # 141 (a) menyatakan “Bisnis dan hubungan setiap perusahaan yang diatur berdasarkan peraturan ini (bab ini) akan diatur oleh atau arahan dari Dewan Direksi.
[56] ( Oleh pengadilan) Lihat Arsht, The Business Judgment Rile Revisited, 8 Hofstr L. Rev.93,97, 130-33 (1979).
[57] (Oleh Pengadilan). Dengan perkataan lain ketika pemegang saham, setelah melakukan tuntutannya dan mendapatkan gugatannya ditolak, menyerang Dewan Direksi dengan menyatakan bahwa hal tersebut tidak patut, keputusan Dewan termasuk ke dalam peraturan “business judgment” dan akan dihormati/dindahkan apabila memenuhi ketentuan peraturan. Lihat Sent, supra note 24, 75 Nw. U. L Rev. pada 100-01 & nn. 24-25. Situasi ini harus dibedakan dari contoh kasus, dimana tuntutan tidak dibuat, dan kekuasaan dari Dewan untuk menghentikan, dalam hal diskualifikasi, memperlihatkan ambang permasalahan.
Sebagai contoh apa yang telah dianggap sebagai suatu putusan yang salah untuk tidak menuntut, lihat Stockholder Derivative Actions, supra note 24, 44 U. Chi. L.Rev. pada 193-98. kami menyadari bahwa dalam praktek kedua hal tersebut dapat overlap.
[58] (Oleh Pengadilan) Bahkan dalam situasi ini dapat menggunakan litigasi untuk menetapkan kurangnya kekuasaan dari pemegang saham, mis. “standing”.
[59] (Oleh pengadilan) Kami tidak menutup akan pengadilan yang berdifat diskresi dari lalda isu yang )da tetapi isu tidak ditampilkan dalam banding ini. Uhat Lewis v. Andeno”, supra,615 F.2d pada l80.Atau kaml perlu menutup kemungkinan bahwa mosi lain akan berlanjut atau bergabung dengan menghentikan pra pengadilan mosi summary judgment, e. g masi sebagaian untuk summary judgment.
[60] (Oleh pengadilan) Langkah ini terdiri dari semangat dan pilosopi dari pernyataan Vice Chancellor: “Dibawah sistim hukum kita, pengadilan dan tidak litigants harus memutuskan hal-hal yang memenuhi litigasi”. 413 A.2d. pada 1263.
Kejahatan Korporasi.
Aktris Julia Roberts meraih Academy Awards pada tahun 2001 melalui filmnya Erin Brokovich yang menceritakan tentang seorang paralegal bernama sama dengan judul film tersebut, yang mengangkat kasus nyata yang terjadi di Amerika Serikat, dimana perusahaan Pacific Gas and Electric ( PG&E Corporation ) yang mengetahui bahwa salah satu unit stasiun kompressornya di Hinckley telah mencemarkan air di daerah tersebut. Perusahaan itu tidak mengumumkannya tetapi justru meyakinkan para penduduk setempat dengan memberikan laporan pemeriksaan air di Hinckley yang hasilnya menunjukkan bahwa air di daerah mereka aman untuk dikonsumsi. Akibatnya, para pengguna air yang telah terkontaminasi menderita berbagai macam penyakit dan bahkan sampai meninggal dunia ( industrial poisoning ). Kasus ini menjadi salah satu kasus corporate crime terbesar dengan penjatuhan sanksi pidana berupa pembayaran ganti rugi dengan jumlah yang terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.
Kejahatan korporasi ( corporate crime ) merupakan salah satu wacana yang timbul dengan semakin majunya kegiatan perekenomian dan teknologi. Corporate crime bukanlah barang baru, melainkan barang lama yang senantiasa berganti kemasan. Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa perkembangan zaman serta kemajuan peradaban dan teknologi turut disertai dengan perkembangan tindak kejahatan berserta kompleksitasnya. Di sisi lain, ketentuan Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia belum dapat menjangkaunya dan senantiasa ketinggalan untuk merumuskannya. Salah satu contohnya adalah Tindak Pidana Pencucian Uang ( money laundering ) yang baru dikriminalisasi secara resmi pada tahun 2002. Contoh lain adalah kejahatan dunia maya atau cyber crime yang sampai dengan saat ini pengaturannya masih mengundang tanda tanya. Akibatnya, banyak bermunculan tindakan-tindakan atau kasus-kasus illegal, namun tidak dapat dikategorikan sebagai crime. [1]
Tindak pidana ( crime ) dapat diidentifikasi dengan timbulnya kerugian ( harm ), yang kemudian mengakibatkan lahirnya pertanggungjawaban pidana atau criminal liability. [2] Yang pada gilirannya mengundang perdebatan adalah bagaimana pertanggungjawaban korporasi atau corporate liability mengingat bahwa di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang dianggap sebagai subyek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami ( naturlijkee person ). Di samping itu, KUHP juga masih menganut asas sociates delinquere non potest dimana badan hukum atau korporasi dianggap tidak dapat melakukan tindak pidana. [3] Jika seandainya kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk dan atas nama suatu korporasi terbukti mengakibatkan kerugian dan harus diberikan sanksi , siapa yang akan bertanggungjawab ? Apakah pribadi korporasi itu sendiri atau para pengurusnya ?
Black’s Law Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi atau corporate crime adalah any criminal offense committed by and hence chargeable to a corporation because of activities of its officers or employees (e. g., price fixing, toxic waste dumping), often referred to as “white collar crime. [4]
Kejahatan korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), sering juga disebut sebagai “kejahatan kerah putih”.
Sally. A. Simpson yang mengutip pendapat John Braithwaite menyatakan kejahatan korporasi adalah “ conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law “. [5]
Simpson menyatakan bahwa ada tiga ide pokok dari definisi Braithwaite mengenai kejahatan korporasi. Pertama , tindakan ilegal dari korporasi dan agen-agennya berbeda dengan perilaku kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang digolongkan kejahatan korporasi tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi. Kedua , baik korporasi (sebagai “subyek hukum perorangan “ legal persons “) dan perwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan ( as illegal actors ), dimana dalam praktek yudisialnya, bergantung pada antara lain kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan. Ketiga , motivasi kejahatan yang dilakukan korporasi bukan bertujuan untuk keuntungan pribadi, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutup kemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub-kultur organisasional. [6]
Kejahatan korporasi mungkin tidak terlalu sering kita sering dalam pemberitaan-pemberitaan kriminil di media. Aparat penegak hukum, seperti kepolisian juga pada umumnya lebih sering menindak aksi-aksi kejahatan konvensional yang secara nyata dan faktual terdapat dalam aktivitas sehari-hari masyarakat. Ada beberapa beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini. [7] Pertama , kejahatan-kejahatan yang dilaporkan oleh masyarakat hanyalah kejahatan-kejahatan konvensional. Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas aparat kepolisian sebagian besar didasarkan atas laporan anggota masyarakat, sehingga kejahatan yang ditangani oleh kepolisian juga turut bersifat konvensional. Kedua , pandangan masyarakat cenderung melihat kejahatan korporasi atau kejahatan kerah putih bukan sebagai hal-hal yang sangat berbahaya, dan juga turut dipengaruhi. Ketiga , pandangan serta landasan hukum menyangkut siapa yang diakui sebagai subjek hukum pidana dalam hukum pidana Indonesia. Keempat , tujuan dari pemidanaan kejahatan korporasi adalah lebih kepada agar adanya perbaikan dan ganti rugi, berbeda dengan pemidanaan kejahatan lain yang konvensional yang bertujuan untuk menangkap dan menghukum. Kelima , pengetahuan aparat penegak hukum menyangkut kejahatan korporasi masih dinilai sangat minim, sehingga terkadang terkesan enggan untuk menindaklanjutinya secara hukum. Kelima , kejahatan korporasi sering melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dengan status sosial yang tinggi. Hal ini dinilai dapat mempengaruhi proses penegakan hukum.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia memang hanya menetapkan bahwa yang menjadi subjek tindak pidana adalah orang persorangan ( legal persoon ). Pembuat undang-undang dalam merumuskan delik harus memperhitungkan bahwa manusia melakukan tindakan di dalam atau melalui organisasi yang, dalam hukum keperdataan maupun di luarnya (misalnya dalam hukum administrasi), muncul sebagai satu kesatuan dan karena itu diakui serta mendapat perlakuan sebagai badan hukum atau korporasi. Berdasarkan KUHP, pembuat undang-undang akan merujuk pada pengurus atau komisaris korporasi jika mereka berhadapan dengan situasi seperti itu. [8] Sehingga, jika KUHP Indonesia saat ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk pertanggungjawaban pidana oleh korporasi, namun hanya dimungkinkan pertanggungjawaban oleh pengurus korporasi. Hal ini bisa kita lihat dalam pasal 398 KUHP yang menyatakan bahwa jika seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan korporasi yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diperintahkan penyelesaian oleh pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun 4 bulan: 1. jika yang bersangkutan turut membantu atau mengizinkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, sehingga oleh karena itu seluruh atau sebagian besar dari kerugian diderita oleh perseroan, maskapai, atau perkumpulan…(dan seterusnya).
Di Belanda sendiri, sebagai tempat asal KUHP Indonesia, pada tanggal 23 Juni 1976, korporasi diresmikan sebagai subjek hukum pidana dan ketentuan ini dimasukkan kedalam pasal 51 KUHP Belanda (Sr.), yang isinya menyatakan antara lain:
Tindak pidana dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun korporasi; Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh korporasi, penuntutan pidana dapat dijalankan dan sanksi pidana maupun tindakan yang disediakan dalam perundang-undangan—sepanjang berkenaan dengan korporasi—dapat dijatuhkan. Dalam hal ini, pengenaan sanksi dapat dilakukan terhadap.
2.1. korporasi sendiri, atau.
2.2. mereka yang secara faktual memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana yang dimaksud, termasuk mereka yang secara faktual memimpin pelaksanaan tindak pidana dimaksud, atau.
2.3. korporasi atau mereka yang dimaksud di atas bersama-sama secara tanggung renteng.
Berkenaan dengan penerapan butir-butir sebelumnya, yang disamakan dengan korporasi: persekutuan bukan badan hukum, maatschap (persekutuan perdatan), rederij (persekutuan perkapalan) dan doelvermogen (harta kekayaan yang dipisahkan demi pencapaian tujuan tertentu; social fund atau yayasan). [9]
Meskipun KUHP Indonesia saat ini tidak mengikutsertakan korporasi sebagai subyek hukum yang dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana, namun korporasi mulai diposisikan sebagai subyek hukum pidana dengan ditetapkannya UU No.7/Drt/1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
Kemudian kejahatan korporasi juga diatur dan tersebar dalam berbagai undang-undang khusus lainnya dengan rumusan yang berbeda-beda mengenai “korporasi”, antara lain termasuk pengertian badan usaha, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, perserikatan, organisasi, dan lain-lain, seperti :
& # 8211; UU No.11/PNPS/1964 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.
& # 8211; UU No.38/2004 tentang Jalan.
& # 8211; UU No.31/1999 jo. UU No.21 tahunn 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam literatur Indonesia juga ditemukan pandangan yang turut untuk mewacanakan menempatkan korporasi sebagai subyek hukum pidana. Seperti misalnya Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia”, menyatakan :
Dengan adanya perkumpulan-perkumpulan dari orang-orang, yang sebagai badan hukum turut serta dalam pergaulan hidup kemasyarakatan, timbul gejala-gejala dari perkumpulan itu, yang apabila dilakukan oleh oknum, terang masuk perumusan pelbagai tindak pidana. Dalam hal ini, sebagai perwakilan, yang kena hukuman pidana adalah oknum lagi, yaitu orang-orang yang berfungsi sebagai pengurus dari badan hukum, seperti misalnya seorang direktur dari suatu perseroan terbatas, yang dipertanggungjawabkan. Sedangkan mungkin sekali seorang direktur itu hanya melakukan saja putusan dari dewan direksi. Maka timbul dan kemudian merata gagasan, bahwa juga suatu perkumpulan sebagai badan tersendiri dapat dikenakan hukuman pidana sebagai subyek suatu tindak pidana. [10]
Di Indonesia, salah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46 [11] yang mengadopsi doktrin vicarious liability . [12]
Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat 3 bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Pasal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang Jalan. Kemudian dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pindana, seperti yang diatur dalam pasal 20 ayat 2 UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU No.31/2004 tentang Perikanan. Kemudian kemungkinan berikutnya adala dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada koorporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999.
Pertanggungjawaban Pidana oleh Korporasi.
Korporasi sebagai badan hukum sudah tentu memiliki identitas hukum tersendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi, maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah hukum perdata ( civil law ), jelas ditetapkan bahwa suatu korporasi atau badan hukum merukapan subjek hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut di pengadilan dalam hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus-menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada penambahan anggota-anggota baru atau berhentinya atau meninggalnya anggota-anggota yang ada. Namun sampai saat ini, konsep pertanggungjawaban pidana oleh korporasi sebagai pribadi ( corporate criminal liability ) merupakan hal yang masih mengundang perdebatan. Banyak pihak yang tidak mendukung pandangan bahwa suatu korporsi yang wujudnya semu dapat melakukan suatu tindak kejahatan serta memiliki criminal intent yang melahirkan pertanggungjawaban pidana. Disamping itu, mustahil untuk dapat menghadirkan di korporasi dengan fisik yang sebenarnya dalam ruang pengadilan dan duduk di kursi terdakwa guna menjalani proses peradilan.
Baik dalam sistem hukum common law maupun civil law , sangat sulit untuk dapat mengatribusikan suatu bentuk tindakan tertentu ( actus reus atau guilty act ) [13] serta membuktikan unsur mens rea ( criminal intent atau guilty mind ) [14] dari suatu entitas abstrak seperti korporasi. Di Indonesia, meskipun undang-undang diatas dapat dijadikan sebagai landasan hukum untuk membebankan criminal liability terhadap korporasi, namun Pengadilan Pidana sampai saat ini terkesan enggan untuk mengakui dan mempergunakan peraturan-peraturan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya kasus-kasus kejahatan korporasi di pengadilan dan tentu saja berdampak pada sangat sedikitnya keputusan pengadilan berkaitan dengan kejahatan korporasi. [15] Akibatnya, tidak ada acuan yang dapat dijadikan sebagai preseden bagi lingkungan peradilan di Indonesia. Dua kasus yang muncul di peradilan sampai dengan saat ini hanya berkaitan dengan pelanggaran lingkungan hidup.
Jika kita melihat praktek yang diterapkan di Belanda sebelum pertanggung-jawaban pidana korporasi ditetapkan dalam KUHP Belanda, sebagaimana disebutkan oleh Remmelink dalam bukunya Hukum Pidana : Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kita Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia , dalam bidang hukum pidana fiskal atau ekonomi, ditemukan kemungkinan menuntut pertanggunjawaban pidana terhadap korporasi. Pandangan ini bahkan sudah dikenal lama sebelum KUHP Belanda dibuat. Hal ini dimungkinkan dengan mempertimbangkan kepentingan praktis. Dari sudut pandang ini, hukum pidana dapat dengan mudah melakukan perujukan pada kewajiban yang dibebankan oleh hukum fiskal pada pemilik, penyewa, atau yang menyewakan dan lain-lain, yang sering kali berbentuk korporasi. Namun, terlepas dari itu, dalam perkembangan selanjutnya hukum pidana umum juga semakin sering dengan masalah tersebut. Semakin banyak perundang-undangan dan peraturan administratif baru yang bermunculan. Dalam aturan-aturan tersebut, pembuat undang-undang merujuk pada ‘pengemban’ hak-hak warga yang banyak berbentuk korporasi. Bilamana suatu kewajiban tidak dipenuhi, maka beranjak dari sistem perundang-undangan yang ada, ‘korporasi’ juga dimungkinkan untuk dipandang sebagai ‘pelaku’. Di Belanda, kemungkinan ini sudah lama dikenal dalam waterschapsverordening (peraturang tentang tata guna dan lalu lintas perairan) yang sering mewajibkan pemilik tanah yang terletak disamping kali atau saluran air untuk membersihkan atau menjaga kebersihan—kewajiban yang diancam dengan sanksi pidana apabila dilalaikan. [16]
Dalam praktek common law , Pengadilan Inggris pertama kali memberlakukan pertanggungjawaban pidana korporasi hanya bagi kasus-kasus pelanggaran kewajiban hukum oleh korporasi-korporasi quasi-public [17] yang hanya bersifat pelanggaran ketertiban umum ( public nuisance ). Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah dan peranan korporasi, pengadilan memperluas pertanggungjawaban pidana korporasi pada bentuk-bentuk pelanggaran atau kejahatan yang tidak terlalu serius yang tidak memerlukan pembuktian mens rea atau criminal intent ( offenses that did not require criminal intent ), yang didasarkan pada doktrin vicarious liability . Hal ini diikuti oleh pengadilan di Amerika Serikat yang turut memberlakukan ketetapan yang serupa. [18]
Pembebanan pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap kejahatan yang memerlukan pembuktian mens rea baru dilakukan setelah melalui waktu dan perkembangan yang lambat. Di Amerika Serikat, penerapan corporate criminal liability pertama kali diterapkan dalam kasus New York Central & Hudson River Railroad Company v. United States , dimana pemerintah Amerika Serikat mendakwa perusahaan New York Central telah melanggar Elkins Act [19] section I.
Tindakan yang dilakukan seseorang diduga melakukan kejahatan dapat diuji berdasarkan kaedah hukum yang dilanggar apakah tindakan seseorang tersebut termasuk kategori tindakan yang merupakan mala in se atau perbuatan yang merupakan mala in prohibita . Tindakan yang termasuk mala in se , adalah perbuatan yang melawan hukum, ada atau tidak ada peraturan yang melarangnya misalnya mencuri, menipu, membunuh, dan sebagainya. Sedangkan perbuatan yang merupakan mala in prohibita adalah perbuatan yang dinyatakan melanggar hukum apabila ada aturan yang melarangnya misalnya aturan-aturan lalu lintas di jalan raya, aturan-aturan administrasi internal suatu lembaga. Apabila tindakan seseorang itu termasuk perbuatan mala in prohibita , ada kemungkinan dia hanya melanggar aturan administrasi dan tidak dapat dikenakan hukuman pidana melainkan hanya tindakan administratif.
Namun, apabila tindakan yang dilakukan seseorang itu termasuk kategori mala in se , misalnya, dalam kasus obligor meskipun dana tersebut dikembalikan, unsur tindak pidananya tidak hilang, pengembalian tersebut hanya merupakan unsur pertimbangan untuk memberi keringanan hukuman. Untuk itu perlu ditelusuri kaedah hukum apa yang dilanggar? Apakah tindakan tersebut termasuk melanggar kaedah hukum bahwa seseorang tidak boleh mengambil barang orang lain tanpa hak seperti pada pencurian, penipuan atau perampokan maka selanjutnya di telusuri pula unsur lainnya seperti adanya mens rea dan actus reus .
Dalam wacana common law , ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan pertanggungjawaban pidana korporasi.
1. Identific ation Tests / Directing Mind Theory.
Berdasarkan teori identifikasi atau directing minds theory , kesalahan dari anggota direksi atau organ perusahaan/korporasi yang tidak menerima perintah dari tingkatan yang lebih tinggi dalam perusahaan, dapat dibebankan kepada perusahaan/ korporasi. Teori ini diadopsi di Inggris sejak tahun 1915, yaitu melalui kasus Lennard’s Carrying Co. Ltd v. Asiatic Petroleum Co ., [1915] A. C. 705, at 713 (H. L.). Dalam kasus ini, Hakim Pengadilan berpendapat :
“ [A] corporation is an abstraction. It has no mind of its own anymore than it has a body of its own; its active and directing will must consequently be sought in the person of somebody who for some purposes maybe called an agent, but who is really the directing mind and will of the corporation, the very ego and centre of the personality of the corporation….For if Mr. Lennard was the directing mind of the company, then his action must, unless a corporation is not to be liable at all, have been an action which was the action of the company itself…… ” [20]
Suatu korporasi adalah sebuah abstraksi. Ia tidak punya akal pikiran sendiri dan begitu pula tubuh sendiri; kehendaknya harus dicari atau ditemukan dalam diri seseorang yang untuk tujuan tertentu dapat disebut sebagai agen/perantara, yang benar-benar merupakan otak dan kehendak untuk mengarahkan ( directing mind and will ) dari korporasi tersebut……Jika Tuan Lennard merupakan otak pengarah dari perusahaan, maka tindakannya pasti merupakan tindakan dari perusahaan itu sendiri.
Dalam kasus lain di Inggris, yaitu kasus Tesco Supermarkets Ltd v Nattrass [1972] A. C. 153, Hakim Pengadilan berpendapat :
“The person who acts is not speaking or acting for the company. He is acting as the company and his mind which directs his acts is the mind of the company. If it is a guilty mind then that guilt is the guilt of the company.” [21]
Orang yang bertindak bukan berbicara atau bertindak atas nama perusahaan. Ia bertindak sebagai perusahaan, dan akal pikirannya yang mengarahkan tindakannya berarti adalah akal pikiran dari perusahaan. Jika akal pikirannya bersalah, berarti kesalahan itu merupakan kesalahan perusahaan.
Dengan kata lain unsur mens rea dari pertanggungjawaban pidana korporasi terpenuhi dengan dipenuhinya unsur mens rea pengurus korporasi atau perusahaan tersebut. Begitu pula dengan actus reus yang diwujudkan oleh pengurus korporasi yang berarti merupakan actus reus perusahaan.
Teori identifikasi ini turut diadopsi oleh Kanada. Hal ini dapat dilihat dalam kasus R. v. Fane Robinson Ltd ., dimana perusahaan Fane Robinson dan dua orang direkturnya yang merupakan pengelola yang aktif, dalam tingkat banding, didakwa melakukan tindak pidana berkomplot atau berkonspirasi untuk menggelapkan uang dan memperoleh uang dengan cara menipu. Pengadilan berpendapat bahwa tidak ada alasan mengapa suatu korporasi yang dapat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian dengan individu atau korporasi lain tidak dapat memenuhi unsur mens rea ketika korporasi tersebut melibatkan dirinya dalam perjanjian yang menjadi dasar utama konspirasi dan penipuan tersebut. Pengadilan menyimpulkan bahwa secara umum kedua orang direktur perusahaan merupakan kehendak bertindak dan mengarahkan ( acting and directing will ) dari perusahaan. Niat untuk melakukan tindak pidana ( mens rea ) dan tindakan hukumnya ( actus reus ) merupakan niat dan tindakan dari perusahaan dan bahwa konspirasi untuk penggelapan uang dan penipuan merupakan kejahatan yang mampu diwujudkan oleh perusahaan. [22]
Kasus lain di Kanada yang dianggap sebagai leading case menyangkut teori identifikasi adalah kasus Canadian Dredge and Dock v. The Queen , [1985] 1 S. C.R. 662. Dalam kasus ini, Supreme Court mengakui teori ini sebagai model untuk menentukan tanggungjawab perusahaan. Pengadilan berpendapat bahwa faktor yang membedakan antara directing mind dengan pegawai biasa adalah tingkatan kewenangan pengambilan atau pembuatan keputusan dalam praktek individual. Individu yang bertanggungjawab menyusun dan menerapkan kebijakan korporasi adalah directing mind dari perusahaan bersangkutan. Sebaliknya, individu yang membuat kebijakan untuk operasional day-to-day basis , bukanlah directing mind . Supreme Court menempatkan directing mind sebagai “ego”, “pusat” dan/atau “organ vital” korporasi. [23]
Dari case law ini, muncul beberapa prinsip atau konsep yang penting. Pertama , directing mind dari suatu korporasi atau perusahaan tidak terbatas hanya satu individu saja. Sejumlah pejabat korporasi atau anggota direksi bisa membentuk directing mind. Kedua , faktor geografis tidak berpengaruh. Fakta bahwa suatu korporasi memiliki banyak operasi atau cabang di daerah yang berbeda-beda tidak akan mempengaruhi penentuan individu-individu yang mana yang menjadi directing minds korporasi. Dengan demikian, seseorang tidak dapat menghindar dari tanggung jawab hanya karena ia tidak ditempatkan atau bertugas di daerah dimana perbuatan melawan hukum dilakukan. Ketiga , korporasi tidak bisa lari dari tanggung jawab dengan berkilah bahwa individu-individu tersebut melakukan perbuatan melawan hukum meskipun telah ada instruksi untuk melakukan tindakan lain yang sah (tidak melawan hukum). Anggota direksi dan pejabat korporasi lainnya memiliki kewajiban untuk mengawasi tindak tanduk para pegawai lebih dari sekedar menetapkan panduan umum yang melarang tindakan illegal. Keempat , untuk dapat dinyatakan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum, individu bersangkutan harus memiliki criminal intent atau mens rea . Directing mind dan mens rea ada pada individu yang sama. Namun dalam teori identifikasi, anggota direksi atau pejabat korporasi lain yang merupakan directing mind korporasi tidak bisa dikenakan tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan tanpa mereka sadari. Kelima , untuk dapat menerapkan teori identifikasi harus dapat dibuktikanbahwa tindakan seorang directing mind adalah : i) berdasarkan tugas atau instruksi yang ditugaskan padanya, ii) bukan merupakan penipuan ( fraud ) yang dilakukan terhadap perusahaan, dan iii) dimaksudkan untuk dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Keenam , tanggung jawab korporasi memerlukan analisa kontekstual. Dengan kata lain, penentuannya harus dilakukan berdasarkan case-to-case basis . Jabatan seseorang dalam perusahaan tidak secara otomatis menjadikannya bertanggungjawab. Penilaian terhadap kewenangan seseorang untuk menetapkan kebijakan korporasi atau keputusan korporasi yang penting harus dilakukan dalam konteks keadaan yang tertentu ( particular circumstances ). [24]
Pendekatan teori identifikasi yang berkembang dari Inggris ini mengundang kritik karena corporate liability terbatas bagi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh anggota direksi dan beberapa karyawan lain setingkat manager yang memiliki kewenangan dan memberikan perintah. Hal ini secara tidak adil memberikan keuntungan pada korporasi-korporasi yang besar karena mereka akan dapat menghindarkan diri dari pertanggungjawaban pidana akibat tindakan-tindakan yang dilakukan oleh karyawan-karyawan yang jabatannya lebih rendah dan bertugas melakukan aktivitas sehari-hari ( day-to-day activities ). [25] Namun di Kanada teori identifikasi kini kemudian mengalami perkembangan atau ’modifikasi’. Pengadilan Kanada mengidentifikasi dan membuka kemungkinan bahwa directing mind berada pada level atau golongan karyawan yang lebih rendah yang menjalankan perintah atau memiliki kewenangan yang sifatnya delegatif. [26]
Dengan melihat penerapan teori ini oleh Kanada untuk menyiasati kekurangan yang ditimbulkan dalam aplikasinya, penerapan teori ini harus dilakukan dengan berdasark­an pada case-by-case basis dan ­­ fact-specific basis.
Doktrin yang pada mulanya diadopsi di Inggris ini sebagaimana disebutkan di penjelasan sebelumnya, menyebutkan bahwa korporasi bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawai-pegawainya, agen/perantara atau pihak-pihak lain yang menjadi tanggung jawab korporasi. Dengan kesalahan yang dilakukan oleh salah satu individu tersebut, kesalahan itu secara otomatis diatribusikan kepada korporasi. Dalam hal ini korporasi bisa dipersalahkan meskipun tindakan yang dilakukan tersebut tidak disadari atau tidak dapat dikontrol. Berdasarkan hal ini, teori ini dikritik karena tidak mempedulikan unsur mens rea ( guilty mind ) dari mereka yang dibebankan pertanggungjawaban. Pengadilan di Inggris dan Kanada telah menolak doktrin ini, dan mengadopsi teori identifikasi. Namun, pendekatan doktrin ini masih digunakan di pengadilan federal Amerika Serikat. [27]
Di Indonesia, doktrin ini diterapkan dalam Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Lingkungan.
Pendekatan jenis ini digunakan oleh Australia. Istilah corporate culture dapat kita lihat dalam Australian Criminal Code Act 1995 (Undang-undang Pidana Australia) yang didefinisikan sebagai berikut :
“ an attitude, policy, rule, course of conduct or practice existing within the body corporate generally or in the part of the body corporate in which the relevant activities take place”.
Yaitu suatu bentuk sikap, kebijakan, aturan, rangkaian perbuatan atau praktek yang pada umumnya terdapat dalam tubuh korporasi atau dalam bagian tubuh korporasi dimana kegiatan-kegiatan terkait berlangsung. [28]
Menurut undang-undang ini, tanggung jawab pidana bisa dijatuhkan apabila terbukti bahwa : Pertama , dewan direksi korporasi dengan sengaja atau dengan tidak hati-hati (ceroboh) melakukan tindakan-tindakan ( conduct ) yang relevan, atau secara terbuka, secara diam-diam atau secara tidak langsung mengesahkan ( authorize ) atau mengizinkan ( permit ) perwujudan perbuatan pelanggaran atau kejahatan. Kedua , agen manajerial korporasi tingkat tinggi (seperti direksi, komisaris, manajer) secara sengaja, mengetahui benar atau tidak hati-hati terlibat dalam tindakan-tindakan yang relevan, atau secara terbuka, secara diam-diam atau secara tidak langsung mengesahkan ( authorize ) atau mengizinkan ( permit ) perwujudan perbuatan pelanggaran atau kejahatan. Ketiga , ada budaya atau kebiasaan dalam tubuh korporasi yang menginstruksikan, mendorong, atau mengarahkan dilakukannya tindakan-tindakan pelanggaran ( non compliance ) terhadap peraturan-peraturan tertentu. Keempat , korporasi gagal membentuk dan mempertahankan budaya yang menuntut kepatuhan ( compliance ) terhadap peraturan-peraturan tertenty. [29]
Di Kanada, bentuk pendekatan ini ditolak karena dinilai terlalu kabur atau samar-samar jika diterapkan untuk menentukan mens rea korpoasi.
Menurut teori ini, dengan cara menjumlahkan (aggregating) tindakan (acts) dan kelalaian (omission) dari dua atau lebih orang perorangan yang bertindak sebagai perusahaan, unsur actus reus dan mens rea dapat dikonstruksikan dari tingkah laku (conduct) dan pengetahuan (knowledge) dari beberapa individu. Inilah yang disebut dengan Doctrine of Collective Knowledge atau Doktrin Pengetahuan Kolektif.
Amerika Serikat juga mengadopsi teori ini. Hal ini dapat dilihat dalam satu kasus, yaitu United States v. Bank of New England (1987) 821 F2d 844. Bank of New England didakwa dengan tuduhan secara sengaja tidak melaporkan suatu transaksi mata uang. Tuduhan ini terbukti karena yang dianggap sebagai ‘pengetahuan’ bank merupakan totalitas dari semua yang diketahui oleh para pegawai dalam ruang lingkup kewenangan mereka. [30]
Gobert menyatakan bahwa jika suatu korporasi tidak melakukan tindakan pencegahan atau melakukan due diligence guna menghindari melakukan suatu tindak pidana, maka hal ini akan tampak dari budaya dan kepercayaannya yang tercermin dari struktur, kebijakan, praktek dan prosedur yang ditempuh oleh korporasi tersebut.
Teori ini menolak pemikiran bahwa korporasi harus diperlakukan sama seperti halnya orang perorangan dan mendukung bahwa harus ada konsep hukum lain untuk menyokong pertanggungjawaban subyek-subyek hukum fictitious (korporasi). Hal ini merefleksikan struktur korporasi-korporasi modern yang umumnya terdesentralisasi dan dimana kejahatan tidak terlalu dikaitkan dengan perbuatan jahat atau kelalaian individual, tetapi lebih kepada sistem yang gagal untuk mengatasi permasalahan pengawasan dan pengaturan resiko. [31]
Pertanggungjawaban Pidana oleh Pengurus Korporasi.
Dalam korporasi atau perusahaan, para anggota direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital dalam badan hukum tersebut merupakan pemegang amanah ( fiduciary ) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Di sini komisaris dan direktur memiliki posisi fiducia dalam pengurusan perusahaan dan mekanisme hubungannya harus secara fair. Menurut pengalaman common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori fiduciary duty. [32] Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan ( trust and confidence ) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian ( scrupulous ), itikad baik ( good faith ), dan keterusterangan ( candor ).[33] Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan ( fiduciary relationship ) tersebut, common law mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan ( fiduciary ) secara natural memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi.[34]
Negara-negara common law seperti Amerika Serikat yang telah mempunyai standar yang jelas untuk menentukan apakah seorang direktur dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam tindakan yang diambilnya, yaitu didasarkan pada standar duty of loyality dan duty of care. Kewajiban utama dari direktur adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok.[35],sesuai dengan posisi seorang direktur sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini mengharuskan seorang direktur untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya ( duty of care )[36]. Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan ( duty of loyality ). [37] Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya dengan Fiduciary Duty dapat menyebabkan direktur untuk dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya, baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.[38]
Doktrin atau prinsip fiduciary duty ini dapat kita jumpai dalam Undang-undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Menurut Pasal l79 ayat (1) UUPT pengurusan PT dipercayakan kepada Direksi Lebih jelasnya pasal 82 UUPT menyatakan, bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sedangkan Pasal 85 UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.
Dalam konteks direktur, sangat penting untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku ( standart of conduct ) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.[39]
Untuk membebankan pertanggungjawaban terhadap direktur atau pengurus korporasi, maka harus dibuktikan adanya pelanggaran terhadap kekuasaan kewajiban kewenangan yang dimilikinya. Pengurus korporasi dalam hal ini harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith yang dipercayakan padanya dalam menjalan korporasi atau perusahaan, sebagaimana diatur dalam prinsip fiduciary duty .
Jika kita menghubungkannya dengan identification theory dalam wacana common law sebagaimana telah diuraikan diatas, kesalahan yang dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat korporasi lainnya hanya dapat dibebankan pada korporasi jika memenuhi syarat: i) tindakan yang dilakukan oleh mereka berada dalam batas tugas atau instruksi yang diberikan pada mereka, ii) bukan merupakan penipuan yang dilakukan terhadap perusahaan, iii) dimaksudkan untuk menghasilkan atau mendatangkan keuntungan bagi korporasi. Dengan kata lain, jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka kesalahan tersebut tidak dapat dipikul oleh korporasi, namun harus dipikul secara pribadi oleh organ korporasi yang melakukan tindakan tersebut.
Berkaitan dengan tindakan anggota direksi atau pejabat korporasi yang mengambil tindakan untuk kepentingan dan keuntungan bagi korporasi, terdapat pula doktrin dalam hukum korporasi yang melindungi para direktur yang beritikad baik tersebut sebagaimana terdapat dalam teori Business Judgment Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat popular untuk menjamin keadilan bagi para direktur yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis. [40]
Salah satu tolak ukur untuk memutuskan apakah suatu kerugian tidak disebabkan oleh keputusan bisnis ( business judgment ) yang tidak tepat sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care adalah: pertama, memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar Kedua, tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik. Ketiga, memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.[41] Sehingga, apabila terbukti bahwa tindakan atau keputusan yang diambil oleh direktur untuk memberlakukan suatu kebijakan korporasi yang didasarkan atas business judgment yang tepat dalam rangka meraih keuntungan sebanyak-banyaknya bagi korporasi, maka apabila ternyata tindakan yang diambil tersebut menimbulkan kerugian yang melahirkan pertanggungjawaban pidana, tidak dapat dibebankan pada pribadi pengurus (direksi atau pejabat korporasi lainnya), tetapi dibebankan pada korporasi. Pertanggungjawaban oleh pengurus hanya dimungkinkan apabila terbukti terjadi pelanggaran duty of care dan duty of loyalty.
Apabila kita membandingkan dengan praktek yang dilakukan di Belanda, kita dapat melihat suatu beschikking tanggal 19 November 1987, NJ 1986, 125, Hoge Raad , yang menetapkan bahwa seseorang baru dapat dikatakan secara faktual memimpin dalam konteks tindak pidana korporasi hanya jika ia mengetahui terjadinya tindak pidana yang bersangkutan (yang dalam kasus ini menyangkut dengan pemalsuan surat). Namun kebijakan ini dinilai kurang tepat karena para pemimpin/direksi/pejabat korpoasi lainnya yang tidak secara langsung terlibat atau bekerja serampangan terbebas dari tanggung jawab. [42]
Kemudian dalam keputusan berikutnya dalam kasus yang sama, tanggal 16 Desember 1986, NJ 1987, 321, majelis hakim memberikan pertimbangan yang menyatakan bahwa dikatakan memimpin faktual apabila fungsionari atau pejabat yang bersangkutan sekalipun berwenang dan secara masuk akal dapat melakukannya justru tidak melakukan langkah-langkah untuk mencegah tindakan terlarang dan secara sadar menerima kesempatan yang kemudian muncul agar tindakan terlarang tersebut terlaksana. Dalam situasi tersebut, menurut pengadilan, dianggal sengaja mendukung dilakukannya tindakan terlarang itu. Dalam kasus yang diperiksa, penerimaan atas tindak pidana tersebut dianggap terjadi jika yang bersangkutan mengetahui bahwa dilakukannya tindak pidana secara faktual oleh korporasi (suatu bank) berkaitan langsung dengan apa yang didakwakan. [43]
Jika kita melihat praktek yang diterapkan di Kanada, berdasarkan Undang-undang Hukum Pidana Kanada, direksi dan pejabat korporasi lainnya dapat bertanggung jawab secara pribadi. Alternatif lain yang dimungkinkan adalah mereka juga dapat dituntut sebagai pihak atas tindakan yang dilakukan oleh individu yang lain.[44]
Private Member’s Bill C-284 [45] telah menetapkan bahwa penjatuhan pertanggungjawaban pidana terhadap direksi dan pejabat-pejabat korporasi lainnya dimana mereka bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan orang lain, dan mensahkan ( authorize ) tindakan atau kelalaian yang menjadi tindak kejahatan. Jika direksi atau pejabat korporasi lainnya: i) mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa tindakan atau kelalaian itu merupakan tindak pidana, ii) mengetahui bahwa tindakan itu dilakukan atau akan dilakukan, dan iii) tidak atau gagal mengambil langkah yang memungkinkan untuk mencegah dilakukannya tindakan itu, maka mereka dapat dipidana atau dibenbankan tanggung jawab. [46]
Dengan pertimbangan dampak yang dapat ditimbulkan oleh kejahatan korporasi baik bagi masyarakat, perekonomian, pemerintahan dan aspek-aspek lainnya yang berbahaya, bahkan lebih serius dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh bentuk-bentuk kejahatan yang konvensional, maka harus ada konsistensi dan landasan yang solid dalam hukum untuk dapat membebankan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi. Dalam berbagai harus terdapat pengaturan menyangkut pertanggungjawaban ini.
Selain itu, diperlukan perhatian studi yang lebih mendalam, baik di kalangan akademis, profesional maupun aparat penegak hukum, guna membangun suatu kerangka teoritis bagi pertanggungjawaban pidana korporasi. Hal ini hendaknya diimbangi pula dengan upaya peningkatan kualitas dan kemampuan para penegak hukum yang akan menerapkannya. Mereka harus mampu dan kreatif untuk melakukan terobosan-terobosan hukum.
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, Minnessota, 1990, ed.6, hal. 339.
Dine, Janet, Company Law , Macmillan Press Ltd., 1998.
Ferguson, Gerry, Corruption and Criminal Liability , icclr. law. ubc. ca/ Publications/ Reports/ FergusonG. PDF.
Gross, Hyman, A Theory of Criminal Justice , Oxford University Press, New York, 1979, hal.114.
Keenan, Denis & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students , Financial Times, Pitman Publishing, 1996.
Khanna, V. S, Corporate Criminal Liability: What Purpose Does It Serve? , 109 Harv. L. Rev. 1477, The Harvard Law Review Association, 1996.
Lipton, Philip dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992.
Little, Christopher M. & Natasha Savoline, Corporate Criminal Liability in Canada: The Criminalization of Occupational Health & Safety Offences, Filion Wakely Thorup Angeletti (Management Labour Lawyers), filion. on. ca/pdf/ CML%202003%20Paper. pdf.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia , Ed.2, Cet.6, Bandung : Eresco, 1989.
Remmelink, Jan, HUKUM PIDANA, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kita Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia , PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 2003.
Rusmana, SH, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak Pidana Perikanan , solusihukum/artikel/artikel45.php.
Scott, Charity, “ Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act ,” Securities Regulation Law Journal, (Vol. 17, 1989)
Seligman, Joel, Corporations Cases and Materials , Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.
Simpson, Sally S., Strategy, Structure and Corporate Crime, 4 Advances in Criminological Theory 171 (1993).
Singgih, Kejahatan Korporasi yang Mengerikan , Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, 2005.
Susanto, I. S, Statistik Kriminal sebagai Konsruksi Sosial, Penyusunan, Penggunaan dan Penyebarannya, suatu Studi Kriminologi, Disertasi, Semarang, 1990 (Tidak diterbitkan).
Vagt s , Detlev F. , Basic Corporation Law Materials-Cases Text, (New York: The Foundation Press Inc. 1989)
* Disampaikan dalam ceramah di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, bertempat di Tanjung Morawa Medan, pada tanggal 27 April 2006.
** Mendapat Sarjana Hukum dari USU (1983), Magister Hukum dari Universitas Indonesia (1994), Doktor dari Universitas Indonesia (2001), Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU (2004), Dosen Fakultas Hukum USU Medan, tahun 1987– sekarang, Dosen Pascasarjana Hukum USU Medan, tahun 1999–sekarang, Dosen Magister Manajemen Pascasarjana USU Medan, tahun 2002, Dosen Magister Kenotariatan Pascasarjana USU Medan, tahun 2002-sekarang, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ. Pancasila Jakarta, tahun 2001–sekarang, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ. Krisnadwipayana Jakarta, tahun 2001–2002, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM), Jakarta, tahun 2003-sekarang. Magister Hukum Pascasarjana Universitas Islam, Jakarta, tahun 2004-sekarang. Dosen Magister Hukum Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta, 2005. Dosen Penguji dan Pembimbing Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia, tahun 2002-sekarang. Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2006-sekarang.
[1] Singgih, Kejahatan Korporasi yang Mengerikan , Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, 2005, Hal. 9
[2] Hyman Gross, A Theory of Criminal Justice , Oxford University Press, New York, 1979, hal.114.
[4] Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, Minnessota, 1990, ed.6, hal. 339.
[5] Sally S. Simpson, Strategy, Structure and Corporate Crime, 4 Advances in Criminological Theory 171 (1993).
[7]Diintisarikan dari Susanto, I. S. 1990, Statistik Kriminal sebagai Konsruksi Sosial, Penyusunan, Penggunaan dan Penyebarannya, suatu Studi Kriminologi, Disertasi, Semarang (Tidak diterbitkan).
[8] Jan Remmelink, HUKUM PIDANA, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kita Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia , PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 2003, Hal. 98
[10] Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia , Ed.2, Cet.6, Bandung : Eresco, 1989, hal.55.
[11] Pasal 46 Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup menyebutkan :
Ayat (1): Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Ayat (2): Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasa hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.
Ayat (3): Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
Ayat (4): Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan.
[12] Vicarious Liability adalah pembebanan pertanggungjawaban pada seseorang atas tindakan yang dilakukan oleh orang lain, semata-mata berdasarkan hubungan antara kedua orang tersebut.
[13] Actus Reus atau guilty act adalah perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan pelaku bertanggung jawab secara pidana jika unsur mens rea juga turut terbukti.
[14] Mens rea atau gulty mind adalah salah satu unsur dari pertanggungjawaban pidana, disebut juga dengan pengetahuan atau tujuan yang salah.
[16] Jan Remmelink, Op. Cit , hal.100.
[17] Quasi-public corporations adalah korporasi-korporasi yang tidak seutuhnya bersifat publik, dalam arti berkerja untuk tujuan pemerintahan, tetapi operasi atau aktivitas dari korporasi tersebut turut memberikan kenyamanan, kemudahan, atau kesejahteraan khalayak umum, seperti perusahaan telepon, gas, air, listerik, dan perusahaan. (Black’s Law Dictionary)
[18] V. S. Khanna, Corporate Criminal Liability: What Purpose Does It Serve? , 109 Harv. L. Rev. 1477, The Harvard Law Review Association, 1996, hal.2.
[19] Elkins Act adalah Undang-undang federal Amerika Serikat (1903) yang mendukung pelaksanaan Interstate Commerce Act (undang-undang perdagangan antara negara bagian) dengan melarang pemotongan harga dan bentuk-bentuk perlakuan istimewa lainnya terhadap jasa pengangkut ( shipper ) yang besar ( Black’s Law Dictionary ).
[20]Gerry Ferguson, Corruption and Criminal Liability , icclr. law. ubc. ca/Publications/ Reports/ FergusonG. PDF, hal. 5
[22] Gerry Ferguson, Op. Cit , hal. 5
[23] Christopher M. Little & Natasha Savoline, Corporate Criminal Liability in Canada: The Criminalization of Occupational Health & Safety Offences , Filion Wakely Thorup Angeletti (Management Labour Lawyers), hal. 5, filion. on. ca/pdf/CML%202003%20Paper. pdf.
[27] Christopher M. Little & Natasha Savoline, Op. Cit, hal. 8
[32] 375 U. S. 180, 195-196 (1965).
[33] Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban ( standard of duty ) yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil ( trustee ) atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan ( trust and confidence ) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian ( scrupulous ), itikad baik ( good faith ), dan keterusterangan ( candor ). Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian). Termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client - nya. Henry Campbell Black , Black’s Law Dictionary, hal. 625.
[34] Charity Scott, “Caveat Vendor: Broker-Dealer Liability Under the Securities Exchange Act,” Securities Regulation Law Journal , (Vol. 17, 1989), hal. 291.
[35] Lihat, Janet Dine, Company Law – Sweet &Maxwell’s Textbook Series , Sweet & Maxwell, 2001, hal 217.
[36] Denis Keenan & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students , Financial Times, Pitman Publishing, 1996, hal 317.
[37] Joel Seligman, Corporations Cases and Materials , Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995.
[38] Philip Lipton dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992, hal 342.
[39] Janet Dine, Company Law , Macmillan Press Ltd., 1998, hal 179.
[40] Teori Business judgment rule mengalami perkembangannya sebagai yurisprudensi dalam Prinsip Common Law di Amerika dimulai dengan keputusan Lousianna Supreme Court, dalam kasus Percy V Millaudon pada tahun 1829. Lihat Dennis J. Block, Nancy R. Barton dan Stephen A. Radin, The Business judgment Rule Fiduciary Duties of Corporate Directors, Prentice Hall law & Business, Third edition, 1990, hal 4.
[41] Detlev F. Vagt s, Basic Corporation Law Materials-Cases Text, (New York: The Foundation Press Inc. 1989) hal 212. , lihat juga Robert Charles Clark, Corporate Law , Boston &Toronto: little, Brown and Company, 1986, hal 123 yang menyatakan bahwa Business Judgement Rule adalah “ a presumption that in making a business decision, the director of corporation acted on an informed basis in good faith and in the the honest belief that the action was taken in the best interest of the company”.
[42] Jan Remmelink, Op. Cit , hal.111.
[44] Christopher M. Savoline, Op. Cit , hal.7.
[45] Undang-undang ini adalah peraturan yang ditetapkan untuk mengademen atau menambah ketentuan isi Penal Code Kanada, menyangkut kejahatan korporasi beserta para pengurusnya.
Tanggungjawab Sosial Perusahaan.
Isu tanggung jawab sosial ( social corporate responsibility ) adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Disini terdapat tanggung jawab moral perusahaan baik terhadap karyawan perusahaan dan masyarakat disekitar perusahaan. Oleh karena itu berkaitan pula dengan moralitas, yaitu sebagai standar bagi individu atau sekelompok mengenai benar dan salah, baik dan buruk. Sebab etika merupakan tata cara yang menguji standar moral seseorang atau standar moral masyarakat.[1]
Disini etika bisnis adalah pengaturan khusus mengenai moral, benar dan salah. Fokusnya kepada standar-standar moral yang diterapkan dalam kebijakan-kebijakan bisnis, institusi dan tingkah laku. Dalam konteks ini etika bisnis adalah suatu kegiatan standar moral dan bagaimana penerapannya terhadap sistem-sistem dan organisasi melalui masyarakat modern yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dan kepada mereka yang bekerja di organisasi tersebut. Etika bisnis, dengan kata lain adalah bentuk etika terapan yang tidak hanya menyangkut analisis norma-norma moral dan nilai-nilai moral, tetapi juga menerapkan konklusi analisis ini terhadap lembaga-lembaga, teknologi, transaksi, aktivitas-aktivitas yang kita sebut bisnis.[2]
Disamping itu tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan dengan teori utilitarisme sebagaimana diutarakan Jeremy Bentham. Menurut utilitarisme suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar ( the greatest good for the greatest number ), dengan perkataan lain kalau memaksimalkan manfaat.[3]
Hal itu dapat dipahami dari bila perusahaan melakukan kegiatan bisnis demi mencari keuntungan dan juga ikut memikirkan kebaikan, kemajuan, dan kesejahteraan masyarakat dengan ikut melakukan berbagai kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat. Kegiatan sosial tersebut sangat beragam, misalnya menyumbangkan dan untuk membangun rumah ibadah, membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat, seperti listrik, air, jalan, tempat rekreasi, melakukan penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran atau ikut membersihkan sungai dari polusi, melakukan pelatihan cuma-cuma bagi pemuda yang tinggal di sekitar perusahaan, memberi beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu ekonominya, dan seterusnya.[4]
Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih konfrehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan ini. Paling kurang sampai sekarang ada empat bidang yang dianggap dan diterima sebagai termasuk dalam apa yang disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan.[5]
Pertama , keterlibatan perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Sebagai salah satu bentuk dan wujud tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan diharapkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang terutama dimaksudkan untuk membantu memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi, tanggung jawab sosial dan moral perusahaan di sini terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat.
Kedua , perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Demikian pula, sampai tingkat tertentu, masyarakat telah menyediakan tenaga-tenaga profesional bagi perusahaan yang sangat berjasa mengembangkan perusahaan tersebut. Karena itu, keterlibatan sosial merupakan balas jasa terhadap masyarakat.
Ketiga , dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. Dengan ikut dalam berbagai kegiatan sosial, perusahaan merasa punya kepedulian, punya tanggung jawab terhadap masyarakat dan dengan demikian akan mencegahnya untuk tidak sampai merugikan masyarakat melalui kegiatan bisnis tertentu.
Keempat , dengan keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut. Ini pada gilirannya akan membuat masyarakat merasa memiliki perusahaan tersebut, dan dapat menciptakan iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif, dan menguntungkan bagi kegiatan bisnis perusahaan tersebut. Ini berarti keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial juga akhirnya punya dampak yang positif dan menguntungkan bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut di tengah masyarakat tersebut.
Perkembangan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
World Business Council for Sustainable Development memberikan definisi Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai:
“ business’ commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life.” [6]
Yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai, keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.
Lebih lanjut lagi World Business Council menambahkan:
“ Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large” [7]
Yaitu komitmen dunia usaha yang terus-menerus untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Di negara lain seperti Amerika Serikat, CSR telah berkembang menjadi etika bisnis yang begitu penting dan memberikan tekanan bagi perusahaan-perusahaan untuk mengimplementasikannya. Pentingnya CSR juga dapat kita lihat dari beberapa pernyataan eksekutif perusahaan besar yang ada di sana. Seperti contohnya CEO Kellog yang menyatakan bahwa terdapat berbagai kriteria suatu perusahaan yang sukses. Kriteria yang utama adalah keuntungan dan naiknya nilai saham. Namun ada kriteria lain yang sangat penting untuk kita pegang, yaitu tanggung jawab sosial.[8] Phil Knight, CEO Nike juga turut menyatakan bahwa keberhasilan Nike dan setiap perusahaan global pada abad 21 ini diukur melalui dampak yang kami hasilkan kualitas kehidupan masyarakat, selain melalui kenaikan harga saham maupun margin keuntungan.[9]
Pada tahun 2002 berdasarkan hasil survei KPMG, suatu firma profesional di Amerika Serikat yang bergerak di bidang jasa, terhadap 250 perusahaan besar, telah terjadi peningkatan yang signifikan atas jumlah perusahaan yang melaporkan bentuk tanggung jawab sosial mereka (CSR), yaitu dari 35 % pada tahun 1999 menjadi 45 % pada tahun 2002. [10] Adapun bentuk CSR yang menjadi trend di Amerika Serikat, antara lain seperti kontribusi uang tunai, grants , paid advertising, promotional sponsorship, technical expertise, in-kind contributions , employee volunteers . [11]
Implementasi CSR diawali dengan diajukannya Corporate Social Initiatives (inisiatif sosial perusahaan). Inisiatif sosial perusahaan dapat didefinisikan sebagai major activities undertaken by a corporation to support social causes and to fulfill commitments to corporate social responsibility, yaitu berbagai kegiatan atau aktivitas utama perusahaan yang dilakukan untuk mendukung aksi sosial guna memenuhi komitmen dalam tanggung jawab sosial perusahaan. [12]
Inisiatif sosial dapat langsung berasal dan dilakukan oleh perusahaan terkait, ataupun dapat merupakan inisiatif atau proposal yang berasal dari pihak lain seperti lembaga non-profit, dan inisiatif sosial kemudian diwujudkan dalam bentuk kerjasama di antara kedua belah pihak.
Di Ameriksa Serikat, terlihat kecenderungan perusahaan-perusahaan yang melihat CSR tidak lagi menjadi kewajiban yang dapat membebani perusahaan, tetapi justu dapat dijadikan sebagai alat atau strategi baru dalam hal pemasaran atau marketing perusahaan. Dalam suatu artikel di Harvard Business Review tahun 1994, Craig Smith mengetengahkan “ The New Corporate Philanthropy, ” yang menjelaskan sebagai suatu perpindahan kepada bermunculannya komitmen-komitmen jangka panjang perusahaan-perusahaan untuk memperhatikan atau turut serta dalam suatu inisiatif atau permasalahan sosial tertentu, seperti memberikan lebih banyak kontribusi dana, dan hal ini dilakukan dengan cara yang juga akan dapat mencapat tujuan-tujuan atau sasaran bisnis perusahaan. [13]
Dalam artikelnya, Smith juga memberikan beberapa ulasan singkat dalam sejarah yang menjadi tolak ukur perubahan atau evolusi atas pandangan perusahaan-perusahaan terhadap CSR di Amerika Serikat. Sekitar tahun 1950-an, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menarik segala restriksi hukum dan menyatakan tidak berlaku segala aturan tidak tertulis yang menghalangi keterlibatan perusahaan dalam isu-isu sosial. [14] Sehingga, pada tahun 1960-an, dengan telah ditariknya halangan-halangan tersebut diatas, perusahaan-perusahaan mulai merasakan adanya tekanan atas diri mereka untuk menunjukkan tanggung jawab sosial mereka, dan banyak perusahaan yang mulai mendirikan in-house foundations atau unit khusus untuk menangani hal ini. [15] Pada tahun 1970-an dan 1980-an, banyak perusahaan yang cenderung menyokong isu-isu sosial yang paling tidak terkait dengan bisnis perusahaan mereka, menyokong beraneka ragam isu sosial (tidak terpaku hanya satu), dan bentuk tanggung jawab sosial disalurkan melalui suatu yayasan atau unit lain yang terpisah dari perusahaan. Hal ini dapat dilihat dalam kasus Exxon Valdez Oil Spill (tumpahan minyak Exxon) pada tahun 1989.[16]
Pada tahun 1990-an, cara pandang pun berubah dimana CSR suatu perusahaan tidak hanya diarahkan untuk turut mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan, tapi perseroan tersebut juga harus menyokong kegiatan-kegiatan dengan memanfaatkan keahlian dalam bidang pemasaran ( marketing expertise ), bantuan teknis perseroan ( technical assistance ), dan sukarelawan dari kalangan pegawai. [17]
David Hess, Nikolai Rogovsky, dan Thomas W. Dunfee menyatakan bahwa salah satu faktor yang turut mengubang cara pandang terhadap CSR adalah “ moral marketplace factor , ” yang menambah pentingnya penerimaan atau cara pandang terhadap moralitas suatu perusahaan ( corporate morality ) yang akan turut mempengaruhi konsumen, investor dan para pegawai dalam memilih ataupun berinvestasi. [18]
Dari pemaparan diatas, secara garis besar, ada 2 bentuk pendekatan terhadap CSR, yaitu pendekatan tradisional ( traditional approach ) dan pendekatan baru ( new approach ). Dalam pendekatan tradisional, CSR oleh perusahaan-perusahaan hanya dipandang oleh sebagai kewajiban semata ( fulfilling an obligation ), sedangkan dalam pendekatan baru, CSR tidak hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi juga dapat turut membantu mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan.[19]
Di Amerika Serikat juga beredar wacana bahwa apabila suatu perusahaan berpartisipasi dalam isu-isu sosial, tidak hanya perusahaan tersebut akan kelihatan baik di mata para konsumen, investor, dan analis keuangan, tapi perusahaan tersebut akan memiliki reputasi yang baik di mata Congress, atau bahkan di dalam ruang pengadilan apabila terlibat dalam suatu perkara. [20]
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility [21], adapun manfaat yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain :
Peningkatan penjualan dan pangsa pasar ( Increased sales and market share ) Memperkuat posisi nama atau merek dagang ( strengthened brand positioning ) Meningkatkan citra perusahaan ( Enhanced corporate image and clout ) Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan pegawai ( Increased ability to attract , motivate, and retain employees ) Menurunkan biaya operasi ( Decreasing operating cost ) Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analis keuangan ( Increased appeal to investors and financial analysts )
Lebih lanjut, pentingnya CSR terlihat dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility pada tahun 1999 terhadap 25.000 responden di 23 negara, yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. 90 % reponden menghendaki setiap perusahaan untuk memikirkan masalah CSR selain keuntungan.
2. 60 % responden mengatakan bahwa bentuk perusahaan yang bagus itu didasari kepada persepsi pada CSR.
3. 40 % responden mengatakan bahwa mereka memiliki pandangan negative atau akan berkata negative terhadap sutau perusahaan yang tidak melakukan CSR.
4. 17 % responden mengatakan akan menghindar untuk berhubungan dengan perusahaan yang tidak memiliki tanggung jawab sosial. [22]
Hasil uraian dan beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa CSR memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikannya. Dengan kata lain, sembari memenuhi kewajiban sosial, suatu perusahaan dapat turut serta meraih keuntungan bisnis. Di Indonesia sendiri, hal ini juga pasti akan sanget menguntungkan. Banyak perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan CSR dan turut memanfaatkannya untuk mendatangkan keuntungan perusahaan, dan tidak lagi memandangnya sebagai suatu kewajiban belaka. Perusahaan-perusahaan yang lain yang belum dapat turut menggunakan pendekatan ini. Perusahaan-perusahan yang ingin menerapkan CSR dapat memilih berbagai macam bentuk inisiatif sosial.
Kotler dan Lee menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 opsi untuk “berbuat kebaikan” ( Six options for Doing Good ) sebagai inisiatif sosial perusahaan yang dapat ditempuh dalam rangka implementasi CSR, yaitu : [23]
Suatu perusahaan dapat memberikan dana atau berbagai macam kontribusi lainnya, ataupun sumber daya perusahaan lainnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu sosial tertentu, ataupun dengan cara mendukung pengumpulan dana, partisipasi dan rekruitmen sukarelawan untuk aksi sosial tertentu.
Contohnya perusahaan kosmetika terkemuka di Inggirs, The Body Shop , mempromosikan larangan untuk melakukan uji produk terhadap hewan. The Body Shop sendiri. mengklaim bahwa produk-produk yang dijualnya tidak diuji coba terhadap hewan. Hal ini dapat dilihat pada kemasan produk-produk The Body Shop yang mencantumkan kata-kata against animal testing .
2. Cause-Related Marketing.
Suatu perusahaan dalam hal ini berkomitmen untuk berkontribusi atau menyumbang sekian persen dari pendapatannya dari penjualan suatu produk tertentu miliknya untuk isu sosial tertentu.
Contohnya seperti Unilever yang memberikan sekian persen dari penjualan sabun produksinya, Lifebuoy, untuk meningkatkan kesadaran hidup bersih dalam masyarakat, dengan cara membangun fasilitas kamar kecil dan wastafel di sekolah-sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil. Kemudian Danone, yang juga merupakan produsen air mineral AQUA memberikan sekian persen hasil penjualannya untuk membangun jaringan air bersih di daerah sulit air di Indonesia.
3. Corporate Social Marketing.
Suatu perusahaan dapat mendukung perkembangan atau pengimplementasian kampanye untuk merubah cara pandang maupaun tindakan, guna meningkatkan kesehatan publik, keamanan, lingkungan, maupun kesejahteraan masyarakat. Contohnya seperti Unilever yang memrpoduksi pasta gigi Pepsodent mendukung kampanye gigi sehat. Kemudian Phillip Morris di Amerika Serikat mendorong para orang tua untuk berdiskusi dengan anak-anak mereka mengenai konsumsi tembakau.
4. Corporate Philanthropy.
Dalam hal ini, suatu perusahaan secara langsung dapat memberikan sumbangan, biasanya dalam bentuk uang tunai. Pendekatan ini merupakan bentuk implementasi tanggung jawab sosial yang paling tradisional. Contohnya suatu perusahaan dapat langsung memberikan bantuan uang tunai ke panti-panti sosial, ataupun apabila tidak uang tunai, dapat berupa makanan ataupun alat-alat yang diperlukan.
5. Community Volunteering.
Dalam hal ini, perusahaan dapat mendukung dan mendorong pegawainya, mitra bisnis maupun para mitra waralabanya untuk menjadi sukarelawan di organisasi-organisasi kemasyarakatan lokal. Contohnya suatu perusahaan dapat mendorong atau bahkan mewajibkan para pegawainya untuk terlibat dalam bakti sosial atau gotong-royong di daerah dimana perusahaan itu berkantor. Contoh lainnya seperti perusahaan-perusahaan yang memproduksi komputer ataupun piranti lunak mengirim orang-orangnya ke sekolah-sekolah untuk melakukan pelatihan-pelatihan langsung menyangkut keterampiran komputer.
6. Socially Responsible Business Practices.
Misalnya perusahaan dapat mengadopsi dan melakukan praktek-praktek bisnis dan investasi yang dapat mendukung isu-isu sosial guna meningkatkan kelayakan masyarakat ( community well-being ) dan juga melindungi lingkungan. Seperti contohnya Starbucks bekerjasama dengan Conservation International di Amerika Serikat untuk mendukung petani-petani guna meminimalisir dampak atas lingkungan mereka.
Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Sebelum lahirnya Undang-undang Penanaman Modal dan Undang-undang Perseroan Terbatas yang baru, tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility merupakan etika bisnis yang tidak tertulis di Indonesia. Namun kini etika ini telah normatif dengan diundangkannya Undang-undang No.40 tahun 2007 dan Undang-undang No.25 tahun 2007.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15 menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban :
menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. [24]
Penjelasan atas Pasal 15 (b) lebih lanjut menerangkan bahwa ”tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.[25]
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 yang menentukan bahwa:
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. [26]
Dalam penjelasan Pasal 74 ayat (3) dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud ”dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.[27]
Berbagai hal mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sebagaimana diuraikan diatas pada gilirannya kini sudah normatif. Oleh karena itu manajemen perusahaan harus bisa mengoperasikannya di lapangan, sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 dan Undang-undang Penanaman Modal No.25 tahun 2007. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menggunakan CSR tidak hanya terbatas implementasi kewajiban belaka, tetapi dapat memanfaatkannya sebagai metode untuk mencapai sasaran bisnis perusahaan.
Akhirnya, baik dipahami komentar dari William Clay Ford, Jr., Ketua Dewan Direksi Ford Motor, yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara perusahaan yang baik ( good ) dengan perusahaan sangat baik ( great ). Perusahaan yang baik menawarkan produk dan layanan yang memuaskan ( excellent ). Perusahaan besar tidak hanya menawarkan produk dan layanan yang excellent, tetapi juga turut berusaha menciptakan dunia yang lebih baik. [28]
Bertens, K., “Pengantar Etika Bisnis”,Yogyakarta : Kanisus, 2000.
Keraf, A. Sonny, “Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya”, Yogyakarta : Kanisus, 2002.
Kotler, Philip, and Nancy Lee, Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause , Hoboken, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc, 2005.
Velasquez, Manuel G., “Business Ethics Concepts and Cares”, London : Prentice Hall International, 2002.
Wibisono, Yusuf, Membedah Konsep & Aplikasi CSR ( Corporate Social Responsibility ), Gresik: Fascho Publishing, 2007.
* Disampaikan pada “Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Perspektif Hak Asasi Manusia”, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Riau Pekanbaru tanggal 23 Februari 2008.
** Mendapat Sarjana Hukum dari USU (1983), Magister Hukum dari Universitas Indonesia (1994), Doktor dari Universitas Indonesia (2001), Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU, Dosen Fakultas Hukum USU Medan, tahun 1987– sekarang, Dosen Pascasarjana Hukum USU Medan, tahun 1999–sekarang, Dosen Magister Manajemen Pascasarjana USU Medan, tahun 2002, Dosen Magister Kenotariatan Pascasarjana USU Medan, tahun 2002, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ. Pancasila Jakarta, tahun 2001–sekarang, Dosen Magister Hukum Pascasarjana Univ. Krisnadwipayana Jakarta, tahun 2001–sekarang, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, tahun 1997–2000). Penguji Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia, tahun 2002-sekarang. Dosen pada Program Pascasarjana IAIN Medan, 2007. Dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Militer, 2005 – sekarang, Ketua Program Studi Magister Ilmu HUkum Sekolah Pascasarjana USU, Tahun 2001-2006, Ketua Program Studi Pascasarjana Hukum (S2&S3), tahun 2006- sekarang.
[1] Lihat. Manuel G. Velasquez, “Business Ethics Consepts and Cares”, (London : Prentice Hall International, 2002), hal. 8-13.
[3] K. Bertens, “Pengantar Etika Bisnis”, (Yogyakarta : Kanisus, 2000), hal. 238.
[4] A. Sonny Keraf, “Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya”, (Yogyakarta : Kanisus, 2002), hal. 123
[6] Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause , John Wiley and Sons, Inc, Hoboken, New Jersey, 2005, hal. 3
[7] Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR ( Corporate Social Responsibility ), Gresik, Fascho Publishing, 2007, hal.7.
[21] Business for Social Responsibility adalah suatu organisasi non-profit global, yang usahanya adalah memberikan informasi, instrument, pelatihan-pelatihan dan jasa konsultasi yang menyangkut Corporate Social Responsibility.
[24] Pasal 15 Undang-undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
[25] Penjelasan atas Pasal 15(b) Undang-undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
[26] Pasal 74 Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
[27] Pasal 74 ayat (3) Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Komisi Yudisial.
Jakarta , 15/06/2007 ( Komisi Yudisial ) – Kewenangan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yang bertugas mengontrol para hakim harus diperkuat, karena saat ini negara Indonesia dalam rangka penegakkan hukum, memerlukan kontrol dari berbagai kalangan masyarakat termasuk lembaga yang diakui konstitusi.
Hal itu diungkapkan Ketua Program Pasca Sarjana Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH kepada reporter Buletin Komisi Yudisial di Medan beberapa waktu lalu, ketika diminta pendapatnya perihal kewenangan KY dibidang pengawasan.
“Kalau beberapa waktu yang lalu, kita mendengar wacana akademik atau debat tentang kewenangan atau fungsi KY, menurut saya (kewenangan) itu harus dipertahankan, dan diperkuat. Karena penegakkan hukum itu ujung-ujungnya akan berakhir di pengadilan sehingga perlu kontrol, yang banyak baik dari masyarakat maupun lembaga yang diakui konstitusi,”ujar Prop. Bismar.
Menurut Prof. Bismar saat ini bangsa Indonesia masih merindukan putusan pengadilan yang baik, yang rasional, yang menggambarkan rasa keadilan masyarakat, sehingga untuk mewujudkannya itu diperlukan peran dari Komisi Yudisial.
“Jadi kita memang masih merindukan, bahwa ke depan muncul suatu putusan pengadilan yang baik , yang rasional, dan yang menggambarkan rasa keadilan masyarakat . Jadi bagaimana pengadilan itu bisa merupakan suatu dambaan masyarakat, tentunya disitu KY yang harus berperan banyak,” papar Pro. Bismar.
Terkait dengan hubungan antara Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung (MA) dalam pengawasan terhadap para hakim, Prof. Bismar Nasution menyarankan agar kedua lembaga tersebut bekerjasama menjalin hubungan yang harmonis, jangan merasa saling superior diantara keduanya.
“Kedua lembaga pengawas hakim itu saya kira harus bekerjasama dengan baik, jangan saling merasa superior satu dengan lainnya. Karena diantara tiga institusi ini, KY, MA dan Mahkamah Konstitusi, selama ini merasa sama-sama superior. Hal ini kedepan jangan seperti itu lagi, tapi harus menunjukan bagaimana sesungguhnya ada checks and balances terhadap penegakkan hukum di Indonesia ,” kata Prof. Bismar.
Bagaimana mekanismenya, lanjut Prof. Bismar, kita harus kembali kepada Undang-undang (UU) yang mengatur masingmasing lembaga itu dan melaksanakan tugas dan kewenangan masing-masing tanpa saling curiga mencurigai.
“Idenya bagaimana UU mengatur kedua lembaga berjalan dengan baik. Sebenarnya kalau filosofi kedudukan keduanya sebenarnya sama-sama. Cuma yang satu merasakan mengapa kami (para hakim) harus diawasi, padahal yang mengawasi para hakim itu kan hanya MA. Apalagi setelah reformasi mereka itu (para hakim) merasa independen,” tutur Prof. Bismar. (Tatang S).
& # 8211; Bertenaga by KerSip Open Source Dibuat: 25 February, 2009 , 16:58.
Komentar Sahabat.
dalam websait ini saya sanggat mendukung, saya berharap dapat memuat pembahasan pembahasan materi hukum yang lebih luas dan dapat sebagai suatu pembelajaran yang bermutu tingi, serta sebagai suautu pedoman bagi khalayak hukum.
Terima kasih banyak atas bagi-bagi ilmunya sehingga semua orang dapat mengetahui dan bisa belajar banyak ttg hukum yang lagi trend saat ini. Semoga Prof. sehat selalu dan karyanya tambah banyak. Juga semoga jadi ibadah . . . . Amin.
kami atas nama mahasiswa fakultas hukum departemen hukum ekonomi mengucapkan “Happy B’Day Prof”.semoga panjang umur dan sehat selalu untuk tetap berkarya.
Ridho Syahputra Manurung SH.,M. Hum.
Selamat kepada guru saya Prof. Dr. H. Bismar Nasution, semoga tulisan-tulisannya dapat bermamfaat bagi setiap individu yang membaca dan ingin maju serta memahami hukum ekonomi saat ini. Semoga sukses. Yakin Usaha Sampai.
salutuntuk seorang kaderHMI yang memiliki integritas guna menjadi insan akademik yang mantap.
Buku dengan judul “Keterbukaan dalam pasar modal” kok tidak ada dijual di gramedia dan Gunung Agung di sekitar jakarta. Saya membutuhkannya untuk membuat karya tulis/ tesis?
wah Frof emang memiliki Pemikiran-pemikiran cemerlang, tapi prof tolong diberikan ilmunya ke kami para mahasiswa prof, biar turun temurun ada regenerasinya.
Salut saya Prof…
Saya Mau bertanya kira – kira tesis yang cocok untuk saya apa ya Prof, saya bekerja di salah satu perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit ( Hanya Menjual TBS)belum ada Pabrik penolahan.
Supaya saya mempersiapkannya dari sekarang,
Ranat Mulia Pardede.
Mahasiswa S2 Hukum Ekonomi.
Memang Prof adalah Guru Besar yang Haus akan ilmu pengetahuan selalu ingin yang terbaru, aktual dan kreatif.
Kami mahasiswa bangga memiliki Guru Besar seperti Prof dan selalu menunggu karya – karya terbaru Prof.
Prof di era perseroan yang gencar menjadi terbuka (Tbk), namun ada fenomena perusahaan Tbk beralih menjadi go private, dimana di Indonesia sudah ada 8 (delapan) perusahaan Tbk yang melaksanakannya. Bagaimana menurut pandangan Prof. apa yang memotivasi mereka terhadap hal ini.
Ass Bpk yang saya hormati, Alhamdullilah saya sekarang menjalankan kuliah di PascaSarjana dan bapak juga dosen saya di mata kuliah Politik Hukum .
Saya mohon bimbingan, saran dan kritik untuk saya pribadi agar saya mencapai impian saya secepatnya dengan target yang saya planing kan .
Saya sudah print makalah dari website Bpk berikan dan saya juga akan mencoba memahami makalah ini.
Wassalam dan Saya Pribadi Mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa.
Perkenalkan saya Agung Ismawanto (31 tahun), mantan ketum KOPINDO 2005-2008, dulu HMI cabang Jogjakarta.
alhamdulilllaah saya mengetahui Kanda sebagai senior yg pernah di HMI dan Kopindo Sumut.
saat ini saya sbg Konsultan di kementerian negara koperasi dan aktif di PAN (Caleg DPR RI No. urut 5)
Jika berkenan ini no kontak saya 0811282056.
Tuk komunikasi bisa ke blog saya, atau ke email: edi_subkhan@yahoo.
terima kasih prof atas referensinya, ini akan banyak membantu dalam kedangkalan pemikiran saya tentang hukum.
Jalan Sukarno-Hatta Bandung 40286.
untuk membeli bukunya gimana yah.
Didik Hendro Purnomo.
(seperti nama Kapal Perang Terbesar Milik Jerman pada PD II)
Ade Sumitra Hadisurya.
saya ucapkan banyak terima kasih atas ilmu yang telah bapak berikan kepada kami mahasiswa S2 tahun 2007 kelas paralel, khususnya kepada diri saya pribadi. Semoga ilmu yang telah bapak berikan dapat bermanfaat bagi kami, Amin.
Parlin Dony Sipayung.
Boleh ngga\k pak materi-materi yang berkaitan tentang UKMK boleh kami peroleh supaya menjadi Analisis serta perbandingan bagi kami, mengapa UKMK itu lambat pertumbuhannya Di SUMUT serta apakah regulasi-regulasi ini yang membuat lambat atau memang orang medan bilang Ujung-ujungnya duit (Faktor Penunjang dalam Usaha/bisnis) , karena saya tertarik pak dengan pengusaha-pengusaha MUda yang ada di Jawa itu awalnya orang itu menggunakan sistem UKMK yang lambat laun sudah menjadi pengusaha dan sudah mejual merek dagangnya dalam bentuk Francise……..karena UKMK ini satu kondisi kegiatan ekonomi yang meyentuh ekonomi kerakyatan, yah boleh dibilang pak UKMK ini sebagai pendorong lajunya ekonomi dibidang masyarakat. thanx a lot and greatfuully frm. Parlin Sipayung.
Ada sebuag Bank sifatnya BUMD, dimana modal awal ato sahamnya adalah dari Pemda setempat. Dalam operasionalisasinya bank tersebut diduga melakukan penyimpangan diluar dari Peraturan internal yang dibuat sendiri alih alih tidak mengacu pada Keppres no 80, pertanyaannya adalah apakah hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana dalam UU No 31 / 1999 maupun 20/ 2001 ? Tks Prof.
aduh. seneng banget krn mahasiswi/a spt kami saat ini butuh wadah spt ini, dimana kita bs tahu seluk beluk ilmu hukum yang ‘ga kita dapat di bangku kuliah. be success prof.
Saya Alumni Fakultas HUkum USU jurusan Perdata Dagang, dan saat ini saya juga Mahasiswi Sekolah Pasca SArjana Ilmu Hukum USU. Saya Tertarik dengan makalah Bapak tentang “Tanggung JAwab Pemegang Saham Minoritas dalam Hukum Perusahaan”.
bagaimanakah tanggung jawab pribadi pengurus PT kaitannya dengan hutang pajak ditinjau dari uupt 40/2007 dengan undang-undang pajak?
Punya perbandingan antara UU NO. 40 Tahun 2007 (UUPT Baru) dengan Peraturan Bapepam yang berkaitan dengan Perusahaan Terbuka. Misalnya seperti Laporan keuangan dll. Mohon Informasinya ya.
de. batak pangarantauan.
saya sangat membutuhkan saran dan file dari bapak…
Palit Hanafi Lubis.
Zulchairi Pahlawan, SH.
Maju terus pantang mundur bang. i’m so approud for having a big bro like you. if God will, i hope you must be next governour of North Sumatera . yakin usaha sampai. merdeka.
Saya ingin juga menanyakan kepada Bapak, Mengapa setiap ‘Pemuda’ yang ingin berperan aktif dalam pembentukan hukum selalu dihadapkan pada hal-hal yang bersifat senioritas?
Dan apakah Bapak setuju jika pemimpin dalam suatu organisasi ‘negara’ adalah ‘orang tua’? Dan apakah benar dalam pembuatan Amandemen UUD kita ada keterlibatan ‘pihak asing’? Terima Kasih atas Perhatian Bapak demi kemajuan hukum di Negeri Tercinta kita ini. Merdeka.
salut buat bapak, terimakasih juga karena tulisan-tulisan bapak bisa menambah wawasan saya, bahkan kadang tulisan bapak juga suka saya jadikan bahan diskusi dengan dosen saya di FH universitas negeri jenderal soedirman.
Bagaimana peran pemuda dalam pembangunan ?
Saya secara pibadi mengucapkan terima kasih atas Web site yang dikelola oleh prof ini karena membantu saya untuk bahan referensi perkuliahan di stie Stembi bandung, di stikes Dharma Husada dan kuliah saya dalam mengambil S 2,sekali lagi selamat dan terima kasih..sukses slalu.
Herman Pandapotan Simanjuntak.
aku mau konsultasi sama abang.
ada kasus tentang penyelesaian sengketa bisang ekonomi, dalam regional ASEAN.
kira-kira bisa tidak abang bantu saya?
Aku butuh daftar buku yang sesuai dengan masalah yang saya analisa.
Kalau bisa abang kirim ke email aja.
Aku sangat mengharapkan bantuan abang.
Horaslan Sinaga, SH.
Maulitema nungga dibahen tulang tulisan tentang pemikiran hukum na boi menggugah roha ni sude pembaca. Sai anggiat ma tututu boi tercipta naposo bulung sian fh-usu na berkualitas.
Melva Sari Silitonga.
website nya membantu sekali buat kami para mahasiswa S1 FH USU jurusan ekonomi…
selamat berkarya teruzz…
Saya ingin bertanya, mengapa Indonesia tidak memiliki peraturan yang secara khusus mengatur mengenai misleading and deceptive conduct khusus dalam pengambilalihan. Saya mengerti bahwa misleading and deceptive conduct yang berkaitan dengan public offering of securities itu diatur dalam UUPM pasal 78 (bahwa prospektus dilarang memuat pernyataan menyesatkan), tapi mengapa tidak ada pengaturan khusus mengenai misleading and deceptive conduct di pengambilalihan perusahaan? Saya sudah mengkaji UUPT, PP No. 27 tahun 1998, UUPM, Perat Bapepam No. IX. H.1 ttg pengambilalihan perusahaan, Perat Bapepam No. IX. F.1 ttg Tender Offers, Perat Bapepam No. IX. G.1 ttg Merger dan Consolidasi Perush Publik atau Emiten. Tidak satupun dari peraturan2 ini yang mengaturnya.
Hanya Perat Bapepam No. IX. F.2 ttg bentuk dan isi tender offer yang menyatakan bahwa tender offer akan memuat informasi tambahan yang diperlukan agar tidak menyesatkan. Tapi ini dapat dinilai aneh dan ambiguous karena baik peraturan bapepam ini ataupun peraturan dan perundangan2an lanilla tidak ada yang menyebutkan larangan untuk melakukan misleading and deceptive conduct dalam pengambilalihan perusahaan, apa saja elemen2 misleading and deceptive conduct dalam pengambilalihan dan konsekuensi perdata maupun pidananya.
Padahal negara2 lain seperti Australia, New Zealand, USA, dan singapore mempunyai pengaturan khusus mengenai hal ini dalam legislasinya.
Apakah pengaturan misleading and deceptive conduct yang terdapat dalam UUPM (public offering of securities) dapat diterapkan dalam pengambilalihan perusahaan? Karena mengingat dua2nya sama2 melibatkan disclosure atas penawaran securitas perusahaan. Tapi untuk pihak yang bertanggung jawab, UUPM tidak menyebutkan seorang bidder harus bertanggungjawab atas pernyataannya yang menyesatkan. Lalu kalau bukan UUPM yang dijadikan dasar acuan, peraturan hokum mana yang dapat digunakan untuk menuntut pihak yang melakukan misleading and deceptive conduct?
Mohon jawaban atas diskusi ini.
Thank you for your kind attention. Salam hormat dan sukses terus!
Sebelumnya, saya sangat tertarik dengan pengalaman anda dalam dunia jurnalistik hukum ini, pastinya pengetahuan anda di bidang hukum sangat luas. Salut buat anda!!
Saya mahasiswi Notariat UI yg saat ini sedang menyususn tesis. saya tertarik menulis mengenai Perlindungan Hukum bagi Pemegang Saham Minoritas dlam hal perusahaan tsb melakukan Merger, apalagi dengan adanya UU PT yang baru ini Nomor 40/2007. Saya melihat Anda pernah menulis jurnal menganai hal tsb.
Untuk itu, saya mohon saran anda, permasalahan apa yang sebenarnya sangat menarik untuk dibahas pada tesis ini bila dihubungkan dengan UU PT dan UU Pasar Modal.
Saya sangat mengharapkan Opini, pemikiran dan bantuan Anda.
Saya percaya, orang besar seperti Anda mau berbagi ilmu untuk generasi2 penerus anda.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
dan Sukses selalu untuk Anda!!
Terus Berkarya Majukan Bangsa!
Selamat atas peluncuran website Prof. DR. Bismar Nasution, SH, MH… Semoga memberi manfaat bagi Rakyat Indonesia dengan masukan-masukan yang mendidik dan membangun…
Selamat atas peluncuran website Prof. DR. Bismar Nasution, SH.
semoga dengan peluncuran ini memberikan manfaat kepada masyarakat Indonesia . Amin.
Saya lupa menanyakan di mana makalah-makalah ini bisa di down load.
1. “Perlu Sosok Gubernur Yang Memiliki Tanggung Jawab Moral Untuk Penegakan Hukum”, disampaikan pada Dialog Internal HMI; Konsepsi Keluarga Besar HMI dalam Suksesi Gubernur Sumatera Utara Periode 2003-2008, Medan , Minggu/27 April 2003.
2. “Ide Chairuman Harahap Mengoperasionalkan Hukum” pada Peluncuran buku “Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum” Karya H. Chairuman Harahap, SH, Medan , 21 Mei 2003.
3. Transparansi Pengelolaan Perusahaan BUMN/BUMD Sebagai Upaya Memberantas KKN”, disampaikan pada Semiloka Peran Masyarakat (Stakeholder) melalui lembaga pengawasan pengelolaan perusahaan dalam mendukung pelaksanaan good corporate governance di sumatera utara, Medan , 30 April 2003 . 3
4. “Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Governance: Suatu Kajian Dari Pandangan Hukum Dan Moral”, disampaikan pada seminar Diseminasi Policy Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Reformasi Hukum, Medan, 1-2 Oktober 2003.
Assalamu alaikum wr. wb.
Asyik juga menelaah satu persatu karya Guru besar kita ini. Mudah-mudahan tak pernah berhenti. Fastabiqulkhairat.
Wassalamu ‘Alaikum wr. wb.
Selamat atas peluncurun website Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH.
Dengan diluncurkannya website Prof. ini telah sangat membantu saya sekaligus mempermudah saya sebagai mahasiswa SPs Ilmu Hukum USU/Hukum Bisnis dalam memperoleh artikel pemikiran prof. tentang hukum ekonomi indonesia, khususnya dalam penyelesaian tesis saya.
Perkenalkan saya nama Tarmizi bekerja sebagai editor hukum PT Bumi Aksara Jakarta , ingin bekerja sama dengan bapak dalam penerbitan naskah buku hukum. Jika bapak punya naskah buku hukum apa saja yang merupakan buku teks Fakultas hukum kami siapa menerimanya. Terima kasih.
Kirim Ke Jl . Aren III No. 25 Rawamangun Jakarta Timur Telpon. 021-4895803.
Mengawali perkenalan dengan seorang Prof Hukum Ekonomi adalah hal yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidup ini. berawal ketika beliau datang kekampus dimana saya menempuh pendidikan hukum, pada saat itu masih segar dalam ingatan saya teguran beliau yang ramah kepada setiap mahasiswa yang ada dikampus. salah satu kepedulian beliau kepada mahsiswa terlihat dalam lontaran pertanyaan kepada setiap mahsiswa yang ada dikampus misalnya pada saat keberuntungan saya bertemu beliau di koridor didepan sebuah gedung yudisium di kampus. Lontaran pertanyaan buah kepedulian beliau tertuju kepada saya ” Semester berapa kamu?? uda skripsi?”. pertanyaan itu membuat saya harus menjawabnya dan berketepatan bahwa saya saat itu saya lagi menyususn skripsi. Suasana akrab yang selalu diciptakan beliau tidak terlepas dari sisi seorang dosen, panggilan Abang senantisa melekat pada diri beliau selaku dosen yang sangat pedelui dan ramah pada setiap mahasiswa. menyambung pertanyaan yang beliau lontarkan.
kepada saya, saya menjawab ” Lagi Skripsi, Bang”. Kepudilian tersebut berlanjut denga pertanyaan yang sekali lagi ditujukan kepada saya ” ada kendala dalam pengerjaannya?” dan hal ini lah yang tidak pernah saya lupakan karena kendala yang selama ini dalam penulisan skripsi saya telah hilang ketika bertemu dengan beliau.
Pemikiran dan analisa yang tajam dari beliau membuat saya kagum. Mahluk2 baru dalam sebuah pengetahuan hukum banyak beliau publikasikan kepada banyak mahasiswa terkhusus saya. Mulai hukum ekonomi, Pasal Modal, Money Laundering, atau hukum kegiatan ekonomi adalah contoh pemikiran yang beliau publikasikan kepada mahasiswa. sangat beruntung saya ketika saya diajak bergabung pada beliau, saat itu masih ada juga teman saya yang ikut bergabung dengan beliau. Perjalanan saya bergabung dengan beliau menambah warna saya terhadap dunia hukum, sajian diskusi yang selalu beliau terapkan kepada saya membuat saya berwarna dalam memahami hukum. perkenalan dengan orang-orang yang mungkin dalam pikiran saya tidak akan pernah bertemu telah beliau wujudkan dalam tingkat yang lebih tinggi yaitu sebuah disikusi dengan mengikut sertakan saya. Prof Erman, Hikmahanto, Zulkarnain Sitompul, bahkan Hasan Kartajumena sempat saya rasakan pemikiran yang briliant dari mereka-meraka melalui diskusi2nya.
Beliau bukan hanya seorang guru bagi saya, tapi beliau juga sebagai abang ketika saya memerlukan figur abang, bahkan beliau juga merupakan orang tua saya karena beliau selalu membimbing saya, menasehati saya sehingga saya dapat memilih jalan yang tepat untuk mewujudkan masa depan saya. kata terima kasih mungkin tidak cukup diucapkan atas apa yang telah beliau berikan pada saya. Mungkin kata maaf yang pantas saya ucapkan kepada beliau karena begitu banyak hal yang tidak dapat saya penuhi dari segala apa yg beliau cita-citakan untuk kemajuan diri saya sendiri. Maaf kan saya bang, Profesurku, Guru KU. Tapi setidaknya ada sedikit hasil yang tidak akan pernah saya lupakan atas semua yang telah abang berikan pada saya, dan mampu membuat saya meniti masa depan ini.
saya alumni fakultas hukum usu angkatan 2001 jurusan perburuhan, saya mau kasih saran pada staff pengajar di fakultas hukum usu, bahwa great fakultas hukum di bursa tenaga kerja menurun, terutama dari fakutas hukum usu. kalo bisa pak di fakultas hukum mahasiswa nya di buat standart toefl untuk kelulusannya biar jangan asal di wisuda dan dunia kerja terpakai seperti universitas di pulau jawa.
Maju Terus Bang…..Langkah dan perjuangan Abang masih diperlukan demi mewujudkan rechstaat yang diidamkan. Salam.
Selamat dan Sukses Prof, atas peluncuran perdana website-nya. Saya sangat mengapresiasi dan menyambut baik kehadiran website. Bagi komunitas hukum ekonomi, website ini akan sangat membantu (sangat efisien&efektif) dalam mendapatkan pemikiran Prof melalui artikel2 Prof tentang perkembangan hukum ekonomi di Indonesia .
Selamat atas peluncuran website perdananya, semoga bermanfaat dalam pengembangan hukum ekonomi di indonesia . Semoga kita dapat menjalin kerjasama tentang penulisan artikel hukum ekonomi, yang dapat dipublikasikan di web site ini.
Kami merasa gembira dan senang atas kehadiran situs Prof. Bismar Nasution ini yang menginformasikan berbagai aspek hukum kegiatan ekonomi. Keberadaan situs kiranya dapat memberikan kontribusi riil dalam upaya pengembangan dan pembaharuan hukum ekonomi di tanah air tercinta ini, amin .
Selamat dan Sukses Prof, atas peluncuran perdana website-nya. Saya sangat mengapresiasi dan menyambut baik kehadiran website. Bagi komunitas hukum ekonomi, website ini akan sangat membantu (sangat efisien&efektif) dalam mendapatkan pemikiran Prof melalui artikel2 Prof tentang perkembangan hukum ekonomi di Indonesia .
Selamat atas peluncuran website perdananya, semoga bermanfaat dalam pengembangan hukum ekonomi di indonesia . Semoga kita dapat menjalin kerjasama tentang penulisan artikel hukum ekonomi, yang dapat dipublikasikan di web site ini.
Terima kasih atas komentar para sahabat saya pada situs ini.

Comments

Popular posts from this blog

Opções de ações executivas

Keltner channel vs bandas de bollinger

Opções de ações de funcionários pwc